Rahasia [Part I]

762 59 11
                                    

Yoongi memandangi jam tangannya, lalu matanya beralih pada beberapa orang yang duduk di meja panjang, menunggu instruksinya.

"Itu saja." Yoongi menutup singkat. "Oh, Yeri, pastikan laporan tahunan ke pusat selesai tepat waktu. Jangan sungkan menagih ke mereka-mereka ini." Dia mengangkat alis pada Seokjin, Hoseok dan beberapa bawahannya yang lain.

Hoseok meringis.

"Baik, Pak." Yeri mengangguk, melirik pada Seokjin yang baru saja memutar bola matanya.

Yoongi menyipitkan matanya pada Seokjin, namun lelaki berambut cokelat itu sudah menatap lurus. Dia mendengus. "Terima kasih, semuanya. Silakan kembali bekerja."

Semua orang berdiri, mengangguk pada Yoongi. Namun sebelum Seokjin sempat meninggalkan tempat duduknya, Yoongi berkata,"Oh, aku masih perlu bicara denganmu, hyungnim."

Seokjin menatap Hoseok yang sudah bersiap pergi, kemudian menatap Yoongi. Dia mendesah, lalu mengisyaratkan Hoseok untuk pergi lebih dulu.

"Hyungnim, huh?" Seokjin duduk kembali.

"Lidahku gatal untuk memanggilmu 'Pak'." Yoongi terkekeh. "Mereka tidak akan keberatan."

"Well," Seokjin tersenyum mencemooh. "Itu karena kau bosnya, Yoongi-ah."

"Wow." Yoongi membetulkan posisi duduknya. "Dikasih hati minta jantung."

Seokjin tertawa lepas, menghantam meja dengan tangannya di tengah tawanya yang tak kunjung mereda. Tawa itu segera menular pada Yoongi.

"Ngomong-ngomong, sebenarnya tujuan utamaku adalah untuk memintamu menjadi mentor Kim Taehyung, anak magang yang akan mulai masuk hari ini," kata Yoongi setelah tawanya lenyap.

"Kenapa aku?" tanya Seokjin.

"Karena secara struktural dia masuk ke divisimu, Hyung." Yoongi mengusap dagunya.

"Ada Hoseok," balas Seokjin.

"Nama depannya sama denganmu," ujar Yoongi.

"Omong kosong macam apa," gumam Seokjin, setengah tidak percaya. "Aku tidak tahu kau mengatur divisi karena nama depan, Min Yoongi."

"Hyung, kau tahu kan aku bisa memecatmu?" Yoongi berkata, pura-pura mengancam.

"Coba saja." Seokjin menantang.

Yoongi mengusap wajahnya, lelah dengan perlawanan Seokjin yang harus dia hadapi setiap hari. Dia tahu percuma saja menggunakan kartu 'aku atasanmu' dengan Seokjin, karena dia memang menjadi salah satu pilar andalan perusahaan ini, tidak mungkin dia menendang Seokjin keluar. Hoseok juga bagus, tapi kehilangan Seokjin berarti kehilangan aset dan tentu saja, kehilangan teman baik dan keluarga.

"Intinya adalah, aku percayakan ini padamu, Hyung." Yoongi mencoba mencari alasan lebih kuat. "Kau kan tahu Hoseok, dia mana bisa bohong? Perusahaan ini punya banyak rahasia yang tidak bisa dibagi ke anak magang, aku rasa kau lebih cocok untuk ini."

Seokjin menyilangkan tangannya di depan dada, wajahnya tidak menunjukkan tanda menyerah. Yoongi menyandarkan punggungnya pada kursi, tiba-tiba ingin hari segera berakhir.

"Kalau begitu kenapa menerima anak magang? Kau tahu perusahaan kita punya sejuta data konfidensial, Yoongi-ssi."

Yoongi mengetuk-ngetuk jarinya ke meja. Well, kata-kata Seokjin bahkan ada benarnya.

"Kim Taehyung, dia punya potensi yang bagus. Kalau dia memang sebagus itu, kita bisa rekrut dia setelah dia lulus." Yoongi berkata, kali ini dengan nada membujuk.

Seokjin mendengus. Oh, bukan tanda bagus. Dia belum akan menyerah. Yoongi ingin menangis.

"Itu tidak menjawab kenapa harus aku yang menjadi mentornya, Min Yoongi."

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang