Aku sendiri sebenernya ngga suka sama teknik, dari jaman SD aku udah mendeklarasikan diri buat ngga jadi anak teknik, bukan karena aku nganggep teknik ngga cewek banget tapi karena om-omku. Mamaku anak pertama dengan jumlah saudara ada 4, 1 perempuan dan 3 lelaki, dengan sangat kebetulan ketiga lelaki adiknya mama ini pilih teknik semua dong. Omku yang pertama anak elektronika, omku yang kedua anak komputer, dan omku yang paling kecil anak mekatronika, mereka bertiga waktu kuliah hobi bikin percobaan di rumah (waktu kecil aku serumah sama mereka), aku selalu sebel ketika mereka mulai bongkar-bongkar alat sama bentang-bentang kabel, selain karena liatnya susah kesannya juga gak rapi. Aku lebih suka liat tanteku yang anak teknik busana, ketika si tante bentangin kain atau ukur-ukur baju, keliatan keren gitu lhoo, ngga kayak omku. Aku lebih sebel lagi karena omku yang kedua itu hobi manjangin rambut dan brewokan, dasarnya waktu kecil aku geli banget sama yang kayak gitu kan, juga nih si om yang ketiga hobi banget botak dan rada gaje orangnya, waktu itu aku cuma mikir "ya Allah apa anak teknik begini ya modelannya", semakinlah aku menguatkan diri agar jangan terjerumus masuk teknik.
Kisahku masuk ke jurusan berbau teknik berawal dari aku yang ditolak di universitas negeri. Waktu itu aku ngebet banget buat masuk jurusan pertanian, keukeh banget milih jurusan itu padahal masuk jurusan di pertanian itu jauh lebih susah dari pada masuk teknik, dan yahhh akhirnya karena aku ngga sadar ketidakmampuanku aku ditolak oleh universitas negeri. Orang tuaku yang melihat kesedihan hatiku (haeklahh bahasanya) memilih untuk mendaftarkanku ke pendidikan swasta yang kebetulan bernaung di satu yayasan dan memiliki dua institusi pendidikan. Yayasan ini memiliki satu universitas dan satu politeknik, karena sudah frustasi aku mendaftar di dua institusi ini dengan jalur tes dengan tidak banyak berharap untuk diterima apalagi yang di politekniknya. Pada akhirnya aku diterima di keduanya, di universitas aku diterima di fakultas pendidikan sedangkan di politeknik aku masuk program studi yang aku sendiri ngga tau besok bakal ngapain (saat itu lho ya). Aku galau dong ya mau ambil yang mana, mau yang di universitas atau mau yang di politeknik, si Papa dong ngomong gini, "Kamu kalo jadi guru mau jadi wiyatabakti berapa tahun biar diangkat jadi PNS?", Papa emang masih punya pandangan ala orang tua banget yang pengin anaknya jadi PNS. Habis papa ngomong gitu aku jadi galau dong, malah ditambah si papa telpon om dan si om malah ngomong lebih menjanjikan aku kalau masuk ke politeknik, ya Lord aku galau parah waktu itu.
Pembicaraan dengan papaku ngga aku teruskan hari itu juga, aku bilang minta waktu sama mereka buat mikir dan orang tuaku setuju, mereka cuma bilang, "Pilih yang mana kamu nyaman!". Aku merenungkan plus dan minusnya kedua jurusan tersebut, mana yang baik buat aku dan terutama untuk masa depan, yang jelas yang kira-kira tidak akan jadi repotnya orang tua. Dengan pertimbangan yang "matang" aku menjatuhkan pilihanku pada politeknik, walau "cuma" D-III aku percaya Tuhan buka jalan terbaik bagiku.
Dan akhirnya dari sinilah ceritaku sebagai perawan di sarang penyamum dimulai.Note:
Ini curahan hati saya, jika kurang berkenan tolong diterima saja. Saya masih belajar, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan. ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Cewek Teknik
Short StoryHanya curahan hari seorang wanita yang terjebak di lingkungan yang memaksanya bergaul dengan banyak lelaki. Catatan penulis: Aku ini amatiran, nulis karena pengin tjurhat aja. Bakal upload cerita kalo ada idenya dan kalo emang bener-bener bisa dicer...