Lo Giuro

49 5 10
                                    

January 2019, 03.10 a.m. Sicily, Italy.

Kelopak mata itu menutup menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Nafasnya terengah-engah seperti berlari dengan kecepatan penuh dan dikejar oleh sekelompok orang. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai sehingga ia tidak bisa bergerak, menimbulkan luka memar kebiruan. Luka di sekujur tubuhnya terlihat "mengenaskan". Darah mengalir banyak dari keningnya yang terluka "menganga" sedikit lebar karena dipukul beberapa kali.

"Masih tidak mau bicara juga ya?" Seorang pria dengan setelan tuxedo rapi melihat mahluk mengenaskan didepannya itu dengan tatapan sinis. Mata coklatnya menatap dari atas ke bawah menganalisa tubuh yang sedang disiksa itu. Terlihat bercak darah di beberapa setelan tuxedo mahalnya dan tangannya. Rambut Ash Brown miliknya tersisir rapi ke belakang tetapi sedikit acak-acakan dibagian depan karena sehabis melakukan "tugas" yang ia perbuat.

"Hn, kuat juga dia." Ia mengambil sapu tangan dari sakunya dan mengelap tangannya yang sudah kotor karena bercak darah tersebut. Ia lalu menjentikkan jarinya, seorang pria lainnya mengambil rokok dan menaruh rokok tersebut di mulut si pria ber-tuxedo itu. Dengan sigap menyalakan pemantik rokok dan menyulutkan api ke rokok tersebut. Setelah selesai, pria itu kembali ke tempatnya.

"Biarkan dia istirahat dulu, biarkan lukanya mengering. Setelah itu kita mainkan lagi." Ujar pria ber-tuxedo tersebut sambil berbalik badan dan meninggalkan ruangan tersebut dengan santainya.

"Baik, Capo."

-X-

03.15 a.m.

Mengendap-ngendap adalah ahlinya yang bisa ia banggakan. Ketukan dari sepatu yang menempel di kakinya tidak terdengar sama sekali, seakan-akan kakinya tidak menapak pada bumi. Wajahnya ditutup setengah dengan masker, hanya terlihat mata indahnya saja. Ya, mata hijau emerald yang sangat membius sehingga orang yang menatap mata itu bisa terjatuh kedalam keindahannya seperti terhipnotis. Ia menggunakan pakaian serba hitam, dimulai dengan baju dalaman warna hitam dan jaket jeans hitamnya, serta celana dan sepatunya. Oh, jangan lupa ia juga menggunakan sarung tangan kulit hitamnya.

Sambil memegang pistol Glock 20 dan menenteng tas kecil, ia menoleh kiri-kanan, berjaga-jaga jika ada yang melihatnya. Penjagaan di tempat itu sangat ketat, tetapi karena sudah melewati jam 3 pagi, orang yang berjaga-jaga tersebut biasanya tertidur -walaupun beberapa tidak- sehingga sedikit longgar untuk dimasuki. Sampailah ia didepan pintu besi besar yang dimana menggunakan kode untuk membukanya.

Baru saja ingin menekan tombol-tombol angka tersebut, seseorang menepuk bahunya dan menghantamnya dengan tinju kepalan tangan. Berhasil menghindar, pria tersebut mengunci tangan si pelaku dan membekap mulutnya menggunakan tangannya.

"Password."

Pelaku yang dibekap itu tidak bisa berbicara hanya terdengar gumaman saja. 'Krakkkk' terdengar seperti tulang yang sengaja dipatahkan. Yap, ia mematahkan tangan pelaku itu dengan sangat mudah.

"Hmmppp.. mmphhhh.." Ingin berteriak tetapi tidak bisa. Matanya hanya melotot dan meminta ampunan kepada si pemilik mata emerald. "Password-nya." Sekali lagi ia meminta, dan membuka bekapan tangan yang ada di mulut si pelaku. "7****" Ujar pelaku yang berkepala plontos itu.

'Krakkk.' Kali ini bukan tangan yang dipatahkan, tetapi leher si pria berkepala plontos tersebut. Alhasil, pria itu mati begitu saja terjatuh ke lantai semen yang dingin dengan kondisi kepala yang menghadap kebelakang. Sungguh sadis.

Setelah selesai dengan urusannya, si mata emerald lalu menekan tombol-tombol angka yang disebutkan si botak tadi. 'Klik.' Pintu terbuka. Ia langsung masuk ke dalam dan menatap ngeri apa yang dilihat didepannya.

Shape Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang