Xander menatap layar ponselnya dengan malas, hari ini sudah beberapa kali ia menolak panggilan dari ayahnya.
"Kau menolak panggilan dari ayahmu lagi?" Ericka mengerutkan keningnya, ia sangat heran melihat kelakuan temannya satu itu.
Xander menghela nafas panjang "kau tau dengan pasti, kan? Ayah memintaku untuk meneruskan bisnisnya."
"Ck, kau memang aneh. Hanya tinggal meneruskan bisnis ayahmu apa susahnya? Seharusnya kau senang karena dipercaya untuk meneruskan bisnisnya." Sungut Ericka seraya mengeringkan cangkir-cangkir dengan kain lap bersih. "Bisnis ayahmu sangat besar, dan kau juga memiliki cafe ini, pasti keuntunganmu akan berkali lipat."
"Aku tidak menyukai bisnis ayahku, kau tau itu. Sudahlah jangan membahasnya lagi."
"Oh, hi Wine" Ericka menegur gadis yang baru saja tiba dihadapannya.
Xander tersenyum simpul melihat gadisnya hari ini, seolah semangatnya kembali berkumpul.
Gadisnya? Kau bahkan belum lama mengenalnya, Xander.
Wine Kim, ia membalas senyuman Xander dan menatap wanita tampan itu lekat-lekat. "Kau baik-baik saja?"
"Y-ya, uh.. Sepertinya.."
"Kalian ini, silahkan berbincang di tempat duduk. Maaf Wine, sudah ada orang yang antri di belakangmu, aku akan membuatkan minuman yang seperti biasa." sela Ericka.
"Oh, maafkan aku. Xander, ayo bicara denganku, dan terima kasih Ericka, aku akan menunggu minumanku."
➖ ➖
Xander menghampiri Wine yang sudah duduk manis di kursi dekat jendela, saat ini meja itu adalah favorit Wine, ia dapat memandang luas keluar.
"Ekhem."
Wine menoleh ke sumber suara, ia tersenyum mendapati Xander telah berdiri di hadapannya.
"Duduklah" titahnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Xander.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa yang terjadi? Kau terlihat tidak baik."
Xander menatap Wine dengan seribu pemikiran, haruskah ia menceritakan tentang hal ini padanya?
"Jika kau tidak ingin menceritakannya, tidak apa-apa, Xander. Aku mengerti kita baru sebentar berteman, kau pasti ragu padaku."
"Erhh.. Tidak, bukan seperti itu, hanya saja.. Aku tidak tau harus mulai menceritakan darimana." Xander terkekeh.
"Aku punya banyak waktu."
"Hm.. Baiklah, jadi intinya ayahku memintaku untuk meneruskan bisnisnya."
"Wow, itu kesempatan yang bagus!"
Xander menarik nafasnya "tidak semudah kelihatannya, Wine. Aku tidak menyukai bisnis yang dijalankan oleh ayahku. Maksudku, ayah memiliki beberapa bisnis, tapi ayah mau aku memegang salah satu bisnisnya yang sangat kebetulan tidak ku sukai." Jelasnya panjang lebar. Hal itu membuat Wine mengerutkan keningnya.
"Bisnis apa itu?"
"Club malam."
➖ ➖
Xander POV
Akhirnya pelanggan terakhir sudah beranjak pergi. Sudah lewat satu jam dari waktu cafe tutup sebenarnya. Tapi mengingat lelaki itu adalah pelanggan tetap dan sepertinya dia sedang punya banyak pekerjaan, aku tidak tega untuk mengusirnya pulang.
"Man, hati-hati dijalan" ucap Ericka. Dia kemudian menstarter mobilnya dan melambaikan tangannya kepadaku.
Aku tersenyum simpul, sahabatku ini memang benar-benar. "Yeah, you too, bro." balasku, dan aku mengendarai mobilku mendahuluinya.
Terfikir olehku untuk mampir ke apartment Wine, gadis itu pasti belum makan. Yeah, dia seperti memiliki hobby untuk melupakan makan malam.
Sebuah foodtruck yang masih terpakir disisi jalan menarik perhatianku, aku segera memesan 2 buah sandwich berukuran sedang, untukku dan untuk Wine.
Hampir 30menit aku melajukan kendaraanku menuju apartment, dan dengan tergesa-gesa aku memarkirkan kendaraanku, setengah berlari aku menuju lift dan menekan tombol angka untuk menuju lantai tempat Wine tinggal.
Aku menyipitkan mataku dan menajamkan pendengaranku saat ku rasa aku mendengar suara ribut-ribut dari kamar Wine.
Dan aku mendengar suara tangisan.
"Wine...?" bisikku.
'Plak!!!'
Shit! Suara tamparan?
'Prang!!!'
"Aaaaahhhh!!!"
Seketika rasa cemas menyelimutiku, dengan membabi buta aku mengetuk pintu kamar tersebut.
"Wine!!! Buka pintunya! Apa yang terjadi?!! WINE!!"
'cklek'
Dan sesosok laki-laki muncul di hadapanku. Orang itu memiliki wajah asia, sama seperti wajah milik Wine.
Nafasnya terdengar berat, laki-laki itu memandangku bengis "Siapa kau?!"
Aku tak menghiraukannya, aku menerobos masuk dan melihat ruang ini sudah porak poranda. Apa yang terjadi?
"Wine..."
Aku melihatnya. Aku melihatnya di sudut sedang menangis, meringkuk ketakutan dengan wajah yang lebam, bibir yang berdarah, dan juga ada darah yang mengalir dari telapak tangannya.
Aku merasakan laki-laki itu mencengkram bahu kananku.
"Wow, kau sangat sopan rupanya. Siapa kau berani menerobos masuk apartment kekasihku?"
.
.
.
.Halo! Maaf untuk sangat terlambat update-nya, karena aku mulai ada kesibukan juga. Oh iya, jangan lupa comment dan vote-nya ya ❤️ Terima kasih karna sudah bersabar untuk menunggu kelanjutan cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only you
RomanceCerita ini adalah cerita gxg. Hasil pemikiran & angan2, bila ada kemiripan jalan cerita, tokoh, dll, bukanlah unsur kesengajaan.