Chit Chat

36 5 2
                                    

"Cita-cita kurus, hobi makan, phobia olahraga. Lo kira lo dewa bisa bikin hal-hal bertolak belakang itu jalan beriringan? Lagian, itu kaki udah paha semua, tangan udah lengan semua. Tinggal badan lo aja nanti jadi pantat semua, Cha."

"Barda laknat!"

"Eh, mulutnya. Atasan nih."

"Atasan your ass, nggak sudi ngakuin lo atasan!"

"Jangan teriak mulu anjir nggak putus apa tuh leher lo."

"Leher lo yang mau gue putusin!"

"Lo kira gue ayam kurban."

"Nggak lucu. Garing. Krikdar.!"

"Gue cipok mingkem lo, Cha."

"Bogem gue udah bikin lo mati sebelum cipokan lo sampe di gue!"

"Gue kasi sekali nagih lo abis itu."

"Nggak sudi, anjir!!"

"Ngegas mulu ya Tuhan. Diliatin orang tuh kita."

"Mereka bukan liatin gue tapi liatin lo."

"Ohiya, lupa. Gue kan ganteng ya. Wajar jadi attention center."

"Mulut pede! Mereka ngeliatin lo karena lo super aneh tau!"

"Kalem gini apa anehnya. Lo kali yang aneh nggak ada ujan apalagi gerimis malah teriak macam ibu kost lupa ngangkat jemuran."

"Sethan beneran sethan lo Bar!"

"Lo temennya sethan? Kok kesannya bangga."

"Ya Tuhan Barda!!"

Nahan senyum aja susah apalagi nahan ketawa. Ya Dewa. Lihat. Lihat kelakuan dua manusia yang sialnya adalah teman-temanku itu. Ini di kawasan umum. Banyak mata yang sekarang sedang memandang pada keduanya seolah mereka adalah pasangan yang salah tempat piknik. Seharusnya kami duduk anteng seperti yang lainnya, menunggu hingga pintu theater di buka dan kami bisa masuk untuk menikmati film yang diputarkan. Bukannya malah jadi pusat perhatian karena kelakuan aneh mereka.

Tapi, akan menjadi lebih aneh lagi memang jika seorang Chanari dan Barda bisa duduk berdampingan dalam diam. Hal itu tidak akan pernah terjadi selama keduanya masih sama-sama waras karena kewarasan dalam kamus mereka adalah perseteruan tanpa alasan dan akhir yang jelas. Aku melihat teman-teman lainnya sibuk dengan aktivitas masing-masing seolah kedua sosok absurd itu bukan bagian dari kami. Untung bos besar nggak bergabung dalam hangout kali ini. Kalau iya, aku jamin mereka nggak akan berani saling teriak begitu.

Hal yang biasa menghiasi kebersamaan kami adalah pertarungan sengit antara keduanya. Meski kemudian salah satu dari keduanya menggumamkan kata maaf lalu berbaikan sejenak sebelum kembali memulai perdebatan lainnya. Aku mengernyit membayangkan bagaimana kisah yang mereka rajut ini akan berakhir. Apa mereka akan menjadi seperti tokoh dalam novel yang punya cerita perihal benci jadi cinta? Atau malah berakhir dengan cara yang lain?

Aku bukan sutradara, pun bukan penulis naskah kehidupan mereka. Aku hanya seorang kawan yang duduk diam menjadi pengamat dan secara cepat menorahkan hasil pengamatan menjadi sebuah kisah untuk dibagikan. Aku hanya menulis apa yang terjadi didepan mata, tanpa berusaha mengubah dan tetap menjalankan peran sebagaimana aku seharusnya. by the way, namaku Anya. Dan aku akan membawa kalian pada kisah nyata kehidupan mereka berdua. Entah ini akan menjadi hiburan, pelajaran, atau bacaan sebelum tidur, semuanya terserah kalian. Selamat membaca. 




Bali. 

July, 23th 2017

Carpe DiemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang