Malam Pertama

15.3K 393 13
                                    

#Malam_Pertama
#1

Penulis : Aning Miftakhul Janah/Sona sanjaya
Genre : Romance

“Saya terima nikah dan kawinnya Galuh Candra Kirana binti Imam Hafid dengan mas kawin uang tunai sepuluh juta rupiah dibayar tunai.”

Sah ... sahut para saksi dan tamu undangan yang hadir di acara ijab qabul sekaligus resepsi pernikahanku.

Lantunan do’a terdengar memenuhi seluruh isi ruangan.

Kini statusku sebagai gadis telah luruh, begitu juga cinta yang menggema di hati untuk mas Aryo harus ku kubur dalam-dalam karena pernikahan yang sama sekali tidak kuinginkan.

Aku dijodohkan oleh kedua orang tuaku dengan duda beranak satu, dialah Wahyu Pambudi, seorang pria berusia tiga puluh tahun yang ditinggal pergi oleh istri untuk mengejar karir sebagai dokter.

Aku dan mas Aryo punya cinta,  punya impian menuju halalnya sebuah hubungan, pernikahan. Kami merajutnya sejak satu tahun terakhir. Namun, bagai kapal yang karam ditengah lautan, kisah cinta kami kandas ketika Bapak menerima lamaran dari ibunda mas Wahyu.

Ibu beberapa kali mengusap pipiku yang basah akibat air yang terus mengalir dari sudut mata. MUA pun beberapa kali membenahi make up ku agar terlihat sempurna.

Aku berada di salah satu kamar rumah Mas Wahyu dituntun melangkah keluar menuju tempat  ijab qabul berlangsung, untuk dipertemukan dengan suamiku.

Dalam pertemuan, ku kecup punggung tangannya. Tangisku pecah karena hati tak kuat lagi membendung kebenaran aku telah menjadi istri dari laki-laki yang sama sekali tidak kucintai.

Perih menghujam hati, namun demi orang tua, aku harus menjalani pernikahan ini. Prosesi demi prosesi kami lewati. Mas Wahyu tampak tenang, walau gurat wajah sedikit menunjukkan kemurungan. Entah mengapa aku tak tahu.

Resepsi megah telah digelar. Ribuan tamu undangan dari teman bapak dan Ibu mertua serta teman-teman Mas Wahyu turut memberi do’a restu.

Hingga semuanya selesai, orang tua dan keluargaku kembali ke rumah. Aku ditinggalkan untuk membaur dengan keluarga baruku. Sekarang, inilah rumah ku. Inilah keluargaku, yang harus kuterima.

Dalam sudut ruang pengantin yang berukuran enam kali enam meter, tampak ranjang yang dihias indah dengan kelambu berwarna merah muda dan ungu serta bunga yang merambat di setiap sisi. Entah bunga apa aku tak tahu, yang jelas cantik sekali.

Ribuan kelopak bunga mawar turut mempercantik ranjang berseprai putih itu. Dan aroma bunga sedap malam menyeruak, menambah suasana kesakralan ruang  pengantin.

Lima belas menit sudah kami berada di dalam, aku hanya duduk di tepi ranjang. Dia duduk di kursi depan meja rias, meletakkan kedua siku diatas lutut masing-masing dengan dua jemari menyatu. Dia tampak memikirkan sesuatu.

Aku hanya diam dan menunduk, tak tahu harus bicara apa. Ingin mengajak bicara tapi tak tahu harus dari mana. Hening dan bisu, hanya suara jarum jam yang terdengar teratur.

“Satu bulan lagi aku akan menceraikan mu. Karena itu jangan baik dengan anakku, agar ketika kamu pergi dia tidak menangis dan merasa kehilanganmu.” katanya pelan tapi penuh keangkuhan.

Deg, tak hanya petir yang menyambar, bahkan ribuan panah menancap di jantungku. Tubuh seperti dihantam gada hingga setiap persendian terasa remuk. Aku yang telah mengorbankan cinta, dengan mudahnya dia bilang akan menceraikanku?

Siapa sebenarnya orang yang sedang kuhadapi. Semua orang memandangnya baik, bijaksana, dan bertanggung jawab. Bahkan Bapak menerimanya karena mempunyai hutang Budi.

Marah, kesal dan kecewa melebur menjadi satu meletup-letup hingga ke dasar hati karena aku merasa dipermainkan. Air tak mampu lagi kubendung, kini mengalir deras dari sudut mata.

“Apa maksudmu, Mas? Jika ingin menceraikanku satu bulan lagi, lalu mengapa tadi mengucapkan ijab Qabul?”

Bersambung...

Malam PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang