Prolog

50 2 0
                                    

Ini kisahku, cerita tentangku, tentang takdir yang selalu mempermainkanku.
-p.

"Apa?! tapi bagaimana bisa? Bukannya keluarga mereka itu tidak pernah terkena gosip miring ya?" Tanya seorang wanita berumur 30-an yang sedang memilih beberapa sayuran dari gerobak tukang sayur.

"Kau tidak tahu? Bahkan perempuan itu sudah dicap penipu! Karena telah melarikan diri." Ujar wanita lainnya.

"Lalu bagaimana dengan anak-anaknya?" Tambah wanita lainnya.

"Entahlah, tapi banyak yang mengatakan bahwa dia telah kabur bersama seorang pria, menjijikkan sekali kan?" Hina wanita muda berbaju merah dengan belahan dada yang cukup terbuka.

"Lebih menjijikkan mana dengan seorang wanita yang menghina wanita lain dengan pakaian tidak layak seperti itu? Kau mengatakan ibuku pergi bersama seorang pria tanpa bukti, sementara aku melihatmu semalam pergi bersama seorang pria tua, kau tahu? Pria tua tersebut adalah ayah temanku,
P E L A K O R." Ucap seorang gadis remaja yang baru saja tiba sambil memilih sayur apa saja yang akan dia masak, dia membalas ucapan wanita yang menghina ibunya tadi.

"Jangan menuduh sembarangan bocah!" Tukas wanita berbaju seksi itu.

"Tidak mungkin, karena aku memiliki videonya tante, kau mau lihat?" Perkataan zena langsung dibalas dengan muka memerah pertanda ada amarah yang sedang ditahan oleh wanita berbaju seksi tersebut.

"Dasar anak pelacur! Anak tukang penipu! Pergi kau!" Usir wanita tersebut

"Ayolah tante, kau bahkan tidak punya bukti untuk menuduh ibuku, sedangkan aku memiliki bukti tentang dirimu! Menurutmu, apa sebutan yang pantas untuk seorang penggoda pria tua dan perusak rumah tangga orang?" Ujar zena tenang sambil menaruh beberapa sayuran di kresek miliknya.

"Ah iya, tambahan satu poin! Penyebar fitnah? Isshh menjijikkan sekali." Hina zena dengan wajah sok memelasnya.

Lama terdiam, wanita berbaju seksi itu membayar belanjaannya lalu segera pergi membawa malu dan dendam yang besar.

Zena yang telah selesai berbelanja segera membayar lalu pergi dari tempat yang sejak tadi membuatnya gerah.

Sepanjang jalan gadis berjilbab hitam itu tanpa henti mengucapkan istighfar diselingi umpatan-umpatan untuk para wanita menyebalkan tadi.

"Bangke, mereka pikir mereka itu siapa sih,hah! Astaghfirullah alazim."

"Ish, gue tu gak mau maki tapi bangsat! Nyari mati banget sih tu orang-orang! Astaghfirullah alazim."

"Arggh, seharusnya gue dari tadi jangan ngomong doang, mukul dikit kan, gak bakal masuk penjara, eh istighfar zen istighfar! astaghfirullah alazim."

Dan masih banyak lagi.

Lalu, tiba-tiba suara bergetar tanda pesan masuk dari smartphone gadis yang bernama lengkap zena afsheen myesha itu berbunyi.

Arsen: zena, lo dimana?! Gue cariin ampe ni napas mau putus gak ketemu-ketemu!

Zena yang membaca pesan tersebut tersenyum manis sambil membayangkan wajah kesal arsen, sahabat sejak kecilnya.

Zena: gue di....

Arsen: ZENA!!!

Hahahahah, tawa zena seketika meledak membaca pesan tersebut. Tanpa disadari mood-nya seketika berubah hanya dengan membaca pesan dari arsen, ish.

Arsen itu orang cuek tingkat akut, dinginnya kadang tak berperi kemanusiaan, dan sekali ngomong, pedes cuk! Berbeda saat bersama zena arsen cenderung cerewet bak ibu-ibu sosialita tentunya dengan mulut pedasnya itu, oh iya satu lagi! Manusia ini... agak psycho.

Arsen stupid call📞

Zena bingung harus mengangkatnya atau tidak, tapi kalau tidak ia angkat bisa-bisa arsen ngambek padanya. Akhirnya dengan berat hati ia menggeser tombol hijau, lalu terdengarlah suara si es batu.

"Lo dimana sih zen?! Gue capek nih nyariin lo mulu!"

"Assalamu'alaikum, apa ar gue gak denger?"

Lagak zena bak ibu haji, keislaman sekali manusia ini.
Padahal sejak tadi mulutnya tak berhenti mengumpat.

"Wa'alaikum salam gak usah sok budeg deh! Budeg beneran mampus lo! Jawab dimana lo sekarang?! Gue capek nyariin lo astaga! Lo tuh ya kebiasaan banget sih ngilang mulu! Lama-lama gue patahin juga tu kaki lo!biar gak bisa jalan sekalian! POKOKNYA PULANG SEKARANG!

Setelah telepon dimatikan secara sepihak oleh arsen.
Zena berlari secepat mungkin untuk sampai dirumahnya, karena saat arsen mengancam itu bukanlah suatu ancaman semata. Melainkan, suatu perkataan yang akan dipraktekannya, bagaimanapun caranya.

Zena seperti ini, karena pernah melihat arsen kecil saat berusia 7 tahun membunuh kucing yang tak sengaja mencakar betisnya.
Arsen kesal dan mulai mencongkeli mata kucing tersebut dengan obeng yang diambilnya dirumah. Suara kucing yang mengeong keras seperti meminta tolong itu, tak menyurutkan semangat arsen untuk membunuhnya.
Suara tersebut arsen anggap melodi indah yang bagus didengarkannya.
Arsen hanya mengambil matanya lalu menginjak tubuh kucing yang berdarah itu kuat hingga bagian isi perutnya keluar tak tersisa. Darahnya muncrat dimana-mana.

Itu, pemandangan paling memualkan seumur hidup zena.

Saat sampai di depan rumah, zena menarik napas dalam untuk mengatur napasnya.

Pintu dibuka lebar sambil mengucapkan salam.

Disana, arsen duduk dengan tenang, terlalu tenang.

"Arsen, maaf gue tadi lupa ijin sama lo, gue tadi beli sayur doang bener deh, gak boong." Ucap zena meyakinkan.

Arsen berdiri, lalu tanpa aba-aba menarik jilbab hitam zena kuat lalu membenturkannya di dinding.

"Gue udah bilangkan zen, apa-apa tu ijin sama gue?! Gue gak mau nyakitin lo! Tapi, lo buat gak punya pilihan selain nyakitin lo!"

Darah sudah mengalir dari pelipis zena, tapi hal tersebut tak diacuhkan sama sekali oleh arsen.

Zena melepas tangan arsen kuat, lalu menendang perut arsen sampai punggung arsen harus terbentur meja dan sepertinya akan meninggalkan memar yang cukup untuk menghabiskan salep selama seminggu.

"Gue udah minta maaf sama lo bangsat! Jadi gak usah bikin muka sok jahat itu! Gak mempan bodoh!" Ucap zena sambil jalan mengambil kresek sayur yang jatuh karena tarikan kuat arsen.

Arsen yang melihat zena biasa saja hanya mencibir pelan sambil sesekali meringis karena punggung dan perutnya yang sakit.

"Kayaknya, cuma lo deh zen yang gak takut kalau gue pasang muka kayak gitu. Temen-temen gue aja pada kabur loh!" Ucap arsen sambil berjalan mengambil kotak p3k untuk mengobati lukanya dan luka zena.

Setelah mendapat p3k, arsen memanggil zena untuk duduk dihadapannya. Zena pun hanya menganggukkan kepalanya saja.

Diatas sofa, kini mereka berdua duduk berhadap-hadapan.

"Majuin muka lo!" Ucap arsen yang hanya dibalas gumaman saja oleh zena.

"Sssh, bangsat pelan-pelan napa sih?! Sakit tau!" Desis zena jengkel.

"Iya-iya." Dengan perlahan arsen membersihkan darah yang ada di pelipis zena kemudian memberinya sedikit betadine lalu membalutnya dengan kapas dan plester.

Cup

Cium arsen tepat di plester tersebut.

BUGH!

Bibir yang semulanya seksi itu jontor dengan satu pukulan.

Poor arsen.

Menarik gak?
Kalau iya alhamdulillah kalau nggak in syaallah di perbaiki lagi.

aku bakalan ngepost lagi, kalau votenya 50+

Kalau mau komen silahkan, disini bebas.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang