"Percaya lah, semuanya sudah terencana oleh Tuhan. Termasuk pula pertemuan kita."
-AngkasaRaya-Happy Reading
"Rayaaaaaa!" Cici memanggil Raya sambil setengah berlari dari luar kelas, menggeret tasnya seperti topeng monyet di pasar-pasar dan menghampiri Raya yang lagi menggosip bersama Arin di sampingnya.
"Gue enggak dipanggil juga?" Arin bertanya dengan wajah pura-pura sedih.
"Besok-besok deh," ucap Cici memutar bola matanya malas.
Arin memicingkan matanya, merasa seperti anak tiri yang diperlakukan tidak adil. "Tuman!"
"Ngapa fans manggil aug?" tanya Raya menopang dagunya di meja.
"Dih, bukan fans lo kali ah," tukas Cici merinding. Gadis dengan rambut sebahu itu memutar tempat duduk yang ada di depan Raya, lalu duduk manis di atasnya.
"Sok 'dih' lo. Buru cerita!" Arin memaksa tak sabar. Siapa tau Cici ingin menyampaikan tipe ideal Kakak kelas yang disukai Arin sejak kelas 10; tahun lalu. Jika benar begitu, Arin akan menjadi tipe ideal Kakak kelasnya itu, harus!menoyor kepalanya terlebih dahulu, membuat sang empu meringis sakit.
"Sabaran anzeng!" Cici melotot, membuat Raya dan Arin terkekeh melihat matanya yang hanya melebar 1mm.
"Ekhem. Jadi gini, hari ini ada anak pindahan guys. Dia itu ... terlalu tampan dan--" Belum sempat Cici selesai bicara, Raya sudah menoyor kepalanya terlebih dahulu, membuat sang empu meringis sakit.
"Mana ada bego! Itu mah di webtoon iya juga." cetus Raya tanpa ragu.
Cici melotot kembali. "Serius ada anjir. Dia itu kayak di webtoon-webtoon loh tampannya, kayak gak nyata! Uhh meleleh deh gue. Astaga tolongin gue! Gue mulai meleleh! Tolongin gue! Astaga woy gue meleleh! Tolongin woy gue mele-"
Plak
Tamparan kecil dari Raya menghentikan Cici berceloteh ria meminta tolong.
Raya menghembuskan nafasnya lega. "Akhirnya gue bisa nolong elo Ci." Raya menopang dagunya, tersenyum sedih pura-pura terharu.
"Selamat Ray, lo udah berhasil nolongin Cici." Arin ikut-ikutan. Gadis itu menepuk-nepuk bahu Raya seolah-olah merasa bangga.
Raya dan Arin menatap Cici penuh haru, tiga detik sebelum tawa mereka meledak. Sedangkan yang ditertawai hanya menyorot malas pada dua sahabatnya. Receh tingkat dewa.
Cici membenarkan cara duduknya. "Oke Ray, kali ini gak bohongan. Rumornya sih, Galen sama anak itu sahabatan. Mintain sana nomornya Ra." Cici menatap serius, berbicara agak pelan supaya tidak didengar yang lain.
Raya mengangkat sebelah alisnya "Lah, kok gue yang mintain?" Gadis itu memiringkan kepalanya. "Apa hubungannya sama gue?"
"Ya ... lo kan jomblo akut. Siapa tau, anak barunya nyantol sama lo." Cici terkekeh tak tahu diri. Sedikit laknat memang.
"Segitu mirisnya kah gue? Gak butuh anjir, gak butuh!" sewot Raya sebal. Padahal kan, Raya memang tidak mau pacaran. Dia masih kelas sebelas. Rencananya sih mau pacaran di tahun depan, tapi Raya mau fokus UN. Ah sudah lah, biarkan semua berjalan seiring waktu. Toh, kita tidak tahu ke depannya seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART DEFENSE
Teen Fiction"Gue gak bakal suka cowok kayak lo!" -Raya "Hm? Liat aja endingnya." -Angkasa ~~~~~ Bangsat. Satu kata untuk Angkasa, namun bisa menjelaskan banyak tingkah lakunya. Banyak gadis mengidolakannya, tanpa peduli sedingin apa sikapnya. Sebanyak apa fans...