Part 1

1K 116 45
                                    

Semilir angin musim dingin membawa riak salju halus yang mulai berjatuhan. Sore hari menjelang pergantian malam, terlihat sekawanan burung berlis bertanduk bercorak kuning hijau cerah. Terbang ke arah barat, menuju habitat besar di danau Kazar. Tetes air dari dedaunan memperlihatkan kondisi musim yang akan berganti.

Musim dingin hampir berakhir dan akan digantikan musim semi. Musim di mana bunga-bunga frein akan bermunculan kembali. Musim yang ditunggu-tunggu rakyat Samhian karena akan diadakan pesta Kavala. Pesta musim bunga yang dicetuskan oleh ratu terdahulu. Ratu Kanna.

Nun jauh di sana. Sebuah hutan yang terlihat gelap dengan pepohonan menjulang tinggi. Berderet rapat seakan menghalangi siapa pun yang ingin memasukinya. Suara-suara binatang hutan bersahutan, seakan membujuk cahaya atspere agar melimpahinya dengan kekuatan besar. Lagi dan lagi suara binatang-binatang itu melengking membuat bulu kuduk para pemburu merinding lalu segera beranjak pergi.

Cahaya atspere perlahan bergulir menggantikan sang surya yang masih tetap bersembunyi dalam mendung. Riak salju berjatuhan mulai berhenti. Sinar atspere tampak menyinari jalanan. Namun, jalanan kecil itu terlihat lengang tanpa satu manusia pun yang melewatinya.

Sraaaak!

Semak belukar terlihat bergoyang. Mengibaskan salju yang menutupi dedaunan hingga jatuh ke tanah. Seorang gadis berlari, keluar dari semak-semak tersebut sambil mengibaskan tangannya.

“Khavia! Berhenti di tempatmu sekarang juga!” Seseorang berteriak sambil melemparkan selendangnya lalu membelit tangan seorang gadis bermata hijau yang tengah tertawa itu.

Khavia, si gadis bermata sehijau zamrud itu terkekeh senang saat tubuhnya meliuk menghindari serangan. Ia melompat ke udara lalu blackflip ke belakang. Tangan kanan Khavia terangkat ke depan. Api berbentuk Phoenix terbentuk bersiap menyambar lawan dengan ganas.

Swooossh!

Api menyambar ketika Khavia mengibaskan telapak tangannya dengan gerakan seperti mengipas.

Wanita yang mengejar Khavia bergerak mundur lalu melompat ke arah dahan. Khavia kembali terkekeh sambil turun menjejakan kaki ke tanah. Tak menyia-nyiakan kesempatan lawan yang lengah, gadis berkepang kuda itu kembali berlari.

“Khavia! Jangan lari ke sana!”

Namun, Khavia tak menggubris peringatan itu. Ia semakin mempercepat langkahnya hingga tiba di perbatasan hutan gelap.

Mata Khavia bersinar cerah menatap cahaya biru samar yang mengelilingi perbatasan hutan. Senyumnya merekah menampilkan lesung pipit. Tangannya terulur berniat menyentuh pelindung tak kasat mata yang melindungi perbatasan tersebut.

“Khavia!”

“Ah Bibi Em, kau memang cepat dalam mengejarku.” Tangan yang hampir menyentuh pelindung, ia tarik kembali ketika merasakan peringatan keras dari sorot mata Em.

“Khavia, jangan mendekati perbatasan ini. Kau sudah berjanji pada ibumu, kan?” Em mengatur napasnya berupaya tenang. Khavia membalikan badan lalu tersenyum simpul.

“Ada apa di sana?” Telunjuk Khavia mengarah pada perbatasan hutan yang dikelilingi segel bercahaya biru.

“Tidak ada apa-apa.”

Jawaban Em yang terlalu cepat membuat Khavia menaikkan alis. Ia tak percaya sama sekali. Apalagi wajah Em yang terus menerus melirik ke perbatasan semakin pucat. Entah, apakah memang ada bahaya besar di sana atau memang mereka berusaha menakuti Khavia saja.

“Kalian selalu menyembunyikan rahasia dariku. Bibi Em, aku sudah dewasa.”

“Kau belum dewasa sama sekali.” Em mendengus. Ia lalu mendekati Khavia dan meraih pergelangan tangan kiri gadis itu. “Ayo pulang!”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Soulmate (Belahan Jiwa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang