April
Bel tanda masuk sudah berbunyi dari 20 menit yang lalu, tapi Pak Untung--guru Bahasa Indonesia, belum juga muncul. Kata Juan--selaku ketua kelas; beliau izin mengantar istrinya berobat. Mereka mengeluh simpati, padahal kepalan tangannya yang di bawah meja malah ber-yes ria karena merasa terbebas dari belenggu tulisan dokter dan bahasa-bahasa bakunya."Ya ampun! Kejang gue kejang, itu kenapa Sehun segala buka baju?!" Pekik Vera. Kami memutuskan menonton music video untuk mengisi jam kosong kali ini--karena hanya diberi tugas yang pasti berakhir menjadi Pekerjaan Rumah, dari pada harus nimbrung dengan spesies lambe turah di belakang kelas sana.
Aku menggoyangkan kepalan tanganku gemas, saat melihat adegan manusia sipit itu tengah bertelanjang dada, tanpa memikirkan aku dan Vera yang hampir hamil online.
"Pril." Seseorang mencolek bahuku, dari suaranya dapat kutebak itu Shelin, teman satu bangkuku, sepertinya dia habis dari Toilet dengan teman kelas lainnya.
"Hm," gumamku tanpa menoleh, masih fokus dengan tubuh atletis yang meliuk-liuk.
Ctak!
Shelin menekan tombol spasi cukup kencang, membuat video yang kami tonton terhenti. Aku dan Vera kaget, kami kompak menoleh dengan raut muka yang berkata; kenapa, sih?
Shelin memasang wajah datarnya, "Ke tempat asal lo sekarang, gue mau ngomong. Penting." Dia melengos pergi tanpa memberi kesempatan untuk protes.
Aku berdiri, "Sorry ya, Ra, nanti kita lanjut lagi nonton 'roti sobeknya'," ujarku dengan tersenyum canggung, merasa bersalah dengan sikap Shelin barusan. Lantas dia melangkah ke bangku paling depan dimana tempat duduku berada.
Aku menyusul Shelin yang sudah duduk di bangkunya. "Ngapain panggil-panggil? Lo gak tahu gue lagi menikmati surga dunia, apa?" Tanyaku seraya duduk di sampingnya.
Shelin berdecak, menyerongkan tubuhnya agar kami saling berhadapan, "lo tadi berangkat sekolah bareng siapa?" Tanyanya dengan wajah serius. Kalau sudah seperti ini pasti ada sesuatu, nih.
"Petra," jawabku jujur.
Shelin menghela napasnya, "kenapa harus sama Petra? Kenapa gak sama yang lain? Lo tau 'kan status dia apa?"
Tuh kan Shelin marah. "Iya tau...tapi gue tadi beneran lagi kepepet, angkot yang gue tumpangin mogok, kebetulan ada Petra. Tapi masalah tumpangan itu dia yang ajak gue, kok, bukan gue yang nawarin diri. Ya kali, hancur dong entar image gue," jelasku yang membuat Shelin menyandarkan bahunya ke tembok.
Dia menghela napasnya lagi, menumpu kepalanya yang mungkin terasa berat, "image lo udah hancur."
Alisku saling bertautan, dari mana dia tahu kalau imageku sudah hancur, kecuali kalau memang Shelin yang menghancurkannya, tapi itu tidak mungkin bagi Shelin yang notabenenya sahabatku dari SMP.
Shelin menunjuku, "lo tau, apa yang barusan gue denger di Toilet?" Tanya Shelin, dia memberi waktu untuk kepalaku menggeleng, "Reren sama temannya ngomongin lo, kalo lo itu perusak hubungnnya Petra sama Desika."
Aku mematung, ternyata kecurigaanku tadi pagi benar, mereka akan salah paham, begitu juga Nuril dan siswa-siswi yang menatapku aneh tadi pagi, terutama Desika. Aku merasa tidak enak dengannya. Kalau saja tadi pagi aku rela terlambat, mungkin hal ini tidak akan terjadi.
"Pril, lo gak bermaksud gitu 'kan?" Shelin menatapku, meminta keyakinan.
Aku menggeleng cepat, "nggak, Shel, gue gak bermaksud gitu. Gue cuma sekedar kucing jalanan yang diajak berangkat bareng. Lagian, kalo aja Petra gak bilang tentang status teman dan perihal hukuman telat, gue gak mau diboncengin sama dia," jelasku menggebu-gebu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Type
Novela Juvenil"Selera gue itu beda sama lo, lo gak suka pedes, gue suka, lo suka manis, gue gak terlalu. Jadi lo suka Petra, gue belum tentu suka sama dia. Nih ya Ra, tipe cowok gue itu yang pinter, baik, lemah lembut, gak amburadul, dan satu lagi...itu semua gak...