2018, not bent, we broke

300 51 8
                                    

Dari Siyeon,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari Siyeon,

_______________

Park Siyeon tersenyum miris. Lagi-lagi pikiran itu datang lagi. Tentang kekasihnya yang mungkin akan meninggalkannya. Antara rela dan tak rela, rasanya.

Sedari awal, bukan dia yang utama. Ia tahu. Sedari awal, bukan dia yang singgah di hati Dodo. Ia tahu. Sedari awal memang bukan dia. Siyeon tahu.

Jauh dihatinya, Jeon Doyum adalah sosok istimewa dengan segala hal yang ia miliki. Kalau tidak, mengapa Siyeon tertarik untuk mengencani adik kelasnya sendiri?

Seharusnya sedari awal dia pun sadar. Jikalau Jeon Doyum bukan untuknya, mengapa ia pinjam dari seseorang yang lebih membutuhkan lelaki itu?

Ada yang salah dengan adik kelasnya yang merupakan sahabat dekat Dodo. Bang Naeun dan cerita hidupnya. Juga, ada yang salah dengan perasaan Dodo untuknya.

Semuanya salah. Bagai tiap-tiap lembar halaman yang berantakan dari jilidnya. Namun, dipasang ulang tak beratur. Dari awal mereka tidak punya keselarasan. Siyeon akhirnya harus mengakui jauh di dalam hatinya.

Mata Siyeon beralih pada seorang pemuda yang berjalan terburu-buru ke arahnya. Wajah lelaki itu nampak sumringah di matanya. Dibalas dengan senyuman selembut kapas miliknya.

Lelaki itu segera menata duduknya di hadapan Siyeon sembari mengatur napasnya yang memburu. "Maaf telat. Tadi Nana minta diantar ke tempat les," ujarnya.

Keringat mengucur dari kedua sisi pelipisnya. Membasahi tiap-tiap inci bagian dari rahang dan lehernya. Ingin rasanya Siyeon mengusap lelah lelaki itu dengan jemarinya. Tapi rasanya sudah tak pantas.

"Selain aku, kamu juga mau ngomong sesuatu?" tanya Siyeon lembut. Jemarinya bermain dengan bibir cangkir kopinya, sembari menutup gugup dan resah.

Jeon Doyum mengangguk cepat. Disertai dengan senyumannya yang merekah. "Aku bakal jadi maba FK!"

Siyeon tersenyum. Dalam hati ikut senang, kekasihnya menemukan jalannya menuju cita-cita. "Selamat! Kita jadi operasi bareng, dong, nanti?" gurau Siyeon.

Doyum mengangguk sambil terkekeh. "Iya, nih. Tapi kalau operasi bareng, kan gak bisa pacaran." Dia tertawa kecil sembari menatap Siyeon.

Siyeon ikut masuk ke dalam sisi humoris Doyum. "Ya, jangan, dong," balas Siyeon. "Berarti kamu lolos jalur undangan, dong, ya? Terus, Naeun gimana?"

"Iya, lulus. Kalau Nana- dia harus ikut ujian tulis. Makanya rajin ke tempat les," jawab Doyum. Selanjutnya, dia menimbang-nimbang sesuatu.

"Kenapa?" Siyeon menginterupsi. "Ada masalah lain?"

"Ah, itu. Ada berita buruk."
"Aku-"

Doyum menggaruk tengkuknya. Bibirnya sulit untuk berkata. Sampai senyum indah Siyeon lagi-lagi menenangkannya.

"Bilang aja."

"Aku-"
"Gagal masuk UI. Maaf."

Siyeon tersenyum lembut. Ia mengeratkan almameter kuningnya. Angin sore ini begitu mengusik tubuhnya. "Kenapa minta maaf? Mau universitas manapun, itu bagus. Kamu jadi mahasiswa kedokteran, itu udah hebat!" bilang Siyeon. "Emang kampus mana?"

"Airlangga di Surabaya."
"Aku mau masuk UI. Cuma peluangnya kecil. Dan mentor aku kasih saran untuk pilih universitas itu aja."

"Gak apa-apa, Yum. Yang penting ujungnya kamu sukses. Kan, suatu saat nanti aku bangga. Pernah pacaran sama sesama dokter. Hehe," gurau Siyeon.

Doyum ikut terkekeh. Dalam hati merasakan suatu keganjilan dari ucapan Siyeon. Hatinya agak mencelus. Tapi segera ia tutupi.

Pernah?

"Oh, iya. Kamu jangan lupa ajarin Naeun. Biar dia bisa masuk kampus yang sama kayak kamu. Biar kamu ada temennya. Kalau gak ada yang ngawasin, nanti kamu jadi anak bandel." Siyeon tertawa sembari mencubit pelan satu sisi pipi Doyum.

"Dih, kapan aku bandel? Enggak, ya!" Doyum melepaskan jemari Siyeon dari pipinya. "Kalau aku keluar kota, kita LDR, dong?"

Siyeon menyembunyikan helaan napasnya yang berat. Ia terkekeh miris. "Kamu bisa tanpa aku. Tapi enggak kalau tanpa Naeun."

Jeon Doyum terhenyak. Ia menegakkan punggungnya, dan terheran dengan perkataan Siyeon. Dahinya mengernyit bingung. Ada yang salah dari gadis ini. "Kok, kamu ngomongnya gitu?"

Siyeon menatap lekat iris hitam pekat Jeon Doyum yang juga menatapnya. Tangan kanannya menggenggam tangan kiri Doyum dengan hangat. Lantas tersenyum hangat. "Doyum, kamu suka Naeun. Kenapa terus menyangkal hal itu?"

Tatapan Doyum berubah. Wajahnya makin kebingungan. Tangannya melepas hangatnya telapak tangan Siyeon. "Apa, sih? Kamu salah paham? Nana cuma temen aku dari kecil!" Doyum akhirnya buka mulut.

Sambil menunduk, lagi-lagi gadis itu tersenyum miris. Kemudian menatap mata pemuda di hadapannya lagi.

"Aku gak selingkuh," bilang Doyum terus terang.

"Aku tau kamu gak akan begitu. Bukan hal itu yang mau aku selesaikan."

"Terus apa?" tanya Doyum dengan hatinya yang sedikit betantakan. Ia menatap Park Siyeon dengan tak percaya bahwa gadis itu akan membahas hal seperti itu.

Siyeon terdiam. Lantas perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Doyum. Tiap tiap gerakan diberi waktu. Ia membiarkan pemuda itu memutuskan. Sampai akhirnya ia merasakan deru nafas pemuda yang hampir setahun ini menjadi kekasihnya.

Mata Doyum tak kunjung terpejam dan tak juga menanti bibir Siyeon menyambut. Ia malah memalingkan wajahnya ke samping. Matanya tidak mengacuhkan Siyeon yang hampir menciumnya. "It's not a right time for a kiss."

Siyeon kembali pada duduknya. Ia tersenyum miris kesekian kalinya. "Itu alasannya."

Dodo kembali menatap Siyeon. Tambah bingung dengan kekasihnya.

"You wont let me kiss you, 'cause you dont like to kiss any girl that you dont want to kiss her back," tambah Siyeon.

"Kamu salah paham cuma karena aku gak mau cium kamu?" Doyum mengusap kasar wajahnya. "Astaga, Park Siyeon!"

"Yum, aku sadar. Dari awal hubungan kita memang bukan hal yang seharusnya."
"Aku, dan kamu-"
"Masing-masing dari kita bukan orang yang tepat."

Siyeon berdiri dan menyampirkan tasnya di bahu. "Semoga kamu juga paham." Lantas kakinya membawa tubuhnya pergi dengan indahnya.

Jeon Doyum membuang napas kasar. Rahangnya mengeras. Otaknya belum bisa mencerna tiap ucapan kekasihnya dengan baik. Hatinya berantakan, dan masih belum bisa menerima hal yang ia dengar.

"Sial."

Aku dan kamu hanyalah batang mawar yang disambung pada batang melati. Sedari awal kita adalah ketidakmungkinan yang dipaksakan. Perekat yang menyatukan kita pun sewaktu bisa tak lagi lekat. Bisa karena hujan, angin, pun hal yang lainnya. Pada akhirnya, benar kita patah.

Jadi, atas keterpaksaan ini-

aku minta maaf.

_______________

untuk Dodo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 Home; Jeon DoyumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang