Sore itu kami berjalan menyusuri kota, beranjak kembali menuju rumah, pulang. Aku si anak kuliahan yang menjadi penulis paruh waktu dan Lock sahabat ku dari masa kecil yang tinggal kelas dulu waktu masih SD.
Kami memang sering menghabiskan waktu bersama. Mungkin karena dia yang jarang bergaul atau memang aku yang nggak punya teman. Setidaknya masih ada satu orang yang ingin bergaul denganku. Dia yang dulunya kami panggil si anak miskin.
Tenggorokan yang kering berteriak ingin segera dialiri minuman dingin. Berhubung kami hanya berjalan kaki, rasa haus itu pasti akan datang cepat atau lambat. Bersinggalah kami di mini market terdekat.
Lock masuk duluan dan aku hanya menunggu di luar. Siapa sangka yang menjadi kasir di toko itu adalah teman kecil kami Emi. Si cantik anak orang kaya yang membully Lock waktu SD. Menyadari hal tersebut, Emi langsung menarik topi karyawannya sehingga menutupi sebagian wajah. Sementara Lock berjalan melewatinya.
"waduh gawat! aku harap dia tidak menyadari aku" kata Emi dalam hatinya.
Dengan minuman dingin di tangan kanan, Lock menghampiri Emi yang dimakan rasa malu oleh masa lalu.
"Ini mbak barang belanjaan saya. Nggak usah pake plastik"
"i-iya mas" jawab Emi dengan nada kaku.
Dia pun hanya menatap lantai menghindari kontak mata. Lock yang telah selesai membayar langsung beranjak pergi dari tempat itu. Seketika perasaan Emi langsung tenang karena Lock tak sadar bahwa yang melayaninya di kasir adalah si gadis kaya yang sering mengolok-oloknya dulu.
Waktu terus berjalan. Yang tadinya petang, kini tak tersisa lagi cahaya kuning sang mentari. Jam menunjukan pukul sebelas. Waktu dimana semua toko tutup. Dengan mengusap peluh di dahi, Emi keluar dari tokonya setelah selesai bersih-bersih.
Hujan turun begitu deras, terlalu malam sehingga tak ada taksi satupun yang terlihat. Dengan pasrah Emi menunggu hujan berhenti.
"salahku sendiri tak membawa payung. hadeh.." keluh Emi.
Dari jarak yang tak begitu jauh terlihat samar-samar seorang pria yang berusaha mendekatinya. Rasa takut pun muncul secara perlahan. Ketika Pria itu melewati lampu jalan, nampaklah dengan jelas wajah sosok misterius itu.
"Lock?!" dengan spontan Emi terkejut tak percaya.
Basah kuyup, dia berdiri di tengah jalan seraya dilanda hujan deras. Masih dengan seragam SMA, Lock menyodorkan payung yang masih tertutup yang diambilnya dari rumah sambil berkata.
"hey! kuharap kali ini kau tak membalasnya dengan kata bye." senyuman lebar sampai kedua matanya tertutup, terbit di tengah badai.
Namaku Mugi. Saat itu aku berdiri agak jauh dan bersembunyi dalam gelapnya malam. Dengan payung kecil di tangan kiriku, aku berteduh dan mengamati segala hal yang terjadi.
Namaku Mugi. Ini bukan cerita tentangku. Aku hanya menjadi saksi hidup kisah cinta dua insan yang tak ditakdirkan bersama.

YOU ARE READING
HEY BYE
RomanceLock si anak miskin yang dulunya sering dibully oleh Emi, telah menjadi sosok yang sangat berbeda. Perlahan cinta tumbuh diantara mereka namun terhambat oleh luka masa lalu