2. Bahasa Indonesia

269 27 3
                                    


Aku bersumpah; tidak ada perempuan lain yang aku puja, selain dirimu.

Highschool!AU

Ia cantik sejak lahir dan jago main cello. Aku dan Historia mempunyai perbedaan bagai langit dan bumi. Perempuan itu sangat suka musik klasik, sedangkan aku adalah vokalis sekaligus gitaris band punk/rock 'n roll. Setiap kami berjalan melewati koridor sekolah, orang-orang selalu mengejekku dan Historia: Ratu dan Tukang Kebun. Tentu saja aku marah dan membalas cibiran mereka dengan umpatan serta sumpah serapah. Sedangkan Historia, ia hanya tersenyum masam sambil menggenggam jemariku. Ia tak peduli dunia menghardik kami berdua.

Hampir setiap laki-laki di sekolah atau mungkin di jalanan akan berlomba-lomba menukar apa saja milik mereka demi bisa berkencan dengan Historia. Karena dia sempurna, bahkan dia terlihat semakin sempurna saat menjadi kekasihku. Tak heran akulah yang banyak memiliki pembenci dibanding dirinya. Aku enggak punya cahaya buat bersinar, tapi Historia punya, pikirku. Dia seperti emas di antara jelaga. Juga bintang yang paling terang segalaksi Milky Way. Dan aku adalah materi gelap yang membuatnya semakin benderang.

Tak terasa kami sudah melewati dua tahun bersama. Tahun ini merupakan semester akhir. Itu artinya kami akan fokus ke jenjang perkuliahan. Aku belum memikirkan masalah pendidikan. Mungkin aku akan kuliah di Boston atau Harvard, tapi itu semua tak mungkin terjadi padaku. Karena selain bodoh, aku punya impian yang besar bersama bandku. Kami ingin lebih serius dan fokus setelah menjalani kontrak dengan label indie. Oleh sebab itu, aku tak tertarik dengan perkuliahan.

"Eren, mereka meminta bantuanku untuk main cello saat pesta dansa nanti. Bagaimana menurutmu?" Ia memandang wajahku dan kaus kakinya bergantian. Beberapa kali. Seolah kaus kaki itu juga bernama Eren.

"Mereka? Siapa?" Dahiku mengernyit dan merasa bingung, entah karena pertanyaan yang dia ucapkan atau caranya mengamati kaus kaki. Kami sedang duduk di lantai kamar dan bersandar di tempat tidurku.

"Mereka itu panitia pesta dansa, Eren." Historia mendengkus. "Kau tidak mendengarku saat berbicara barusan."

"Sorry." Aku menoleh dan memandang wajahnya penuh sesal. "Kenapa mereka enggak minta tolong sama bandku?" lanjutku dengan nada santai.

Historia terkekeh. Wajahnya samar-samar terlihat kemerahan seperti kulit apel. Aku merasa heran dengan tingkahnya hari ini. "Oh, Eren. Kau tahu itu tidak mungkin." Ia menggeleng. Dan aku seperti ditusuk pedang tepat dijantungku. Aku mereasa diremehkan oleh perempuan cantik ini.

"Bandku bisa genre ballad," protesku. "Hanya saja kalian belum pernah mendengarnya."

"Tapi kau cocok dengan gayamu." Historia menyandarkan kepalanya di bahuku. Mengusap dadaku dengan lembut. "Kau lebih cocok 'berteriak' saat bernyanyi. Aku suka itu, Eren."

Tubuh kami semakin lama semakin merekat. Aku memeluk tubuh Historia dan mengecup bibirnya sekilas. Ada sensasi buah-buahan yang membuatku menjadi kecanduan. Mungkin ini karena lipsgloss yang Historia oleskan di bibir mungilnya. Begitu menggoda untuk kukecup lagi dan lagi. Aku ketagihan.

"Jadi, kau bakal main cello?" Aku menahan bibirku sebelum memangsanya lagi. Kurasakan ia mengangguk dan memelukku semakin erat. "Kalau kau main cello, dengan siapa aku akan berdansa?" bisikku tepat di lubang telinganya. Tanganku tak sadar memainkan ujung rambut Historia. Lembut dan pirang.

Historia melepas pelukanku dan memandang lekat-lekat kedua mataku. Wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu dan beberapa kali menggigit bibir bawah. Aku tak kuasa menahan diri untuk menciumnya lagi. Kali ini, ia membalas ciumanku. Hingga beberapa detik kami lupa dengan topik obrolan sebelum ciuman ini dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Without You, Rainbow is ColorlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang