Lelaki itu melangkah kemari. Masih sama, mata itu, senyum itu, punggung itu dan hangat jantung ini. Ia semakin memperpendek jarak sedang aku berpura-pura tetap berjarak. Menjejalkan diri di antara orang-orang. Sebisa mungkin menjadi manusia yang tidak dia ketahui ada.
Aku senang melihatnya baik-baik saja. Atau lebih tepatnya biasa saja --tanpa aku. Hari ini dia lebih rapi, memakai kemeja hitam lengan pajang, bukan oblong, meski celananya tetap jeans. Hanya saja ia sepertinya sedang malas pergi memotong rambut atau memang sengaja dipanjangkan. Tidak sampai sebahu, hanya sebatas tengkuk, tapi ini pertama kali aku melihatnya begini. Pipinya sedikit berisi, namun matanya nampak lelah. Satu tidak berubah, kacamata yang bagian end piece sebelah kirinya dililit dengan hansaplast.
Aku sudah merasa sangat aman menjadi pengamat di kerumunan orang-orang asing sampai Tifa, teman perempuanku memanggil. Membuat lelaki yang sedari tadi kuamati menoleh, mencari-cari nama seorang manusia yang dikenali.
Agaknya semesta tidak membiarkan aku berlama-lama sembunyi.
"Ha...i." sapanya sedikit kaku.
Aku menimpali dengan senyum.
"Di sini juga? Sudah lama?"
"Iya, lumayan."
Kalau dia ingin tahu sudah berapa lama, aku sudah di tempat ini semenjak dia masih dalam perjalan kemari. Sejak salah satu temannya menanyakan kehadirannya dan dijawab akan segera tiba oleh lainya. Bahkan aku sudah di sini sedari membayangkan pertemuan kami dua hari lalu. Ya, jiwaku telah berada di tempat ini bersama gambaran pertemuan manis.
"Ikut beli minum, yuk?" Ajak Tifa yang aku iyakan dengan anggukan.
Aku menoleh pada lelaki itu untuk mengatakan bahwa aku pergi lebih dulu. Sebenarnya aku ingin lebih lama dengannya. Berbincang akrab seperti dulu, mendengarkan leluconnya yang mengesalkan dan tentunya bertanya, "Apa kabar, kamu?"
Tapi kupikir menjauh adalah cara terbaik untuk situasi kaku ini. Sekaligus menyadarkan diri kalau aku dan dia tidak berada di masa lalu, di mana kami baik-baik saja.
"Are you okay?"
"I'am not okay now, but i will okay soon." Jawabku seraya tersenyum. Aku tahu apa yang sedang Tifa pikirkan.
"Hah," ia menghela napas,"Harusnya aku nggak ajak kamu ke sini."
"Atau harusnya aku nggak mengiyakan ajakanmu?"
"Nah, itu juga benar."
Aku tertawa melihat wajahnya kesal, "Sudah, lah. Aku tahu dari awal akan bertemu dia. Waktu kamu bilang Bimo akan wisuda hari ini, aku sudah menyadari keadaan ini."
"Jadi aku harus minta maaf atau tidak?"
"Untuk?"
"Tetap mengajakmu meski aku juga tahu akan ada dia?"
"Mmm... Enggak. Cukup pesankan satu gelas teh hangat dengan sedikit gula dan... Aku rasa akan lebih enak kalau gratis."
![](https://img.wattpad.com/cover/185467727-288-k975647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asing
Короткий рассказSuatu hari semesta akan mempertemukan kita dalam keadaan asing.