Yasmin menyesap es kopinya hingga tersisa setengah gelas. Baksonya sudah habis, dan yang ia lakukan setelahnya, hanya mendengarkan obrolan Dara kali ini. Sesungguhnya, dari tadi, dia tidak terlalu menyimak apa yang Dara bicarakan. Karena keadaan perutnya sudah tidak bisa diganggu-gugat. Menjalani pelajaran Biologi dengan Bu Indri tercinta memang selalu membuat dirinya lapar.
"Trus, akhirnya gue cuma gini," Dara memperagakan, kedua tangannya ia gerakan seperti sedang memegang stang motor. Wajahnya berubah memelas. "Maaf pak, mobil depan saya ngerem mendadak."
Tawa mereka meledak bersamaan, tanpa terkecuali Yasmin. Kadang, mendengar cerita-cerita Dara, membuat mereka senang. Karena, Dara selalu berekspresi di sana.
"Bapaknya akhirnya diem, nggak jadi marah. Dari mukanya sih gitu." Dara tampak menggebu-gebu. "Trus abis itu gue cabut."
Tawa Arum mereda setelah menyadari sesuatu. "Lo nggak bantuin bapaknya?! Jatuh kan tadi lo ngomongnya?"
Dara mengangguk. "Dari pada makin ribet, gue juga lagi ngebut ngejar waktu upacara kan."
"Gila sih," ujar Yuri dan Yasmin hampir bersamaan.
Mereka bertiga sudah hafal betul sifat Dara yang ceroboh sekaligus pemikirannya pendek. Maksudnya, Dara itu tipe orang yang tidak suka berpikir panjang. Padahal, hal itu bisa saja membuat rugi dirinya sendiri. Contoh saja kasus ini, kalau saja mereka bertiga yang mengalami, pasti mereka akan membantu bapak yang jatuh, sampai bapak tersebut benar-benar memaafkannya, paling tidak sampai mereka merasa lega sudah menolong dan merasa tidak akan membuat rasa bersalah yang berlarut-larut.
"Lo nggak ada rasa bersalah gitu ninggalin bapak-bapaknya?"
Dara tampak berpikir. "Dikit sih, soalnya kan gue nggak sepenuhnya salah. Maksud nggak sih? Rasain deh coba, bayangin kalau kalian di posisi gue." Dara tampak serius. "Kalau mobil di depan gue nggak ngerem mendadak, kejadian itu nggak bakal terjadi, kan?" dia menjeda. "Emang kesannya jahat banget sih, gue langsung ninggalin bapaknya tanpa rasa bersalah. Tapi, guenya emang gitu. Kurang berperasaan mungkin, ya?"
"Baru nyadar?" ujar Yuri tiba-tiba.
Sumpah, rasanya Dara ingin menampar pipi mulus Yuri secara Tiba-tiba.
"Eh tapi BTW, tumben lo bawa motor. Nggak bonceng Randi emang?"
***
Dara hampir terlelap ketika bel ganti pelajaran berbunyi. Bu Indri selaku guru Biologi menutup kelas sebelum keluar membawa setumpuk buku dan laptop hitamnya.
"Jadi, Randi gimana?"
Dara memangku tangan, masih dengan sisa kantuknya. "Nggak tau, deh. Belum baca Whatsapp gue kayaknya."
"Mau ke toilet nggak nih? Mumpung Pak Bambang belum masuk."
"Sekalian deh, mau ngembaliin bukunya Yasmin juga gue,"
Arum mengangguk, dia berdiri dahulu, menunggu Dara yang memang duduk di dekat tembok keluar melalui bangkunya.
"Mam, izin toilet."
"Iye."
Mereka berdua akhirnya keluar, yang satu terlihat masih suntuk, beberapa kali mengusap dengan salah satu tangannya yang kosong. Yang satu, terlihat santai dengan dua tangan ia masukan ke rok osisnya, tak ada rasa kantuk yang terlihat di air wajahnya.