Selasa pagi. Shana terbangun dari tidur singkatnya. Ia baru saja terlelap saat jam menunjukkan pukul tiga pagi. Semalaman ia tidak bisa tidur dengan tenang. Macam-macam hal selalu berlalu lalang di pikiran Shana.
Shana memilih bergerak turun dari ranjangnya dan segera menuju ke kamar mandi. Ia harus bersiap pergi ke sekolah. Walau sedikit pening karena kurang tidur, Shana tidak boleh membolos.
Shana hanya memerlukan sedikit waktu untuk mandi dan bersiap diri. Tiga puluh menit kemudian, ia tampak sudah rapi dan sedang mematut diri di depan cermin.
Shana membereskan barang-barang yang akan ia bawa ke sekolah dan memasukkan barang-barang itu ke dalam tasnya. Begitu selesai, ia segera menggendong tasnya dan berjalan keluar kamar.
Shana menyempatkan diri untuk mengecek makanan di kulkas. Ia mengambil susu kotak dan sekotak brownies. Ia melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Gawat, Shana bisa kesiangan ini.
Ia membawa makanan hasil menjarah kulkas itu. Mungkin akan ia makan saat sampai di sekolah saja.
Shana mengunci pintu rumah dan pintu pagar. Setelahnya ia berjalan ke gerbang kompleks untuk menanti taksi lewat. Shana memang terbiasa kemana-mana naik angkutan umum. Walau sudah bisa mengendarai mobil, ayah Shana tak mengizinkan Shana terlalu sering menyetir sendiri.
Shana mulai panik. Sepuluh menit berlalu dan tak ada taksi yang tampak. Apa ia harus memesan ojek online? Tapi sama saja itu membuang waktu.
Sebuah motor berhenti tepat di depan Shana—nyaris saja menyerempet. Shana yang semula sedang memandangi handphone untuk mengorder ojek online pun akhirnya mengangkat wajah.
Rupanya Arthur yang datang. Ia membawa motor hari ini.
"Tumben bawa motor?" Shana bergumam.
"Bosen bawa mobil. Lagian pulang sekolah nanti gue ada urusan. Jadi lebih gampang bawa motor biar nggak kejebak macet." Arthur tampak menyodorkan helm pada Shana.
Shana menerimanya dan segera memasang helm itu. Ia pun beranjak menaiki motor Arthur.
Arthur melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Ia memilih jalan-jalan alternatif untuk menghindari macet. Bahkan Arthur memilih jalan memutar yang cukup jauh tapi lengang daripada jalan yang biasanya.
"Ar, emang pulang sekolah lo ada urusan apa?" Shana berteriak dari belakang.
Arthur tampak membuka kaca helmnya. "Mau ngecek ke toko souvenir atau kado gitu soal kotak kayu semalem."
Shana mencerna kata-kata Arthur. Dalam hati, Shana merasa usaha Arthur tak akan berhasil. Tapi ia urung berkomentar. Alih-alih mencegah Arthur untuk melaksanakan rencana yang terdengar konyol itu, Shana justru menawarkan diri untuk membantu. "Gue ikut ya?"
"Janji nggak ngerepotin?"
"Janji."
Perjalanan mereka berakhir juga. Gerbang sekolah sudah di depan mata. Shana berhenti bicara. Arthur juga tampak tak ingin diajak bicara lagi.
Mereka sampai di parkiran sekolah yang masih cukup sepi. Hanya ada beberapa motor yang terparkir di sana.
Setelah mengucapkan terima kasih, Shana berjalan mendahului Arthur. Ia langsung menuju ke kelasnya.
Shana membuka pintu kelas yang tertutup. Sepertinya walau ia datang kesiangan, ia tetap jadi yang pertama sampai di kelas.
Shana menduduki bangku favoritnya. Ia meletakkan tasnya dengan asal. Setelahnya, ia membuka bekal sarapan yang ia bawa tadi. Perutnya sudah keroncongan minta diisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOOK 2 MISSION SERIES: MISSION IN TRIVIA (Pindah ke Innovel)
Mystery / ThrillerApakah kalian tahu kalau di dunia ini ada yang namanya hal-hal sepele? Hal-hal seperti itu yang biasanya tidak mendapat perhatian lebih. Tapi bagaimana jika hal sepele itulah yang jadi masalahnya? Sesuatu yang belum benar-benar selesai dan menjadi m...