Jungkook yang masih berusia lima belas tahun menatap pintu rumahnya hampa. Ia lagi-lagi diusir dari rumah hanya karena nilai ujiannya tidak sempurna, padahal hanya kurang dua angka saja dari nilai sempurna.
Ia meremas kertas ujiannya dan berjalan linglung masih dengan seragam sekolah hari Kamis serta tas sekolahnya yang berwarna hitam.
"Mungkin aku memang tak diinginkan," bisiknya parau.
Hari sudah mulai malam dan Jungkook masuk melewati gang sepi yang gelap. Kakinya terus melangkah tak tentu arah, pikirannya kosong dan teriakan dari orang lain yang memakinya tidak bisa ia dengar lagi sampai sebuah tinju menghantam telak rahang kirinya.
Tiga orang preman berbadan cukup besar menatapnya nyalang dan Jungkook tidak tahu apa salahnya.
"Ada apa?" tanyanya tanpa minat.
"Kau bertanya!? Kau menendang botol minumanku dan lewat didaerah kekuasaanku!"
Jungkook memandang remeh preman tersebut, "Kekuasaan? Memangnya kau presiden? Kau hanya sampah masyarakat, bajingan!"
Jungkook menerima tinjuan telak di wajahnya. Ditendang dan dihajar habis-habisan oleh tiga preman itu, tapi Jungkook tetap tidak melawan.
"Kalau kalian mau, bunuh saja aku."
Perkataan Jungkook seolah menyadarkan tiga orang tersebut. Mereka berhenti menghajar Jungkook yang sudah babak belur, lalu pergi meninggalkan Jungkook setelah meludahi pria bergigi kelinci itu secara bergantian.
"Aku bahkan sudah tidak punya harga diri lagi, sampai-sampai mereka menolak untuk membunuhku."
Jungkook bangkit dari posisi berbaring dan berdiri sambil memegang dinding gang tersebut. Dia sudah ada rencana akan pergi kemana, Jungkook akan pergi ke supermarket tua dibelakang rumahnya dan akan menghabisi dirinya sendiri disana.
***
Taehyung terlihat lelah. Mencari nafkah demi panti asuhan tempat ia tinggal tidaklah mudah. Ada belasan anak yang masih sekolah disini dan Taehyung harus bisa menyekolahkan mereka semua.
"Tae, sebaiknya kau istirahat saja."
Tae tersenyum lelah, "Tak apa Jimin, kau baik-baik saja? Apa ibumu datang mengunjungimu?"
Jimin tersenyum samar, "Iya, dia datang kemari dan esok dia akan menjemputku. Ia menitipkan cukup banyak uang pada Ibu panti. Kurasa itu cukup untuk menutupi kebutuhan serta utang panti ini untuk beberapa bulan kedepan."
Tae mengusap wajahnya, "Seharusnya aku lebih giat belajar saat sekolah dulu."
Jimin terkekeh kecil dan memukul bahu Tae pelan,"Jangan bercanda! Kau mendapat nilai nyaris sempurna dan selalu rangking satu umum! Kau ingin belajar seberapa giat lagi?"
Tae menggeleng, "Seharusnya aku cukup hebat sampai harus mendapatkan beasiswa. Uang beasiswa tersebut bisa kuberikan pada Ibu panti."
Jimin tersenyum sendu, "Kau... memang seharusnya mendapatkan beasiswa bukan? Tapi Kai anak kepala sekolah itu membencimu dan membatalkan beasiswamu bukan? Kau tak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Tae!"
Taehyung bangkit berdiri dari kursi dan mendorong bahu Jimin pelan,"Sebaiknya kau tidur duluan bocah, aku ingin keluar sebentar untuk membeli minuman dingin."
Jimin menggeleng cepat, "Jangan berbohong Tae, kau bekerja paruh waktu di supermarket tua itukan?"
Tae tersenyum samar, "Sebaiknya kau tidur, Ibumu besok akan menjemputmu bukan? Kau harus terlihat segar besok pagi, jadi tidurlah cepat dan pakailah beberapa masker agar wajahmu terlihat bersinar esok paginya."