Zero - Hello, I'm Kinari

15 4 2
                                    


Apakah kau pernah membayangkan, kalau suatu saat nanti, kau akan jatuh cinta?

Apakah kau pernah membayangkan, bagaimana sosok yang akan meluluhkan hatimu?

Apakah kau pernah membayangkan, bagaimana cara seseorang itu merebut hatimu?

Untukku sendiri, aku belum pernah membayangkannya, memikirkannya sedetikpun juga belum pernah. Karena aku akan selalu bersedia membuka hatiku kepada siapapun yang telah dipilihkan untukku. Baik aku menyukainya atau tidak, asalkan itu membuat orang-orang di sekitarku tertawa dan bahagia, aku pasti akan melakukannya.

Selama ini aku melakukannya hanya untuk membuat orang-orang di sekitarku bahagia.

Lalu, pikiran itu tiba-tiba saja terlintas di kepalaku, bagaimana rasanya ketika jatuh cinta?

Aku sendiripun terkejut. Kenapa bisa pertanyaan seperti itu melintas di kepalaku? Disaat aku sendiri tak terlalu peduli—atau lebih tepatnya, aku sama sekali tak mengerti bagaimana rasanya dan bagaimana caranya untuk jatuh cinta.

Tapi, semuanya berubah—mungkin—karena sosok itu.

Sosok yang telah membuatku tanpa sadar terus memperhatikannya selama ini. Ia tak melakukan apapun, hanya duduk di kursi taman itu, setiap hari di jam yang sama. Terkadang ia menunduk, terkadang ia juga menatap langit untuk beberapa saat, sebelum akhirnya menghela napas panjang.

Awalnya aku sama sekali tak peduli, aku seringkali lewat di depannya hanya untuk mengejar makanan yang diberikan orang-orang padaku.

Pernah suatu saat, entah terkena angin apa, aku mencoba untuk mendekatinya dan bertingkah imut di depannya, berharap ia akan memberikan respon yang sama seperti yang telah diberikan orang lain padaku, tapi nyatanya ia hanya menatapku sesaat lalu kembali ke lamunannya.

Setidaknya berikan makanan padaku!

Aku hanya ingin mencoba menghiburnya—karena ekspresi wajahnya sama seperti ekspresi saat orang-orang di sekitarku tengah bersedih, yang kemudian berubah tersenyum saat aku melakukan hal itu. Tapi, nampaknya ia tak begitu? Ah, entahlah, aku juga tak terlalu mengerti, jadi akupun segera berlalu dari hadapannya. Karena ia juga nampaknya tak akan memberikan makanan padaku.

Namun, kala itu, disaat hujan deras tiba-tiba mengguyur, orang-orang nampak sibuk dan berlari kesana-kemari mencari tempat berteduh—termasuk aku yang tak bisa keluar dari tempatku karena terjebak hujan. Aku memandangi derasnya air yang turun dan tak beranjak sedikitpun dari tempatku duduk. Aku tak mau badanku basah.

Di saat tengah asik memikirkan kapankah hujan akan berhenti, tak lama kemudian, aku mendengar suara yang terdengar begitu menyedihkan di tengah kerasnya bunyi hujan.

Aku mencoba mencari sumber suara dari tempatku, menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu tatapanku berhenti pada sosok tersebut. Sosok tersebut masih setia duduk di kursi taman di saat hujan deras seperti ini.

Orang aneh, pikirku.

Semula aku berniat mengabaikannya. Tapi, kemudian aku menyadari ada sesuatu yang berbeda, kali ini ia tak lagi menatap langit, melainkan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Bahunya terlihat bergetar hebat dan suara menyedihkan itu ternyata berasal darinya. Ia berapa kali terdengar mengeluarkan suara seperti tengah merasakan sakit yang teramat sangat dan suara tangisnya pun semakin keras.

"Itu bukan urusanku. Lagipula ia sudah pernah menolak kebaikanku! Huh! Jadi untuk apa aku mendekatinya..."

Tapi, meskipun begitu, tatapanku masih tak bisa kualihkan darinya. "Hei! Cepatlah pergi! Kudengar manusia tak bisa berlama-lama di bawah hujan, mereka akan jatuh sakit! Oh, berlaku juga untukku!"

Aku menunggu dan terus menunggu, tapi tak tampak tanda-tanda kalau ia akan segera beranjak dari tempatnya duduk. Aku benar-benar ingin mengusirnya sesegera mungkin.

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya akupun memutuskan untuk keluar dari tempatku dan mendekatinya (sekalian ingin menyuruhnya pergi!). Setelah ini, harusnya ia berterima kasih padaku, karena meskipun aku sangat membenci air, aku berusaha melawan kebencianku hanya untuk manusia sepertinya.

Aku berusaha menatapnya, tapi pandanganku menjadi kabur karena air hujan yang membasahiku. Ini benar-benar menyebalkan dan juga aku sangat kedinginan.

Dengan segenap tenaga, akupun berusaha menyapanya dan berusaha bertanya ada masalah apakah hingga membuatnya terlihat begitu menderita. Aku mengeluskan kepalaku ke kakinya, “Miaw? Miaw!” (Hei! Apa yang kau lakukan disini? Cepatlah pulang!)

Ia tersentak dan langsung membuka kedua tangan yang menutupi wajahnya. Ia menatapku dengan ekspresi terkejut saat menyadari aku berada di depannya dengan kondisi basah kuyup.

Ah, ya, aku biasa dipanggil Kinari, dan seperti yang telah kalian lihat, aku adalah seekor kucing.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NOT A HUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang