2

266 35 4
                                    

Seperti rutinitas sehari-hari So Eun, wanita itu sudah siap dengan pakaian kantornya. Biasa dia tidak harus pergi ke kantor karena ada asisten sekaligus sahabat si suami yang bisa mengatasi masalah di kantor tapi hari ini beda karena ia harus mengikuti rapat yang berhubungan dengan kepemimpinannya selama ia menjabat sebagai Presdir.

"AYAH TIDAK BISA LIHAT!" Teriakan itu menghentikan kegiatan So Eun mengoles lipstik pada bibir mungilnya.

So Eun langsung beranjak dari duduknya dan berlari kearah dapur betapa kagetnya ia saat melihat makanan yang sudah berserakan dilantai dan seragam So Bum yang kotor.

"Ada apa ini?" Tanya So Eun lembut menghampiri kedua prianya itu.

"Sayang, aku tidak sengaja menyenggol piring itu. Aku juga tidak tahu jika So Bum berada disebelah ku" jawab Kim Bum, entah sejak kehilangan penglihatannya, wibawa sebagai seorang kepala rumah tangga hilang. Bukan karena istri yang tidak menghormati tapi anak kandung yang selalu melontarkan kalimat tak patut.

"Karena ayah tidak punya mata!" Jawab So Bum kesal.

"KIM SO BUM! Jaga bicaramu! Dia ayahmu! Dimana sopan santun mu..,"

"So Eun sudah jangan dilanjutkan lagi. Ini salahku" ujar Kim Bum melerai perdebatan So Eun dan putranya. Entah Kim Bum yang terlalu sayang pada So Bum atau terlalu takut jika So Bum semakin membencinya?

So Bum berdecak kesal, ia langsung meninggalkan kedua orang tuanya untuk mengganti seragam.

So Eun menghela nafas lelah, ia menatap kim Bum yang sudah mendudukkan dirinya dengan kepala yang menunduk.

"Gwaenchana" ujar So Eun. Ia mengelus bahu lebar Kim Bum yang biasa ia gunakan untuk sandaran sejak mereka sekolah.

"Bibi" panggil So Eun pada pelayan yang ada dirumahnya.

"Iya Bu?"

"Tolong bersihkan ini. Dan buat lagi sarapan untuk kami" pita So Eun yang diangguki oleh pelayan wanita tersebut.

So Eun menarik salah satu kursi untuk berada di samping Kim Bum. So Eun menduduki kursi tersebut, menari tangan kekar kim bum dan mengelusnya pelan.

"Jangan dipikirkan..," ujar So Eun lembut. Ia tahu jika Kim Bum mencoba meredam emosinya.

"Apa sudah ada pendonor?" Tanya Kim Bum tanpa mengindahkan perkataan So Eun.

So Eun langsung menegakan kepalanya dan menatap wajah Kim Bum, "aku akan bertanya pada dokter Park"

"Aku tidak menyesal tapi aku lelah sayang" ujar Kim Bum yang mengerti dengan nada pembicaraan So Eun.

"Aku akan selalu disampingmu oppa. Itu janjiku kepadamu dan pada Tuhan" ujar So Eun, ia kembali menyakinkan suaminya tersebut.

"Dia bisa melihat dan kembali melupakan keluarga" gumam So Bum, sebenarnya sendari tadi ia belum benar-benar pergi meninggalkan kedua orang tuanya, So Bum memilih Kim Bum tidak bisa melihat agar pria yang berstatus ayahnya itu tetap dirumah apa ia egois? Ya katakan saja jika pria remaja itu egois bahkan sangat egois. Ia membenci Kim Bum yang selalu merepotkan ibunya tapi ia mengharapkan Kim Bum tetap tidak bisa melihat. Egois memang.

****

Malam hari Kim Bum dan So Eun pergi kerumah sakit untuk berkonsultasi dengan salah satu dokter kepercayaan mereka.

"Maaf tuan, Nyonya Kim. Untuk pendonor mata belum ada, tapi kami masih mengusahakan yang terbaik"

"Sudah 3 tahun lamanya kau mengatakan itu yoora" ujar Kim Bum pada dokter perempuan bernama Park Yoora.

"Donor mata berbeda Tuan Kim, saya minta maaf yang sebesar-besarnya" So Eun mengangguk maklum, ia mencoba menenangkan Kim Bum dengan mengelus lengan kekar suaminya.

"Butuh berapa lama lagi Yoora?" Tanya Kim Bum dengan suara dingin, menahan amarah yang sewaktu-waktu akan meledak entah kapan waktunya.

