Hi, so how? Do you like it?
.
.
.
.
*****BROOKLYN, NYC.
MAXWELL MANSION— 06.00 P.M.“Selamat sore, Nona Rhaela.”
Rhaela berjalan masuk tanpa mengacuhkan sapaan para pelayan yang menyambutnya dipintu mansion, atau anggukan hormat anak buah kakeknya yang masih tampak berlalu lalang didalam bangunan mewah yang sudah berusia lebih dari seratus tahun ini.
Melangkahkan kakinya keruang kerja kakeknya, Rhaela tak mendapati pria tua itu didalam sana. Begitu pula dikamar atau di balkon.
“selamat sore, Nona Rhaela.”
“Ingrid, mana kakek?” Rhaela bahkan terlalu angkuh untuk membalas sapaan asisten prbadinya sendiri.
“Tuan Maxwell sedang rapat dengan beberapa petinggi, mereka baru saja tiba sore tadi. Mari, saya sudah siapkan air mandi. Tuan Maxwell menunggu anda satu jam lagi diruang makan.”
Rhaela berjalan kekamarnya diikuti Ingrid, Ingrid sudah ditugaskan menjadi asisten pribadi Rhaela sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di mansion ini setelah kematian Lorraine lima tahun lalu, tepat ketika Rhaela berusia empat belas tahun. Bukan tanpa alasan kenapa Rhaela tumbuh menjadi jelmaan iblis betina seperti ini.
“Siapkan pakaianku setelah itu keluarlah. Aku akan bersiap-siap sendiri.”
“Yes, Miss.”
Masuk kedalam kamar mandi, Rhaela langsung menanggalkan satu persatu pakaiannya. Membasuh sebentar badannya dibawah guyuran shower kemudian berendam dalam air hangat. Rasa pegal menyerang tubuhnya, walau sudah terbiasa rasanya Rhaela tetap benci merasakan beberapa tulangnya seperti akan patah. Hanya untuk mengambil tikus menjijikan Barton itu, Rhaela harus menghadapi beberapa pengawalnya yang walau tak sebanding dengan dirinya namun tak dapat diremehkan juga kemampuan bertarungnya.
Menghabiskan setengah jam berada didalam bathub, Rhaela segera keluar dan mengeringkan tubuhnya. Masih ada sisa setengah jam untuk bersiap dan makan malam dengan kakeknya. Menerka-nerka sekiranya apa yang hendak Ethan katakan padanya, jarang sekali Ethan menghubungi dirinya ketika ia sedang ‘bertugas’ jika hal itu tidak penting sekali.
Mengenakan dress hitam selutut yang membungkus sempurna tubuh rampingnya, Rhaela memoleskan sedikit makeup dan membiarkan rambut hitamnya tergerai rapi. Mematut diri dikaca, terkadang Rhaela benci wajahnya yang terlalu menonjolkan wajah asia itu, mengingatkan padanya akan seseorang yang sangat ia incar kematiannya. Seseorang yang tak lain adalah Ayahnya sendiri. Hanya matanya yang berwarna abu-abu lah yang membuatnya tampak seperti mendiang ibunya.
Selesai merias dirinya, Rhaela meraih bingkai foto yang memuat potret dirinya dan kedua saudara kandungnya. Dua saudara yang tak tahu apa-apa dan masih menetap di Indonesia dengan pria yang terlalu hina untuk Rhaela panggil Ayah.
“Hi, Mum. Bagaimana kabarmu disurga?”
Monolog Rhaela diinterupsi dengan ketukan dipintu kamarnya, Lucas muncul dari balik pintu setelah Rhaela mempersilahkannya masuk.
“So beautiful, Rhae.” Lucas berjalan menghampiri Rhaela, kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik saku celananya dan memakaikannya pada Rhaela. Sebuah kalung dengan liontin berinisial R.L.
“It’s not for Rhaela Louise, but Rhaela-Lucas. Ah, aku terdengar sangat menjijikan sekarang.”
Rhaela tertawa, jika hanya berdua saja maka status antara Rhaela dan Lucas adalah sepasang sahabat. Bukan boss dan anak buah. Sayang sekali, semua orang jelas tahu bahwa Lucas menyimpan rasa untuk cucu dari salah satu pemimpin yang cukup memiliki pengaruh untuk sindikat mafia internasional Cosa Nostra itu. Bukan Lucas yang tak berani mengungkapkan, hanya saja ia tahu siapa dia dan siapa Rhaela.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Beautiful Disaster Called Rhaela
Romance"A beautiful girl or a monster that will destroy your life, it depend on you how to treat her." - The Author