2. AtR :: Aninda Raisha

51 14 11
                                    

"Apakah harus?
apakah aku harus memilih
antara duniaku dan dirimu?"

Gadis itu masih termenung di depan laptopnya. Mengingat kilas kisah singkatnya dan Arjuna dengan memandangi foto kebersamaan mereka.

Ia sangat bersyukur dapat kembali menatap dunia dengan warna-warninya. Meskipun tanpa seorang Arjuna Satria. Kenangan selama dua tahun terakhir, sudah cukup untuk membuat sebuah ruang permanen di hatinya.

"Nin, ada pulpen kakak nggak di sini?" Nanda mengagetkan Ninda. Ninda membuka laci meja belajarnya lalu memberikan sebuah pulpen kepada Nanda.

"Udah deh, jangan terlalu berlarut-larut," ucap Nanda seraya mengambil pulpen itu.

Ninda hanya diam sampai Nanda keluar dari kamar itu.

Kakak nggak tau rasa sesal di diri aku.

***

"Jun, udah satu tahun kita nggak pernah saling tatap, nggak pernah saling pandang. Tapi aku harap, kamu dapat menatap apa yaang kutatap, dan dapat memandang apa yang kupandang. Besok kita lulus Jun, itu yang kita tunggu 'kan? Aku harap, kamu bahagia di sana." Ninda menyeka embun di pelupuk matanya lalu meletakkan serangkai bunga lili di depan batu nisan almarhum Arjun.

"Sampai jumpa my hero..."

Besok, tepat hari kelulusannya SMA. Dulu, ia dan Arjun sangat berharap dapat mencoret baju SMAnya bersama lalu mendaftar di fakultas yang sama. Tapi, itu hanya sebatas harapan yang tak sanggup diwujudkan.

Ninda menaiki mobil lalu melajukan kendaraanya menuju rumah. Semenjak kejadian tiga tahun yang lalu, Ninda menjadi seorang yang tertutup. Ia memiliki hoby baru yaitu menulis. Hanya menghabiskan waktu di depan laptop dan sebuah buku berwarna abu-abu setelah pulang sekolah. Bahkan ia tak pernah lagi makan malam atau berkumpul bersama keluarganya. Semuanya ia lakukan di kamar.

***

Tok...tok...tok...

Rutinitas. Nilam akan mengantarkan makanan ataupun minuman ke kamar putrinya setiap saat.

"Anak Mama masuk fakultas mana nih?" hibur Nilam sambil mencuil pipi gembul Ninda.

"Nggak kuliah Ma," jawaban yang sangat tak mungkin lolos dari bibir mungil Ninda. Dari dulu gadis itu memimpikan kegiatan berkuliah. Setelah tiba saatnya, ia malah tak mengingikannya.

Kening Nilam berkerut, "loh? kok gitu?"

Ninda tak menjawab, ia hanya mengangkat kedua bahunya. Mungkin ia masih terpuruk.

Setelah Nilam keluar, Ninda langsung memakan dengan lahap nasi dengan semur jengkol untuknya. "Jarang," batinnya.

***

"Huh!" Nindi menghempaskan tubuhnya di kasur. Setelah letih seharian di sekolah, akhirnya ia dapat berbaring di kasur. Sudah jam 16.17. Waktu yang cukup lama jika di mulai dari jam tujuh pagi.

Akhir yang ditunggu. Ninda sudah lulus SMA, dan angannya dulu untuk kuliah... sepertinya sudah sirna. Mungkin ia akan mencoba melamar di tokoh-tokoh kue, bunga, atau pakaian untuk mengisi hari-harinya.

***

Drtt...drt...drt...

Suara getaran dari ponselnya tak berhasil membangunkan Ninda. Mungkin, karena terlalu lelah, kebisaan lamanya kembali. Tidur satu hari satu malam.
Ya, mungkin sedikit berlebihan, tapi memang ia akan 'berhibernasi' jika kelelahan.

Hingga akhirnya suara adzan subuh membangunkannya. Diliriknya jam weker di atas nakas. tubuh Ninda terlonjak kaget. Bukan mengapa, jika sudah tidur dengan porsi berlebih, ia akan terjaga pula dengan porsi berlebih.

Ninda menggaruk kepalanya gusar. Lalu mengucek matanya kasar. Ia turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi pribadinya untuk mengambil wudhu.

Usai shalat, entah karena apa Ninda ingin sekali memasak. Sudah kurang lebih tiga tahun ia tak menyentuh pisau dapur.

Ia berniat memasak martabak telur kesukaan almarhum Arjun. Mengingatkannya masa-masa mereka makan di warung pinggir jalan. Sambil mengamati setiap yang di ajarkan youtube, Ninda mulai memasak makanan itu.

"Ninda?!" Suara Nilam sedikit bergetar menandakan ia terkejut. Dengan spontan Ninda menoleh ke sumber suara. Sebuah cengiran yang sekarang sangat langkah terpancar di bibir Ninda. Nilam membalas cengiran itu dengan senyum bahagia.
"Ninda masak apa? Mama boleh bantu?" tawarnya.

"Eeumm... Eng... Nindi cuma iseng aja masak Martabak telur. Ngg... nggak usah deh kayaknya Ma, Mama masak yang lain aja," jawab Ninda ragu. Nilam mengangguk. Melihat Ninda sudah mulai bangkit saja sudah membuatnya sangat bahagia.

***

15.23 Kam, 9 Mei 2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

After The Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang