7. Jingga Kekuningan (RaKen)

126 13 2
                                    


Genre: Slice of Life
Rating: agak anu tapi tyda anu/? kok h3h3
A/N: Inspired from a manga (lupa judul ajdhjdksl pls do tell me if u kno). Ken 17 tahun, Ravi 27 tahun.

***

Kim Wonshik, pria 27 tahun yang sedang patah hati menemui perang batin yang membuatnya gusar di bawah langit jingga kekuningan ini.

Tak jauh dari pandangannya, seorang remaja berparas cantik yang mengenakan seragam siswa SMA sedang menekuk lutut sembari memeluknya. Tidak bergerak dan terlihat nyaris tidak bernapas, hanya menatap lurus ke depan seolah tembok di seberangnya jauh lebih menarik.

"Hei nak, ini sudah menjelang malam. Apa yang anak SMA lakukan disini?"

Anak itu mendongak, menatap langsung ke arah Wonshik.

"Tak ada. Hanya menunggu siapapun yang sudi menjadi tempat tinggal baruku."

Wonshik mengernyit, "Kau kabur atau semacamnya? Tidakkah orang tuamu khawatir?"

"Tidak mungkin..." gumamnya, "Hei Paman, boleh aku tinggal denganmu?"

Apa katanya?

"Pertama, aku tidak cukup tua untuk dipanggil 'Paman'. Kedua, tidak, aku tidak mau dikira penculik bocah labil sepertimu. Siapa yang tahu apa yang akan kau lakukan padaku nanti?"

Anak itu menghela napas, "Benar juga...siapa yang bakal percaya bocah sepertiku..."

"Nah, sepertinya kau cukup pintar. Jadi kembalilah--"

"Aku tahu," potongnya, "Biarkan aku tinggal denganmu, sebagai gantinya kau boleh melakukan apapun padaku."

"Kau tuli? Tidak ya tidak, lagipula aku punya masalah lain dan aku tidak punya waktu untuk berdebat denganmu."

Ia mengerucutkan bibirnya, "Masalah seusia Paman paling-paling soal pekerjaan atau soal percintaan--ditolak gadis pujaan hati, misalnya."

Jleb.

Anak itu sama sekali tidak sadar bahwa ia baru saja menginjak telak mental Wonshik hingga terpuruk. Kenapa ia mengingatkan Wonshik tentang insiden patah hatinya?

Sialan, dia pasti kelihatan ngenes sekali di hadapannya.

"Hei, hei Paman. Namaku Lee Jaehwan. Namamu?"

"...Kim Wonshik--" tunggu, kenapa juga ia membalas pertanyaan si bocah!?

Sementara Jaehwan menganggukkan kepalanya singkat sembari merapalkan nama orang asing yang ia sebut 'Paman' itu.

"Mm-hm, nama yang bagus. Nah karena sekarang kita sudah saling mengenal satu sama lain, ayo kita pulang ke rumah Paman."

***

Wonshik tahu idenya untuk membiarkan Jaehwan menginvasi rumahnya merupakan tindakan paling sinting dan tidak masuk akal yang pernah ia lakukan.

"Hooh, tempat yang nyaman untuk bujangan seperti Paman."

"Sudah kubilang berhenti memanggilku 'Paman'." Wonshik mengerang frustrasi, "Dan karena aku tidak punya futon, tidurlah di sofa--"

GRAB

Jantung Wonshik seakan berhenti berdetak kala Jaehwan memeluknya dari belakang dengan erat.

"Hei Paman,"

"A-Apa? Kau mau protes karena kusuruh tidur di sofa?"

Jaehwan tersenyum simpul sembari menggeleng singkat. Satu tangannya ia arahkan ke kancing seragam untuk kemudian ia buka tiga kancing teratasnya.

"Kau tidak ingin melakukan sesuatu denganku?"

Demi Tuhan semua agama dan kepercayaan, Wonshik bukanlah pria cabul. Dia sedang patah hati, mana sempat memikirkan urusan lain--urusan selangkangan, misalnya.

"...Lepaskan sebelum aku menendangmu keluar."

Nampaknya Jaehwan tidak menyangka dengan respon dari Wonshik. Ia pun menurut, kemudian menatap Wonshik dengan tatapan penuh pertanyaan.

"...Kenapa?"

" 'Kenapa' apanya?"

"Kenapa menolakku? Apakah wajahku bukan tipe Paman?"

Wonshik menaikkan satu alisnya, "Ya, itu salah satunya. Kedua, aku masih suka wanita, bukannya bocah laki-laki labil sepertimu."

Jaehwan tertegun sesaat, kemudian ia menundukkan kepalanya.

"Kenapa? Padahal kukira Paman sama seperti orang pada umumnya yang meminta imbalan." gumam Jaehwan.

Wonshik menghela napas panjang sembari menggaruk leher belakangnya, "Dengar, tidak semua orang datang ke kehidupanmu untuk menyakitimu."

Jaehwan mengangkat kepalanya, menatap Wonshik dengan netra membulat. Tidak menyangka akan jawaban yang pria itu lontarkan.

"T-tapi...tolong biarkan aku membalas kebaikan Paman karena sudah mau menampungku!"

Bocah yang keras kepala, batin Wonshik.

"...masak."

"Huh?"

"Masak. Buatkan aku masakan rumah--apapun itu. Aku mulai bosan dengan makanan convenient store."

Jaehwan menganggukkan kepalanya, "Eung! Akan kubuatkan masakan untuk Paman setiap hari! Aku juga akan mencari kerja untuk membeli keperluanku!"

Tunggu, memangnya dia mau tinggal berapa lama?

Ah, tapi ada yang membuatkannya makanan saja sudah cukup. Setidaknya untuk urusan perut, dia tidak perlu khawatir sementara ini.

FIN

Halcyon Days IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang