Prolog

6 2 0
                                    

♡♡♡

Pengumuman kelulusan sebentar lagi akan diumumkan oleh pihak sekolah SMA Guna Wijaya. Semua murid kelas 12 sangat antusias menunggu hasil dari kerja kerasnya selama 3 tahun menjadi siswa di sekolah tersebut. Ada yang berharap-harap cemas, percaya diri, dan bahkan ada yang hanya diam saja menunggu hasilnya. Begitu pun dengan Alya, dia merupakan salah satu siswi yang berekspresi cemas. Ia takut hasilnya tak sesuai keinginannya. Segala macam usaha telah ia kerahkan untuk mendapat hasil yang memuaskan. Pagi, siang, sore, dan sampai larut malam pun kadang Alya masih saja belajar. Waktunya tersita dengan belajar, belajar, dan belajar. Ambisinya untuk mendapatkan nilai terbaik di sekolahnya sangat tinggi.

Sudah hampir dua jam para siswa menunggu. Namun, tak ada pengumuman sedikit pun keluar. Rupanya pihak sekolah niat sekali membuat para siswa-siswinya menunggu hingga geram dan kesal. Ada sebagian yang sudah pulang lebih dulu karena menunggu lama sekali. Tipikal manusia yang tidak sabaran.

Seorang pria berperawakan tambun, berkumis tebal, dan berkaca mata berjalan menuju papan pengumuman yang terletak di dekat ruang kelas 12 IPS 1. Ia menempelkan beberapa lembar kertas pada papan itu. Semua siswa-siswi bergerombol mendekat untuk melihat hasil pengumuman.

"Al?!" teriak Giska dari banyaknya gerombolan.

Tidak ada sahutan sama sekali dari pemilik nama yang Giska panggil. Yang ada hanya suara-suara berisik siswa-siswi di sekelilingnya. Suasana sangat pengap dan gaduh. Berbagai macam bau bercampur menjadi satu.

"Mana sih nih orang, dipanggil nggak nyahut-nyahut," gerutu Giska sebal. "Eh, lo liat Alya nggak?" Sambungnya bertanya pada siswi perempuan berbadan ramping, berhidung mancung.

"Alya di taman belakang sekolah," jawabnya tanpa melihat Giska sama sekali.

Tanpa berpikir panjang, Giska berjalan menuju tempat yang perempuan tadi sebutkan, taman belakang sekolah.

Di dalam otaknya berbagai macam pertanyaan muncul. Ada apa sebenarnya dengan Alya? Dan mengapa akhir-akhir ini Alya selalu menyendiri di taman belakang sekolah?

Tidak. Giska cepat-cepat membuang prasangka buruk yang berkecamuk dalam kepalanya. Tidak akan. Alya akan baik-baik saja. Giska yakin, Alya adalah orang yang kuat dan tidak pantang menyerah.

Semakin cepat Giska melangkahkan kakinya. Argghh, kenapa taman belakang sekolah terasa sangat jauh sekali?

Matanya menangkap seorang perempuan berhijab tengah duduk di bawah pohon besar yang terletak di samping kolam ikan taman belakang sekolah. Perempuan itu menatap kosong pemandangan yang ada di hadapannya. Cairan bening menetes dari sudut mata sipitnya.

Perempuan itu menangis? Alya menangis?

Hatinya semakin tak karuan melihat sahabatnya itu menangis. Dengan secepat kilat ia menghambur memeluk badan kecil Alya. Apakah sesuatu yang tak diinginkan itu terjadi pada gadis yang kini berada dipelukannya itu? Air mata itu pun ikut menetes. Giska tidak tega melihat Alya seperti ini. Sungguh, ia sangat tidak tega. Kemana Alya yang selama ini selalu riang, penuh tawa, dan yang selalu melawak bak pelawak profesional?

Pelukan itu terlepas. Giska menatap Alya yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya. Angin berhembus sangat kencang. Langit terlihat begitu cerah hari ini.

"Kamu kenapa, Al?" tanya Giska pada akhirnya.

Alya mengangkat kepalanya. Masih diam dengan sorot mata kosong. Lagi, cairan bening itu tidak ada hentinya meluncur dari netranya.

"Mereka, Gis, mereka," jawab Alya menggantung. Dan ia kembali memeluk Giska. Tangisnya semakin kencang terdengar. Giska yang mendengarnya menjadi ikut menitikkan air matanya.

Sahabatnya itu kini sangat terlihat lemah, payah dan menyedihkan.

☆☆☆



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thank YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang