Sore itu,
Hari dimana aku hanya bisa menangis sepanjang jalan meruntuki setiap detik hidup hancurku. Disitu aku sempat berpikir bahwa tuhan sangat membenciku, hingga aku kacau. Sangat kacau.Disepanjang jalan pula hujan menambah parah suasana hati, tangisanku pecah, air mataku bercampur menjadi satu dengan tamparan hujan deras itu.
Isakan ku sangat keras, aku tak peduli dengan tatapan orang disekitarku dan aku tak peduli dengan apa yang mereka katakan dibelakangku.
Sempatku menahan tangis dengan susah payah tapi pada akhirnya aku gagal, isakanku semakin kencang dibarengi deruan hujan yang tak ada hentinya dan genangan cipratan kotor kendaraan yang selalu mengenai tubuhku. sekali lagi aku tak peduli akan itu.
Segala cara ku lakukan untuk menengangkan pikiran, menguatkan diri sendiri didalam hati yang sudah mati, bahwa aku bisa menjalani cobaan hidup yang paling bersejarah dalam hidupku ini. Lagi.
Disetiap tetesan air mataku ada panjatan doa untuk tuhan, aku berharap dia memberiku sedikit saja mukjizat dengan apa yang aku alami.
Hujan, sampaikan pada tuhan jika aku sedang berharap kepada-Nya bahwa besok aku akan baik-baik saja.
...
Walaupun aku terus berlindung dibalik punggung besar itu, hujan sepertinya lebih suka bermain denganku dan itu terbukti bahwa tubuhku semakin pucat pasi.
Aku menggigil, tubuhku menyusut meminta sedikit kehangatan yang diberikan oleh jaket tebal hitam yang sudah kuyup didepanku.
Ragaku ingin segera pulang dari siksaan kedinginan, aku ingin meringkuk dibalik selimut tebal dan berdiri didepan per-apian hingga datang menjelang mata ini menutup dengan damai.
Tapi itu hanyalah hayalanku semata, aku masih terjebak dalam hujan deras ini yang akan reda entah sampai kapan harus usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark note
Short StoryIni hanya sedikit tentang catatan kecil kehidupan kelam ku