「Chapter 1」- Nara

423 52 24
                                    

Sebuah Kereta Cepat -- sedang melaju menuju kota bernama Acitya. Hanya tersisa sejumlah orang berusia dewasa di dalamnya. Namun, ada seorang remaja laki-laki yang duduk di kursi paling belakang. Dia adalah Nara, 16 tahun. Tubuhnya yang tinggi dan kulit putih pucat membuatnya sedikit mirip dengan karakter vampire dalam cerita-cerita fiksi. Bedanya, dia hanya tidak memiliki taring. Kacamata bulat tipis dan rambutnya yang hampir menutupi alisnya menjadi ciri-ciri paling mencolok pada dirinya.

Dia tampak termenung melihat keluar jendela kereta sambil mendengar lagu dari earphone yang terpasang di telinganya.
Sebelumnya, Nara tinggal di sebuah wilayah yang terletak di pinggir kota. Dia seorang siswa SMA biasa yang mungkin bisa dikatakan kurang beruntung.

Sejak masa kecilnya, dia mampu melihat hal-hal yang mungkin tidak semua manusia bisa melihatnya. Banyak kejadian yang membuat teman-temannya malah menganggap Nara adalah orang yang aneh. Hal ini mengakibatkan dirinya menjadi sasaran berbagai tindakan bullying dari teman sekelasnya hingga akhirnya terpaksa pindah ke tempat yang baru. Tempat Nara bisa membuka canvas yang masih bersih.

(...)

Tak lama kemudian, kereta yang Nara naiki perlahan-lahan berhenti di stasiun yang saat itu terlihat mulai sepi. Satu persatu penumpang mulai turun saat pintu kereta yang sudah terbuka. Disusul Nara, sambil membawa ransel besar yang baru saja turun dari kompartemen bagasi di atasnya.

Langit pada saat itu tampak begitu gelap seakan marah kepada semua makhluk yang berada di bawahnya. Nara yang baru saja turun dari kereta, kemudian berjalan mendekati kursi di halte yang letaknya cukup dekat dengan stasiun. Dia meletakkan ranselnya di kursi dan duduk di sebelahnya.

Baginya, ini adalah perjalanan panjang pertamanya. Punggungnya terasa begitu pegal hingga membuatnya bersandar di kursi sambil melihat ponselnya yang sedang membuka aplikasi chatting. Disana terdapat percakapan Nara dengan seseorang yang seharusnya sudah menjemputnya.

Citttt.... suara rem motor yang berhenti di depan halte itu.

"Hehe, udah lama Nar?" tanya seorang kakek yang mungkin berusia sekitar 60 tahunan. Dia tengah menaiki sebuah motor matic putih yang berhenti depan halte itu. Nara hanya tersenyum tipis menatap kakek itu sambil menerima helm pemberiannya.

"Ayo naiik.. keburu hujan. Kakek lupa bawa jas hujan soalnya!!"

Nara kembali menggendong ransel yang sebelumnya ada di sebelahnya. Membenarkan posisi kacamatanya lalu naik ke atas motor itu. Setelah memastikan cucunya naik, kakek itu mulai memutar pelan handle gas yang membuat motor yang mereka kendarai menjauh dari tempat itu.

Mata Nara selalu tertuju pada bangunan-bangunan yang mereka lewati. Beberapa hembusan angin dan rintik kecil hujan membuatnya sedikit merasa kedinginan. Dia sedikit merekatkan kedua sisi jaket jeans yang dia kenakan.

"Nar, kabar ayahmu gimana sekarang?" ucap kakek itu memecah keheningan.

"Baik, kek"

"Pasti sibuk terus kan ayahmu itu, sampai ngasih kabar ke kakek aja ngga sempet"

"Terus kabar mu gimana, Nar? Seneng ngga ketemu kakek lagi?" lanjut kakek itu.

Nara tiba-tiba terdiam. Matanya menjadi kosong setelah memasuki kawasan yang di penuhi pohon-pohon besar yang tumbuh lebat di jalan menuju rumah kakeknya. Entah apa yang dia lihat di kawasan tersebut, tatapannya begitu terpaku pada beberapa pohon yang tumbuh tinggi di samping kirinya. Kepalanya terus menunduk sambil memeluk tubuh kakeknya begitu erat.

"Kamu kenapa, Nar?"

"Ayo ngebut, kek!"

(...)

Kejadian tersebut bukan hanya sekali Nara alami. Orang disekitarnya cukup sering melihat Nara tiba-tiba ketakutan parah. Mereka juga kerap melihat Nara tengah berbicara dengan seseorang, padahal mereka yang melihat itu sangat memastikan jika tiada sembarang orang yang berada di sampingnya.

RataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang