Sendiri

157 7 0
                                    

Hujan rintik membasahi kota jakarta, terlihat seorang gadis duduk termenung menatap lurus ke jalan raya.
Masih teringat di fikiran gadis itu, bagaimana kisah cintanya yang beujung dengan kata pisah, di cafe ini tepat 5 tahun yang lalu.

Flashback on

Dercitan pintu masuk cafe terdengar, tampak wanita cantik berjalan memasuki cafe sambil membawa kotak besar. Suara dentuman langkah kaki mendekat memasuki indera pendengaran sang lelaki.

"Maaf terlambat" ucap Reina pada Dimas.

"Iya tidak apa" membalas ucapannya.

"Bagaimana kabar mu? Sudah lama ya kita tak bertemu"

"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan mu? Setelah kejadian yang lalu, aku merasa kau mencoba menghindar dari ku", tatapan mata sendu Dimas mencoba mencari tahu jawaban dari gadis yang dicintainya.

"Aku juga baik-baik saja, soal kejadian itu aku sudah mengambil keputusan. Aku mau kita berpisah", Reina mencoba tegar dengan ucapan yang ia lontarkan.

"Apa tidak ada cara lain? Kita sudah bersama selama 9 tahun, apa karna kejadian itu kau mau memutuskan saja hubungan kita!", dengan rahang yang mengeras Dimas mencoba mencari guratan kebohongan dari Reina, tapi bukan itu yang di temukannya. Reina seolah mati rasa, sedari awal ia bertemu tidak ada lagi senyum manis yang tersungging di bibir manisnya hanya tatapan datar yang ia lihat. Seolah-olah dia bukan lah Reina gadis yang ia cintai.

"Aku sudah berfikir dengan matang, aku sudah sadar diri dengan perbedaan diantara kita. Aku, kamu, itu beda, aku capek berjuang untuk meluluh kan hati mama kamu. Tapi apa yang aku dapat? Hanya hinaan yang terus menerus keluar dari bibir mama kamu. Awalnya aku berfikir mungkin dengan seiring berjalannya waktu aku bisa meluluh kan hati mama kamu, tapi apa? aku gak bisa", helaan putus asa terdengar di telinga.

"Tapi aku masih sayang sama kamu, ayok kita berjuang bersama-sama lagi. Aku juga akan menolak perjodohan ini, aku akan merintis bisnis aku sendiri dari awal tanpa embel-embel nama keluarga", sambil menggenggam jemari lentik Reina, Dimas mencoba meluluh kan hatinya.

"Maaf aku gak bisa, keputusan aku sudah final. Aku gak mau egois disini, jujur aku masih sayang sama kamu. Tapi disisi lain aku gak mau membuat kamu menentang permintaan orang tua kamu, soal bisnis kamu? Aku gak masalah kamu mau mulai dari bawah atau tidak, karena disini aku sayang sama kamu dengan tulus, tanpa adanya fikiran untuk memanfaatkan kamu.", ucapan Reina mulai melunak, disisi lain dia masih ingin bersama dengan lelaki pujaannya tapi mau di kata apalagi. Tidak mungkin dia bersikap egois, perbedaan sosial sangat jelas disini. Ia hanya karyawan biasa di suatu perusahaan yang berada di jakarta, keadaan keluarganya jauh dari kata kaya namun cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Sedangkan Dimas, dia berasal dari keluarga kaya, terpandang, selain itu dia juga mempunyai wajah yang tampan, dan mempunyai hati yang baik. Dia sangat beruntung bisa menjalani hubungan dengannya, tapi cinta tanpa direstui bukankah hal yang tidak baik pada akhirnya.

"Kamu yakin dengan keputusan itu?", Dimas terus mencari kejujuran di mata gadis itu, tapi yang iya temukan hanya tatapan kosong. Dengan senyum sinis akhirnya iya memutuskan.

"Baik, jika itu yang kamu mau kita akan berpisah", keputusan final itu pun ia terima, ada nada tak rela terdengar oleh ucapannya.

"Terimakasih, sebelumnya aku mau mengembalikan ini", sambil memgambil kotak besar yang iya bawa.

"Apa ini?" , tanya Dimas sambil mengerutkan dahinya.

"Aku ingin memgembalikan semua barang yang pernah kamu berikan sebelumnya ke aku"

"Untuk apa? Aku tidak mungkin nemakai ini semua", dengan nada tersinggung ia membalasnya.

"Tapi, aku juga tidak mungkin menyimpan barang pemberian mu, lagipula barang-barang ini jarang aku pakai. Kalau kamu tidak mau membawa pulangnya, mungkin kamu bisa kasih ke orang lain saja",
Sambil menghela nafas Dimas pun memanggil seorang pelayan perempuan.

"Ada yang bisa saya bantuk pak?",

"Ini buat mu", jawabnya sambil memberikan kota besar berisi barang-barang mewah.

"Aaapa pak,  bapak sedang tidak  bercandakan?", tanya pelayan itu dengan gugup.

"Tidak, bawa saja itu dari ku. Lagipula dia tidak mau menerimanya", sambil melirik Reina, yang dilirik hanya memasang wajah acuh.

"Baik pak, sekali lagi terimakasih", pamit pelayan itu.

"Aku baru tau kalau kamu bisa keras kepala seperti ini, mana Reina yang dulu aku kenal? Yang selalu mau berjuang tanpa memikirkan perkataan orang lain", tatapan sendu itu membuat Reina diam tak berkutik.

"Maaf, aku hanya tidak ingin menyakiti diriku sendiri. Kadang kita harus egois demi menyelamat kan diri kita bukan", jawabnya dengan nada angkuh.

"Aku tidak ingin bertele-tele lagi, mulai sekarang tidak ada kata kita diantara aku dan kamu. Tutup lembaran lama kita, jadikan kisah kita ini sebagai sebuah pembelajaran. Bahwa sesuatu yang dipaksakan pada akhirnya tidak akan bisa berhasil", pembicaraanpun berakhir Reina pergi dari hadapan Dimas, meninggal kan luka yang semakin membesar.

Dimas duduk termenung menatap punggung kecil itu menghilang di telan keramaian, mungkin ini akhir kisah yang cukup menyesakkan  dadanya. Cinta yang tak direstui karena perbedaan sosial, cukup klasik tapi itu terjadi diantara dia dan Reina. Masa depan yang indah dengan gadis pujaannya pupus sudah, yang ada hanya cerita yang sudah tutup buku.

Flashback off

Helaan putus asa terdengar di telinga gadis itu, sudah 5 tahun lamanya kisah itu masih teringat. Kisah cintanya dengan lelaki impiannya, setelah 5 tahun lamanya ia belum pernah bertemu lagi dengan Dimas seakan-akan dia telah hilang di telan bumi. Kini dia menertawakan dirinya sendiri, dia sadar dirinya yang dulu bukan lah dirinya yang sekarang. Dia bukanlah gadis lemah, kini banyak orang yang sudah mengenal dia.

Setelah kejadian itu, dia belajar bahwasannya jika dia ingin di pandang oleh orang lain maka dia harus mempunyai sesuatu yang harus di banggakan. Kini dia sudah menjadi penulis terkenal seperti yang ia inginkan, dan mempunyai 5 cabang cafe yang tersebar di daerah jakarta dan solo. Tapi, masih ada yang kosong dalam hidupnya. Reina belum menemukan cinta lagi, mungkin dia sudah mempunyai apa yang ia inginkan, hanya saja dia belum menemukan cinta yang sesungguhnya.

"Cinta mungkin indah jika yang mendapatkannya saling menghargai apa yang di namakan cinta. Cinta bukan tentang aku dan kamu saja, tapi tentang aku dan keluarga mu begitupun sebaliknya. Jika salah satu pihak ada yang menentang, maka kita harus mencoba meluluh kan hatinya. Tapi, jika sudah bertahun-tahun mencoba tapi hasilnya tetap sama. Lebih baik kamu pergi, cukup kamu menahan rasa sakit itu sendiri, mencoba tegar untuk mendapatkan restu tetapi perjuangan mu tidak di hargai. Kadang kita harus menjadi orang yang egois, agar kita tidak merasakan sakitnya karena tidak di hargai".

End

One Shoot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang