Mataku memandang manik obsidian miliknya. Dalam diam aku merilihkan maaf beribu kali. Bahuku bergetar hebat. Saraf-saraf di dalam otak tak mampu mengolah kata selain kata 'maaf'.
"Pulanglah." nadanya dingin. Bahkan melebihi kutub. Aku menunduk. Lalu berjalan dengan tatapan sendu.