[7] fajar harapan

1.5K 328 34
                                    

Acara hari ini telah selesai. Semua perlengkapan telah dibereskan, dan mereka semua telah meninggalkan venue dalam keadaan bersih. Hanya tinggal mengangkut kembali seluruh alat dan perlengkapan yang masih tersimpan rapi di sana.


Langit sudah gelap. Malam pun semakin dingin. Bahkan sekarang pun sudah hampir pagi. Tapi, bukan berarti mereka yang bekerja keras hari ini langsung pulang ke rumah masing-masing atau malah ke kantor untuk melanjutkan menyelesaikan pekerjaan yang lain.

Bersantai adalah hal rutin yang wajib dilakukan setelah beberapa hari bekerja keras tanpa henti. Walaupun bukan bersantai dalam artian berlibur ke suatu tempat dan menghabiskan hari, cukup dengan ngopi dan mengobrol, sepertinya sudah cukup untuk membuat mereka semua rileks.


Bahkan Doyoung, yang notabenya bukan karyawan tetap di Planable pun ditarik untuk ikut bersama mereka. Padahal setelah acara selesai, Doyoung langsung buru-buru membereskan segala perlengkapannya, menuju parkiran, pulang ke rumah dan cepat-cepat bertemu kasur kesayangannya.

Tapi, ban motor yang bocor itu sepertinya memang pertanda, jika Doyoung akan menjadi lebih lama bertahan dengan dengan orang-orang di Planable.

Iya, walaupun selama ini tidak jarang Doyoung bekerja sama dengan mereka, tapi bukan berarti Doyoung mengenal mereka secara dekat. Mengerti, kan, bagaimana Doyoung selalu menghindar untuk berinteraksi dengan orang lain? Jika sudah begitu, siapa juga yang mau susah payah untuk lebih akrab dengannya.


Tapi sekarang, dia ada di sini bersama mereka semua. Duduk di kursi paling ujung, bersebelahan dengan Seongwoo. Walaupun tak banyak bicara, tapi ia tetap bisa menikmati waktu ini. Ikut tersenyum jika ada candaan. Bahkan sesekali membalas walaupun itu reflek.

Dan, ia rasa, orang-orang ini cukup menyenangkan.


"Eh, Doy, katanya lo sama Jennie temenan ya waktu kuliah dulu? Kok gak akrab, sih?" Tanya Changkyun tiba-tiba.

"Gimana akrab," Zuho ikut menyahut, "Lagi sebelahan aja gak ngobrol sama sekali."

"Beneran temenan apa enggak, sih?"

Jennie langsung menganggukkan kepalanya, "Cuma sejurusan aja, gak pernah satu kelas juga."

"Ya seenggaknya, kan, ngobrol apa gitu, canggung banget tau kalian." Sahut Seola lagi.

"Udah ah, kenapa jadi ngebahas gue sama Doyoung, sih." Jennie mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, "Gue sama Doyoung biasa-biasa aja kali."

Bahkan Doyoung di sana, sama sekali tak menanggapi apa pun.


Sampai jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. Sepertinya sudah saatnya mereka mengakhiri kebersamaan pagi ini. Karena mereka juga butuh istirahat, sebelum kembali bekerja esok hari.

Ya, setelah satu acara, Planable selalu memberikan satu hari penuh waktu libur untuk semua karyawannya.


Dan saat satu per satunya sudah pulang dengan kendaraan masing-masing, kendaraan umum, atau pun dijemput. Suasana lobi cafe tempat mereka berkumpul tadi semakin sepi. Hanya meninggalkan beberapa orang yang masih di sana.

Seongwoo yang sedang mengobrol dengan Doyoung, menunggu ban motornya selesai ditambal. Seunghee yang masih menunggu jemputan. Dan Jennie pun begitu.


Tapi, sampai Seunghee pamit pulang, pesan Jennie yang meminta untuk dijemput oleh seseorang di sana, tak kunjung mendapat balasan.

Entah karena ketiduran atau apa, tapi beberapa waktu yang lalu pun, dia yang di sana masih membalas pesan Jennie, dan berjanji akan menjemputnya jika kegiatannya telah selesai.

Nyatanya, nama Kai sama sekali tak muncul untuk menanggapi panggilannya.


Bahkan sampai orang terakhir yang berada di sana benar-benar minta maaf pada Jennie karena meninggalkan seorang gadis menunggu sendirian di sana.

"Gapapa, Bang Seongwoo pulang aja. Yang jemput udah deket kok."

Padahal, keberadaannya pun Jennie tak tau di mana.


"Belum pulang?"

Jennie yang sampai terduduk di tangga lobi cafe, langsung menengadahkan kepalanya, menatap seseorang yang bicara padanya.

Doyoung, dengan motornya yang baru saja selesai dibetulkan.


"Belum dijemput."

Doyoung diam. Begitu juga dengan Jennie yang kembali menundukkan kepalanya.


"Ayo."

"Apa?"

"Pulang. Gue anter."

Sebuah helm kini sudah terulur di depan Jennie. Helm bogo berwarna cokelat yang senada dengan helm yang kini dikenakan Doyoung.


"Gak usah. Bentar lagi juga dateng kok."

Tapi uluran helm itu tetap berada di sana, "Siapa juga yang mau jemput lo subuh-subuh gini, dia juga punya-"

Ucapan Doyoung langsung terputus ketika Jennie tiba-tiba menatapnya.


Tidak seharusnya Doyoung mengatakan itu. Dan bukan kapasitasnya juga untuk mengatakan hal itu. Karena itu sama sekali bukan urusannya.


"Ayo." Hanya itu yang diucapkan Doyoung lagi.


Dan pada akhirnya, Jennie menyambut uluran helm itu. Menerima tawaran Doyoung.


Mungkin, seseorang yang ia tunggu, masih ada di rumahnya sekarang.


Jennie mengerti apa yang akan dikatakan Doyoung. Mana mungkin Kai mau menjemputnya pagi buta seperti ini, ketika dia juga punya istri sebagai rumahnya sekarang.




rewrite the stars

rewrite the stars― doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang