Prolog

15 7 2
                                    

"Huaaa!!"

"Berisik!" Teriak Petra dari tempat persemayangannya setelah mendengar kami memekik, jangan tanya kenapa, karena para pengabdi oppa pasti tahu apa penyebabnya.

Aku yang tadinya duduk kini berdiri, "lo udah tau 'kan syarat kalo mau tidur di kelas apa?" Aku menjeda, memberi ancang-ancang untuk ucapanku yang selanjutnya, "dilarang keras tidur dikelas! Kalo gak mau tutup telinga!"

Petra mengangkat kepalanya, nampak matanya yang memerah karena kantuk, "iya, April, Blackpink!" ujar Petra dengan teriakan khas Lisa--mungkin dia fasih dengan slogan itu karena selalu mendengar kami nge-fangirl bersama, lalu dia kembali ke posisinya semula.

Sebagian temanku mengikik mendengar teriakan melengking Petra. Didetik kemudian, terdengar suara berisik yang membuat mata kami mendelik ke arah pintu. "Tra! Ada yang...nantangin kita tanding basket," Juan mengecilkan volume bicaranya ketika matanya bertabrakan dengan delikanku, padahal samar-samar aku dapat mendengarnya. Dia berlari menghampiri Petra.

Pupil mataku--yang sudah tidak fokus dengan cogan versi 3D, mengikuti gerak-gerik Juan yang sangat mencurigakan. Instingku mengatakan; ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari pertandingan tersebut. Mereka pasti takut aku mengetahuinya, mungkin berhubung aku adalah anggota OSIS sekbid olahraga.

Karena merasa namanya terpanggil, Petra langsung menegakan tubuhnya, "astagfirullah, apaan lagi, sih? Perasaan kalo gue lagi tidur banyak banget setannya," ujarnya dengan mata yang setengah terbuka.

"Pelototin dulu biji mata lo, kebo." Tedi yang baru saja datang dengan Yusril di belakangnya, tiba-tiba membuka kedua kelopak mata Petra dengan telunjuk dan jempolnya.

Petra menepis tangan Tedi, "kegedean bego, sobek kelopak mata gue yang ada." Dia mengucek matanya.

Yusril terkekeh melihat reaksi temannya, "Dikira bikinan China kali, ah," sahutnya seraya duduk di samping Petra.

"Ck, lo mau ngeladenin orang gila apa mau ngeladenin gue yang orang waras, sih?" Tanya Juan yang berhasil menghentikan gerakan mulut Petra.

"Iya deh iya, apa atuh aku mah, makan aja dikuah pake bubur," sahut Yusril dengan sok melasnya.

"Tanggung, sekalian aja pake tai mencret gue, Sril," balas Tedi yang membuat perutku serasa dikoyak-koyak, merasa mual. Dia ini memang digadang-gadang orang tergila di kelasku. Bagaimana tidak, dia selalu melakukan hal aneh yang belum pernah kami lakukan, yaitu mulai dari berkelahi dengan tembok dan menyampah di tas siapa pun yang menjadi incarannya, kebetulan tadi pagi dia melakukannya di tasku.

Juan menoyor bahu Tedi, "jijik bego, jorok lo, ah!" Tedi hanya membalasnya dengan cengiran tanpa dosa.

"Tau nih," Petra menyusul menoyor Tedi. "Ck, tadi apaan emang? Gue gak denger," ujar Petra meminta pengulangan.

Sadar akan tatapanku, Juan maju selangkah, meletakan tangannya di bahu Yusril dan Tedi untuk segera merapatkan tubuh mereka.

"Tra!"

Seru seseorang di ambang pintu yang sukses memecah lingkaran setan tersebut. Aku menoleh, dapat kulihat Desika, pacar Petra yang katanya cantik membahana.

Petra bangkit, "Minggir, gue mau samperin malaikat tanpa sayap dulu." Ujar Petra yang menurutku tak kalah menjijikam dari guyonan milik Tedi barusan. Dia mengahampiri Desika dengan senyum sumringahnya, setelah melewati perut bumi milik Yusril.

"Apa, Beb?" Oke, ini sangat geli dan kenapa juga aku masih menonton drama picis murahan ini?

"Aku mau ngomong, penting..."

Aku menulikan telingaku dari dua sejoli itu, kembali mengalihkan fokusku pada layar laptop yang tengah menampilkan cowok ganteng sedang berjoget ria.

"Tra! Mau kemana?!" Seru tiga dedemit itu hingga menggema karena tuannya pergi dengan malaikat pencabut nyawanya.

Kami menoleh kaget, menatap tajam para cowok setengah waras itu. Kalau saja kami tidak terikat dengan persyaratan saling menguntungkan ini, ingin rasanya mensleding mulut cablak mereka.

***

TBC

My Perfect TypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang