Unfold

89 13 102
                                    

Disclaimer :  Bacanya jangan pas puasa ya😘 5K kata lebih, nih. Siapin kantong plastik kalo-kalo mau muntah😘 There's always harsh words. Also this chapter contains some mature jokes. like really-really mature jokes. so pls leave immediately if you're still underage or if you're uncomfortable with mature thingy. thanks. xo.

Slide mulmed! I attached a soundsoul for a better reading experience

👽👽👽

Sebulan berlalu setelah semester baru dimulai. Kehidupan kuliah dan sehari-hari Ranna tak berubah banyak kecuali pribadinya yang sekarang sudah meyakini perihal kesungguhan Changkyun—soal hubungan mereka.

Sekarang, gadis itu sedang duduk di kursi yang ia seret ke depan besi penjaga balkon. Ia duduk memeluk lutut dengan selimut tebal yang membalut tubuhnya. Ditemani secangkir teh hangat yang beberapa menit lalu ia buat sendiri, pikiran Ranna melayang. Kebanyakan soal Changkyun.

Sebelum ini, Ranna masih bersikukuh kalau Changkyun mengencaninya hanya karena embel-embel iba. Juga karena kemiripan yang ia punya dengan cinta pertama pemuda itu. Jadi Ranna sengaja membangun sekat, benteng, serta tembok yang menjulang tinggi untuk melindungi perasaan rapuhnya. Ia melakukan itu untuk pertahanan diri. Ia melakukan itu agar tak jatuh terlalu jauh ke dalam harap kalau Changkyun memang benar-benar menyukainya.

Ranna tentu sadar diri. Ia bukan gadis baik yang pantas bersanding dengan seseorang seperti Changkyun. Karena itu, selama ini ia bersikap apatis dan tak mau terlalu banyak menaruh hati. Ranna hanya tak ingin jatuh terpuruk lagi, untuk yang ke sekian kali.

Gadis ini punya banyak sekali riwayat buruk soal laki-laki selama hidupnya. Mulai dari ayah kandung yang mencampakkan ia sejak masih bayi, ayah tiri yang brengsek dan suka menganiaya, sampai cinta pertamanya yang brengsek dan berkelakuan seperti titisan iblis.

Sebelum ibunya menjalin hubungan serius dan akhirnya menikah dengan Tuan La Rue, Ranna berpikir kalau semua laki-laki sama saja. Merepotkan, tidak berguna, dan hanya suka memperdaya perempuan yang notabene lemah dan tak punya daya upaya untuk melawan kaum mereka. Selama itu, Ranna memantapkan diri untuk tidak akan menyukai laki-laki.

Bukannya ia lebih memilih untuk mengasingkan diri dari masyarakat dan beralih untuk menyukai sesama jenis. Tidak, tidak begitu. Ranna hanya terlalu lelah karena terus-terusan disakiti. Selama itu, Ranna bersumpah untuk tidak akan menjalin hubungan. Ia bahkan tak memiliki pikiran untuk menikah. Bukan tak ingin, bukan. Lagi-lagi, ia hanya tak mau tersakiti, untuk yang ke sekian kali.

Hal itu melingkupi diri Ranna dan memenuhi pikirannya kira-kira sampai kelas tiga di sekolah menengah atas. Setelahnya, ada beberapa lubang kecil yang menembus segala pertahanan dan keteguhan yang ia buat. Pertama, soal Tuan La Rue yang sekarang menjadi ayahnya. Ke dua, Im Changkyun yang sekarang jadi kekasihnya.

Dulu, dulu sekali. Waktu kira-kira umur lima tahun, kalau Ranna tak salah ingat. Ia pernah tinggal di Paris selama setengah tahun. Ibunya bilang, saat itu mereka kabur karena hubungan ibunya dan Tuan La Rue tak disetujui oleh neneknya. Iya, ibu dan ayahnya yang sekarang memang sudah kenal sejak lama. Tapi, karena terhalang restu, mereka tak lantas menikah. Setelah itu, Ranna tak paham betul. Ingatannya kabur. Yang ia paham, tahu-tahu ibunya sudah menikah dengan lelaki brengsek yang tidak tahu diuntung.

Ibunya dijodohkan oleh seorang bajingan, anak dari teman dekat kakeknya. Dan sampai kira-kira umur lima belas, Ranna betulan merasa hidup seperti di neraka. Pertikaian dan penganiayaan adalah makan wajib yang harus Ranna telan. Setiap hari. Ia tumbuh jadi anak yang keras, arogan, dengan tempramental yang sulit dikendalikan.

(Un)titledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang