Shana menopang dagunya sembari memperhatikan Arthur yang tengah menulis sesuatu di buku catatannya. Sedari tadi Shana hanya diam dan tidak berani mengganggu. Namun lama-lama ia bosan juga dengan keheningan yang ada.
"Ar, hari ini kacau banget ya?" Shana tampak menghela napas.
"Begitulah," gumam Arthur singkat.
"Sejauh ini belum ada bukti tentang pelaku sesungguhnya. Gue masih jadi tersangka sampai saat ini. Argghh!" Shana tampak geregetan sendiri.
Shana dan Arthur sedang berada di rumah Shana. Sepulang sekolah, keduanya langsung pergi meninggalkan sekolah. Bukannya kabur, hanya saja mereka tidak mau mendapat masalah lebih banyak lagi.
"Sha, polisi nemuin name tag gue di TKP." Arthur menunjukkan sebuah pesan yang baru saja masuk ke handphonenya. Itu pesan dari Pak Gerald.
"Ini artinya pelaku yang sebenarnya memang berniat menjebak kita, Ar. Mereka memberikan jejak-jejak di TKP yang memojokkan posisi kita." Shana tampak melotot kaget membaca beberapa baris kalimat di handphone Arthur.
"Polisi minta gue untuk laporan besok. Gue rasa mereka tetep percaya sama gue kalau gue bisa menjelaskan semuanya. Gue punya lo sama Agatha yang bisa mastiin posisi gue saat itu. Ini nggak akan jadi masalah." Arthur berusaha berpikiran positif.
"Siapa sih korban kedua itu?" tanya Shana yang sedari tadi memang tidak mengetahui secara jelas siapa korban kedua ini.
"Dia Adrian. Anak kelas 12 IBB. Pemain piano dan salah satu anak emas di club musik," jelas Arthur.
"Pemain piano? Tunggu deh, gue tadi lihat sekilas kalau tangannya terluka kan? Jangan bilang nanti dia nggak bisa main piano lagi?" Shana syok berat mengetahui hal itu.
Walau tidak kenal dengan Adrian, Shana tetap merasa kasihan. Bagaimana mungkin Adrian bisa bermain piano bila tangannya terluka? Pelaku percobaan pembunuhan ini pastilah kelewat kejam.
"Gue rasa memang itu tujuan pelaku. Dia melukai korban tepat di mana kemampuan korban berada. Kelvin luka di bagian kepala. Gue belum dapet info apapun tentang cidera yang dialami Kelvin tapi gue bisa menebak dia pasti mengalami gegar otak. Dia kan saingan lo dalam mempertahankan posisi peringkat paralel. Kalau ada masalah sama otaknya, itu akan menghambat dia dalam berpikir. Sama kaya korban kedua ini. Adrian pemain piano. Dia nggak akan bisa main piano dengan tangan cidera parah. Bahkan tadi gue denger dari tim medis ada beberapa jarinya yang patah. Mungkin Adrian memang bukan saingan gue di club musik. Tapi orang yang hanya dengar sedikit informasi akan langsung menarik kesimpulan bahwa mungkin gue tega melukai Adrian untuk maksud tertentu." Arthur mengemukakan kesimpulan yang sudah ia pikirkan sedari tadi.
Shana hanya meringis ngeri. Psikopat mana sih yang tega melakukan hal itu pada Kelvin dan Adrian? Walau Kelvin dan Adrian tidak terbunuh, namun cidera yang mereka alami sangat parah. Bahkan itu akan membuat keduanya merasa kehilangan kehidupan mereka.
"Kapan terakhir kali lo pakai name tag, Ar?" Shana bertanya penasaran.
"Gue nggak pernah pakai name tag. Tapi memang saat gue jadi anak baru di sekolah ini, gue dapet seragam lengkap sama atributnya. Artinya gue juga dapet name tag dari sekolah. Masalahnya sejak kapan name tag itu hilang, gue nggak tau."
"Kalau lo mungkin emang nggak sadar name tag lo itu dicuri. Tapi gimana sama kalung gue? Gue pakai kalung itu setiap hari, Ar. Tanpa terkecuali mandi pun gue pakai."
"Tunggu dulu, Sha. Kayanya waktu lo dateng ke acara pertunjukan musik orkestra gue, lo nggak pakai kalung itu."
"Oh ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BOOK 2 MISSION SERIES: MISSION IN TRIVIA (Pindah ke Innovel)
Misteri / ThrillerApakah kalian tahu kalau di dunia ini ada yang namanya hal-hal sepele? Hal-hal seperti itu yang biasanya tidak mendapat perhatian lebih. Tapi bagaimana jika hal sepele itulah yang jadi masalahnya? Sesuatu yang belum benar-benar selesai dan menjadi m...