Awal Kisah

16.4K 803 59
                                    

"Sesederhana itu mauku. Bahagia"
- Radit

🍁🍁🍁

Setiap hari bagi Radit masih sama, masih menjadi perjuangan untuk kehidupannya dan kedua adiknya. Bagi Radit, mereka adalah alasan untuk tetap kuat. Untuk tetap bersabar menjalani takdir yang sudah di goreskan untuknya.

Menjadi pijakan dari kedua adiknya, menjadikan Radit menanggung beban yang jauh lebih besar di usianya yang ke 25 tahun. Tujuan hidupnya kini hanyalah kebahagiaan adiknya. Bahkan bekerja hingga larut malampun sudah menjadi kebiasaannya.

Radit masih ingat bagaimana dia berjanji dan bertanggung jawab pada alm papa, untuk menjaga dan merawat adik-adiknya. Setidaknya dengan itu, Radit mempunyai alasan di atas rasa lelahnya.

"Pagi bang."

Radit menoleh dan mendapati Revin yang sudah duduk di meja makan.

"Pagi. Rival mana?" Tanyanya lalu membawa nasi goreng yang baru dibuatnya ke meja makan.

"Telat bangun lagi kayaknya." Jawab Revin singkat. Tangannya menarik nasi goreng yang baru disiapkan Radit tadi.

"Kebiasaan deh. Lo juga, bukannya di bangunin malah ditinggal! Nanti telat tu anak."

"Biar aja, udah besar biar mandiri bang."

Radit hanya mengela nafas kasar. Malas berdebat dengan adiknya pagi-pagi seperti ini. Mereka saja sudah jarang bertemu, tapi sekali bertemu selalu saja ada perdebatan.

"Pagi bang." Suara Rival berhasil mengalihkan pandangan Radit. Laki-laki itu berbalik menatap adiknya.

"Kalau alarm hidup itu langsung bangun. Jangan kebiasaan dilanjutin tidur. Nanti kesiangan." Ucap Radit yang masih menatap tajam Rival.

Anak itu hanya diam tanpa berniat menanggapi ucapan kakaknya. Dia menarik piringnya dengan malas, lalu menyendok pelan makanannya.

"Val, kalau abangnya kasi tahu itu dijawab. Jangan diem!" Bentak Radit. Tapi dia berusaha  tidak terlalu keras menaikkan suaranya.

"Iya bang. Capek gue dengerin lo marah-marah mulu."

Radit hanya diam. Tidak melanjutkan kata-katanya untuk memarahi Rival. Karena akan percuma, ujung-ujungnya anak itu akan balik marah.

"Lo begadang lagi semalam?"

Rival menggeleng, "tidur tepat waktu kok gue. Bahkan sampai gak buat tugas karena ketiduran." Ucap Rival. Baru saja Revin akan mengomelinya, tapi pandangan Rival sudah beralih.

Kini pandangan anak itu beralih pada Radit yang sibuk dengan ponselnya.

"Gue gak sekolah ya, bang. Boleh?" Tanya Rival.

Radit langsung menoleh dan menatap tajam adiknya, "kenapa?"

"Perut gue gak enak." Jawabnya dengan wajah yang memelas. Tapi memang benar. Rasanya hanya ingin tidur dan meringkuk di dalam selimutnya.

"Bohong tuh! Alasan aja. Bilang aja males karena sekarang upacara, kan?" Sergah Revin cepat, yang langsung dibalas tatapan tajam oleh Rival.

HOME ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang