Suara kicauan bagiakan alarm alami yang mampu membangkitkan dan membuka sepasang kelopak mata indah dilapisi bulu lentik itu. Keindahan alami bertambah kala bola mata hitam terang itu terkena sinar surya yang memantul melalui gorden kamar.
Senyum tipis terbit dibibir tipis itu kala maniknya melihat satu objek ditembok kamarnya.
"Pagi my boyy.." pekiknya.
Mengambil handuk yang tersampir dibelakang pintu, gadis berambut ikal itu berjalan menuju kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.
Lima belas menit kemudian, munculah gadis berambut ikal menggantung itu dengan wajah yang segar dan tubuh yang dibaluti seragam sebuah sekolah menengah atas.
Dirinya mematut didepan sebuah cermin yang terdapat dalam almari tempat dirinya meletakan berbagai macam pakaian.
Setelah menyisir rambutnya, gadis itu lantas mengambil sepatu bertali yang ada dibawah meja belajarnya. Mengenakan pada kaki yang telah dibalut dengan kaos kaki putih hingga lutut.
Rambut sudah, seragam sudah, ransel juga sudah. Dirinya segera bergegas untuk turun kebawah, ah iya untung saja masih dirumah saat otaknya mengingatkan untuk membawa laptop.
Tangan yang berhias jam tangan putih itu cekatan mengambil benda putih yang berada dimeja belajar yang tak seberapa besar.
"Huft.... Untung saja." gumamnya.
Selesai menutup pintu coklat, gadis itu berjalan cepat menuju pintu keluar. Menggunakan helm INK berwarna pink untuk melengkapi motor maticnya.
Udara begitu sejuk dipagi hari, matahari masih tertutup embun dingin yang menusuk kulit.
Sampai disekolah, gadis itu memarkirkan motornya diparkiran yang sudah disediakan. Beratus motor dengan berbagai macam model, merek, ukuran, warna, terpampang jelas bagai serum motor.
Gadis itu berjalan menunduk, rasanya meski sudah berkali-kali melakukan hal seperti ini, namun rasa deg-degan masih saja meliputi. Mungkin bagi semua orang berjalan dipanjangnya koridor adalah hal yang biasa. Namun, bagi gadis itu adalah suatu hal yang dirinya ingin lakukan di list terakhir.
Bukan karena apa, hanya saja gadis itu tidak suka menjadi sorotan. Terlalu takut untuk sekedar berdiri didepan khayalak umum.
Lantai tiga, ruang kelas 10 IPA B.
Gadis itu berjalan sedikit lebih cepat kala maniknya menangkap tulisan itu. Dan perjalanan yang terasa lama kini akan berakhir di ruangan itu.
Ransel hitam itu diletakan disamping kursi, baris pojok paling depan dekat pintu.
"Alesha Anyeong."
Gadis itu tersenyum, menampakan dua gigi taringnya yang membuat senyumnya bertambah manis.
"Ah, Vina Anyeong." sapa balik Alesha pada teman dibangku sebelahnya.
"Astaga Alesha suami mu anjay banget sih!"
Manik Alesha menoleh pada teman kelasnya. Gadis berambut lurus yang tengah heboh dengan ponselnya itu. Alesha hanya diam dan tersenyum tipis.
"Ngga semangat banget sih lo?" tanya Vina.
Alesha mengendikan bahunya.
"Ngga dapet ide buat up padahal udah lama banget ngga up." lirihnya.
"Sabar aja."
Alesha hanya mengangguk, jika dipaksakan akan berakibat fatal karena tidak dapat feel. Dan itu akan berakibat buruk dengan kekecewaan para pembacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Walk Alone
FanfictionTidak ada yang tahu masalah waktu. Bahkan sesuatu yang terasa tak mungkin pun bisa menjadi mungkin kala waktu yang akan menjawab. Cerita seorang impian gadis kecil dengan sifat fanatik yang tidak lepas dari dirinya. Bahkan semakin beranjak umur sem...