"Secepatnya, jika sudah ada kabar baik. Saya akan mengabari Tuan dan Nyonya" balas Yoora diiringi senyum yang ditunjuk kepada istri pasiennya itu.

"Apa sesulit itu? Banyak orang yang meninggal setiap harinya!"

"Oppa.., tenanglah"

"Maaf sekali lagi Tuan, memang benar banyak orang yang meninggal setiap harinya. Tapi tidak semua orang mau mendonorkannya Tuan. Dan Belum tentu itu cocok dengan diri Anda tuan" ujar Yoora.

"Kami mengerti dokter park, Kami akan selalu menunggu kabar baik itu dari Anda" ujar So Eun.

Setelah selesai berkonsultasi Kim Bum dan So Eun langsung pulang kerumah mereka dengan So Eun yang menyetir.

Cklek

So Eun membuka pintu kamarnya dan menuntut Kim Bum untuk duduk di ranjang.

"Sayang..,"

"Hmm?" Gumam So Eun. Ia menatap Kim Bum yang menepuk pahanya sendiri, tanpa menunggu perintah selanjutnya So Eun sudah duduk dipangkuan Kim Bum dan melingkarkan tangannya di leher si suami.

"Apa ini sangat menganggu pikiran mu?" Tanya So Eun dengan salah satu tangan yang terulur mengelus kening Kim Bum.

"Apa kau malu mempunyai suami seperti ku?" Tanya Kim Bum yang membuat pergerakan tangan So Eun terhenti dan berpindah melingkar tangannya, memasukkan kepalanya dicuruk leher Kim Bum. Menghirup wangi tubuh kim Bum cukup lama.

"Tidak. Aku bangga menjadi istrimu" jawab So Eun, ia sudah menjauhkan wajahnya dari curuk leher Kim Bum. Ia juga mengecup rahang Kim Bum sebelum menjatuhkan kepalanya ke bahu Kim Bum.

"Gomawo sudah memilihku sebagai istrimu, Gomawo sudah memilihku sebagai ibu dari anakmu, gomawo untuk segalanya oppa" ujar So Eun tulus.

"Sayang, masih banyak pria yang terpesona denganmu" ujar Kim Bum, ia teringat perkataan So Bum tadi pagi setelah sarapan selesai 'bisakah ayah tidak merepotkan ibu'

"Banyak wanita yang terpesona denganmu tapi kau tetap memilihku. Aku pun begitu jangan pernah meragukan cintaku oppa"

"Maaf..," ujar Kim Bum menyesal.

"Apa yang kau katakan. Berhentilah meminta maaf. Seharusnya aku sangat-sangat berterima kasih padamu, karenamu So Bum bisa melihat indahnya dunia" ujar So Eun, ia menegakan kepalanya, menangkup wajah Kim Bum untuk menatap kearahnya walaupun ia sadar yang Kim Bum lihat hanyalah kegelapan.

"Kau itu memiliki mata, kau bisa melihat. Mataku adalah matamu juga oppa, jadi kau tidak perlu merasa bersalah karena semua yang kau lakukan tidak salah. Aku disini sebagai matamu, sebagai pijakanmu, sebagai keluh kesahmu. Kim So Eun adalah istrimu arra" ujar So Eun lagi, ia mengelus pipi tirus Kim Bum.

"Aku tidak tahu harus berkata apa lagi sayang, kau sekarang pintar bermain kata"

So Eun tersenyum melihat senyum Kim Bum yang selalu membuatnya jatuh hati.

Cup

"Hya!" Kaget Kim bum saat merasakan bibir So Eun mengecup bibirnya.

"Wae?" Heran So Eun tapi tak melunturkan senyumnya, ia bahkan semakin tersenyum lebar.

"Sudah berani ya..," So Eun mengerutkan keningnya tak mengerti ia sedikit berpikir. So Eun langsung berdiri dari pangkuan Kim Bum.

"Aku akan berganti pakaian" ujar So Eun gugup sangat gugup saat ia sadar apa yang baru saja dilakukannya.

"Kenapa tidak dilanjutkan?" Tanya Kim bum, ia menggenggam tangan So Eun agar tidak melarikan diri.

"A--apa yang dil-lanjutkan? Sudahlah aku gerah" ujar So Eun, ia menghempaskan tangan Kim Bum dan berlari menuju kamar mandi.

Kim Bum tersenyum kecil menyadari kegugupan So Eun, padahal Meraka sudah lama bersama tapi tetap saja istrinya itu pemalu.

Tbc

NB. Donor mata yang diambil hanya kornea nya saja buka bola mata yang diambil dan donor kan. Dan untuk donor mata dilakukan saat orang tersebut sudah meninggal tapi disini hanya sebagai pendukung cerita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang