Chapter 1

27 2 0
                                    

Seorang gadis cantik dengan rambut terurai dan bola matanya yang sedikit kecoklatan itu tengah berdiri memandangi tiap tetes air hujan yang jatuh begitu deras. Udara sore ini begitu dingin hingga menjalar ke dalam tubuhnya, mantel merah tebalnya tetap tak bisa membuat gadis itu hangat sekalipun.

Sama seperti puluhan siswa lainnya yang lebih memilih tetap tinggal sampai hujan mulai reda karena tak mau mengambil resiko yang akan terjadi entah itu basah ataupun demam dan itu tidak termasuk alasan Nadia untuk tetap tinggal di sekolah . Sejujurnya ia benci untuk pulang .. Karena pastinya bayangan kesakitan itu akan terjadi lagi. Mengingat keluarganya yang dulu harmonis seketika berubah menjadi ironis. Keadaan seperti ini harusnya dia ada diantara mereka, tapi ia hanya melarikan diri .Apakah ini egois ?,  percayalah dia hanya tidak ingin menangis lagi .

“Nadia belum pulang ? ini udah sore loh. Hujannya juga udah mulai berhenti” ucap seseorang yang seketika membuyarkan pikiran Nadia tadi . Nadia langsung melirik kearahnya sambil tersenyum.

“Eh Elma,iyah ini juga mau pulang” Ucap Nadia seadanya.

“Oke aku duluan ya, udah dijemput soalnya. Hati-hati di jalan . bye” balas Elma yang langsung meninggalkan Nadia dengan langkah tergesa-gesa . Nadia yang semula menyunggingkan seyumnya itu perlahan memudar berubah menjadi dingin.

Kebahagiaan Nadia saat ini hanya satu . Sekolah . Tempat ia lari dari segalanya . Tempat ia menggunakkan topengnya tanpa ada rasa beban, tetap tersenyum walau dihantui masalah. Itu adalah semacam mekanisme pertahanan yang susah payah ia bangun untuk membuat dirinya tetap tegar.

Perlahan langkahnya menyusuri jejak-jejak air yang membendung di jalanan yang rusak . Halte tempat yang dituju Nadia hanya beberapa meter lagi. Menunggu bus terakhir untuk pulang. Sebenarnya ia bisa saja menggunakkan taksi. Tapi Nadia lebih suka menggunakkan bus , karena dengan banyaknya orang membuat ia tak kesepian . Menyedihkan sekali bukan ?.

Bus yang ditunggunya sudah datang. Tanpa berpikir panjang ia langsung naik ke dalam bus itu .Seketika ia mengedarkan pandangannya untuk mencari posisi nyaman di dalam bus. Karena ini bus terakhir tak banyak penumpang yang ada di dalamnya. Kakinya mulai melangkah ke ujung bersamaan dengan bus yang sudah dilajukan. Tampat favoritnya adalah dekat kaca, karena dari sini Nadia bisa melihat pemandangan yang bisa membuat hatinya terobati , tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya , mengalunkan lagu  jamais vu, iya hanya itu yang tiap hari selalu menjadi obatnya.

**********
Sesampainya di rumah Nadia sudah disajikan pemandangan yang membuatnya terbelalak. Rasa terkejut dan khawatir menjadi satu tatkala ia melihat ibunya tengah mengacungkan sebuah cutter yang hendak digoreskan ke tangannya. Nadia langsung menghampiri ibunya bermaksud untuk mengambil benda tajam itu.

“Ibuuuuuu jangaannn” Teriak Nadia sambil berusaha merebut cutter dari tangan ibunya.

“Lepaskan tanganmu Nadia. Ibu sudah tidak berarti bagi hidupnya. Lepaskan!!” Teriak Ibu Nadia dengan tangisan yang deras.

Nadia yang tengah berusaha merebut cutter itu langsung memegang bagian tajam dari cutter tersebut agar bisa leluasa merebutnya, dengan sekali hentakan cutter itu bisa direbutnya namun resiko yang diterimanya adalah cutter itu melukai telapak tangan Nadia. Tanpa mempedulikan darah yang sudah mengalir mengikuti garis tangannya. Nadia langsung memeluk dan menenangkan ibunya.

“Ibu..Ibu tidak boleh seperti ini. Ada Nadia disini bu. Jadi aku mohon sama ibu,jangan tinggalin Nadia ”Ucap Nadia terisak . Napasnya memburu.Air matanya mengalir deras. Dengan susah payah Nadia berkata lagi “Aku mohon”.Seketika Ibunya sadar bahwa tindakannya tadi benar-benar salah. Nadia mengerti bahwa Ibunya tengah dipenuhi emosi yang meluap sehingga ia tak bisa berpikir jernih.

RemedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang