Bagian 2

8 0 0
                                    

aku sendiri berjalan berulang kali memutari taman yang pernah kita jadikan markas. Bayu, seringkali kamu datang terlambat dan membawakanku bunga kuning dan seperti biasa, aku tidak bisa marah padamu.

Bayu, suatu saat kamu mengajakku duduk dan memandangi semut, kamu bilang semut itu hitam. Aku bilang semut itu merah. Apa ada yang salah dengan penglihatanmu ? dan kamu hanya menjawab, " akan kujadikan kamu mataku suatu saat nanti Adinda "

pernyataan gombal macam apa itu, tidak lama aku ditinggal sendirian lagi. Kau berulah kembali, memintaku dengan cepat melepaskan sepatu dan melompat kebawah menuruni lereng bukit. "Aku benci melepas sepatuku Bayu" ucapku.

Kamu menangkapku dan kita berhenti ditempat ini untuk kesekian kalinya, mengajakku berdiam diri dan hanya memandang lumba-lumba. Tenang rasanya, tapi tidak dengan raut mukamu yang semakin pucat.

"matamu semaki pucat Bayu"

"oh, suatu saat kamu akan menjadi mataku Adinda"

"sungguh makhluk yang gombal, kamu tahu itu tidak akan pernah terjadi bukan ?"

" tidak jika malam ini aku melamarmu"

"lagi..."

" diam dan perhatikan lumba-lumba saja, aku bicara pun kau anggap tidak serius"

Senja menyambut aku menuntunmu pulang menaiki anak tangga yang tidak terlalu banyak. Penglihatanmu memburuk Bayu, tapi sinar matamu masih ada. Aku masih disini dan memandangi lumba-lumba itu. Mereka menanyakanmu, dimana laki-laki bermata pucat yang biasanya bersamamu. katanya...

Hai BayuWhere stories live. Discover now