Langit, Angkasa, Semesta

8 0 0
                                    

Bagian I

[LANGIT, ANGKASA DAN SEMESTA]


Sahabat ?, teman dekat?. Entahlah itu hanyalah sebutan yang biasa orang-orang sematkan untuk kita berdua. gue Angkasa dan Langit senja. Kisah kami bukan seperti animasi jepang yang bersahabat sejak kecil hingga tumbuh bersama dalam kenangan indah. Kami punya jalan cerita kami sendiri yang membuat akhirnya gue terperangkap dalam gelapnya seorang Angkasa.

-

Mata tajam itu semakin menyipit saat sebuah cahaya terlalu menerangi penglihatannya. Angkasa menarik tubuh Langit semakin erat. Darah didahi Angkasa tidak ia sadari. Bagi Angkasa saat itu bagaimana Langit bisa tetap hidup.

"ngit, sabar, kamu harus kuat. . kita nggak akan terluka lagi. .kita bebas Langit, kita bebas. ." bisik Angkasa pada Angit yang pingsan didalam pelukannya.

Cahaya itu berhenti tepat didepan wajah Angkasa dengan suara berdenyit yang sangat kuat. Cahaya tersebut padam bersamaan dengan pintu kemudi terbuka. Seorang laki-laki setengah baya mengenakan kaus oblong dan handuk kecil dileher, berlari tergopoh-gopoh kearah Angkasa.

"haduh. . hampir saja bapak menabrak kalian. ." ujar bapak tersebut sambil bergeleng-geleng kepala.

Angksa bernafas lega. Seketika ia merasakan tubuhnya melemah, nafasnya yang sebelumnya berderu cepat menjadi lambat, pelukannya pada Angit pun terlepas.

"tolong. ." kata Angkasa sebelum tubuhnya lunglai dan pingsan.

Bapak tersebut terkejut, ditangkapnya tubuh Angkasa dan Angit sebelum kedua anak berumur 7 tahun itu terjebab diatas tanah.

-

"Sa, ini bekal lo. ." Angit meletakkan sebuah tempat makan didepan Angkasa yang sedang tidur terlentang dengan damai di kursi kelas yang ia jejer menjadi 3 deret rapi.

"Bisa nggak sih lo jangan jadi hantu yang datang nggak di jemput terus tiba-tiba ilang. Gue bangun tidur elo udah nggak ada, gue tidur lo belum pulang. ." tambah Angit dengan kedua tangan melipat didada dan bersandar pada salah satu meja disamping Angkasa.

"kok jenis hantunya jadi spesifik gitu ?" jawab Angkasa tanpa membuka matanya.

Angit mendengus kesal, "Lo itu ya ?! selalu aja becanda, bapak itu cemas sama elo."

Angit menyerah ketika lawan bicara nya justru tidak lagi merespon. Percuma memarahi Angkasa, paling masuk kuping kanan terus mampet keluar jadi kentut. Angit berbalik hendak kembali ke kelas nya sendiri, ketika melihat sekelompok anak laki-laki sedang saling bercanda dengan sambil memukul dengan sapu dan kain pel.

Pemandangan tersebut memang pemandangan biasa. Mengingat guru belum masuk kelas, gelak tawa dari siswa lain membuat semarak atraksi aksi pukul tersebut. Tapi tidak bagi Angit, gadis itu memucat. Nafas Angit tercegat. Tangannya mengepal keras, buku-buku jarinya memutih. Tubuh Angit mematung kaku.

Tiba-tiba telapak tangan besar Angkasa, menutupi mata Angit dengan tangan yang satunya lagi menarik tubuh gadis itu, membawa Angit kedalam pelukan Angkasa.

"HEH!!, BERHENTI LO SEMUA. .!!!" Teriakan Angkasa mengelegar ke seantero kelas. Hingga mungkin bisa terdengar sampai koRidor.

Seketika seluruh mata menatap kearah Angkasa. Angkasa membalas dengan tatapan tajam yang menusuk ke semua mata yang terarah padanya. Dengan wajah galak Angkasa menggerakkan dagu nya kearah atas pada kelompok aksi pukul. Memerintahkan mereka untuk meletakkan alat tanpa suara.

To My UniverseWhere stories live. Discover now