Surya Pradaningrat

10 0 0
                                    

Terkadang sebuah pertanyaan menuntun kita kepada hal yang tak terduga. Sama seperti pertemuan dengannya yang diawali oleh sebuah pertanyaan. Tepatnya, dia yang bertanya kepadaku, seorang gadis yang bertanya kepada perjaka yang belum pernah ia temui sebelumnya. Mungkin kami pernah bertemu sebelumnya walau tak disadari. Ah, mengapa aku masih saja teringat padanya? Bukannya tadi aku bercerita tentang pertanyaan? Well, pertanyaan akan selalu ada meskipun ada sebagian yang tak memiliki jawaban. Sekarang, ijinkan aku bertanya pertanyaan sederhana, “pernahkah kamu merasa bahagia dan sedih di saat yang bersamaan?” Tak usah kamu jawab, aku tak butuh jawaban.

Hari ini aku seharusnya merasa bahagia, adikku akan menikah dengan perempuan yang ia pilih. Meski pertemuan mereka belum lama, tampaknya mereka sudah merasa cocok. I should be happy for him. Namun, saat ini untuk tersenyum pun seolah menjadi hal yang sangat sulit. Saat adikku mendapatkan yang ia inginkan, aku baru saja kehilangan seseorang. Mungkin hilang bukan kata yang tepat menurutmu, tapi bagiku ia memang hilang dan tak akan bisa kembali. Ya, gadis yang kuceritakan padamu di awal, ia telah hilang. Jadi, katakan padaku, apakah aku harus bahagia karena adikku akan menikah, ataukah justru bersedih karena kehilangan seorang gadis? Sebuah kontradiksi yang mungkin tak pernah terbayangkan.

Let me introduce her to you. Gadis itu memang telah menjadi bagian dari diriku, maksud saya, dia pernah menjadi bagian dari diriku. Gadis dengan rambut ikal sebahu itu memiliki senyuman yang membuat banyak lelaki iri padaku. Senyuman yang mampu menghangatkan hati yang paling dingin, menyejukkan hati yang bergejolak, meruntuhkan tembok ego. Gadis yang selalu menatap dalam ke mataku. Ya, ia paling suka menatap mataku yang ia anggap mata dengan warna cokelat yang jernih. Seperti yang telah kukatakan padamu, kami bertemu karena sebuah pertanyaan. Aku pun terkadang masih bertanya-tanya mengapa ia bertanya padaku. Tapi setidaknya, pertanyaan itu menuntun kami, dia dan aku, kepada rasa yang sama, rasa tanpa pertanyaan. Hanya ada senyuman dan tatapan, tak pernah ada satu pun pertanyaan. Mungkin kalian bertanya, tapi itulah kami. Merasakan segala sesuatunya tanpa pertanyaan. Kini ia tak lagi di sini dan tak akan pernah kembali lagi. Semoga engkau tak bertanya karena akupun tak pernah bertanya. Yang aku tahu kini ia masih hidup dengan senyumannya. Dan kini ia telah bahagia. Meski berat, aku berharap ia akan terus bahagia. Bahagia bersama adikku, yang akan menjadi suaminya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seorang Gadis dan Sebuah PertanyaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang