tujuh

1.5K 123 2
                                    


Prilly berjalan melewati lorong-lorong bangsal rumah sakit dengan perasaan senang. Her chin keep up until her eyes!

So cute!

.g

Iya hari ini Prilly rasanya happy. Kemarin setelah acara peluk dan menangis. Prilly memotong rambutnya dibantu Ali. Hanya bagian yang terkena permen karet. Karena Ali sudah berjanji untuk mengajak Prilly membenarkan rambut mereka bersama.

"Selamat pagi Ali."

"Pagi Prilly."

Mereka memutuskan untuk memanggil satu sama lain sejak kemarin. Toh umur mereka juga tidak beda jauh.

"Makasih ya."

"Buat apa?"

Ali bertanya sambil membenarkan posisi duduknya. Lama berbaring dirumah sakit cukup membuat tubuhnya sedikit kaku.

"Gue denger dari Gritte lo makan dengan baik. Minum obat juga tepat waktu. Makasih buat itu."

Mendengar itu Ali udah merah sendiri. Antara senang dan malu, ada makhluk lain yang mengkhwatirkannya selain Teuku Rasya.

"Kok dengernya dari Gritte? Gue kira Rasya yang ngomong ke lo."

Ali bertanya untuk menutupi diri. Takut keliatan banget salah tingkahnya.

"Ya kan selama elo sebulan disini Rasya mepet Gritte terus. Lo gak tau emang?"

"Lah gue gak tau illi. Rasya main rahasia rahasian sekarang ama gue ya. Awas aja lo pitik kampung."

Prilly tertawa mendengar Ali. 'Pitik Kampung' itu bukan sesuatu yang biasa untuk di dengar sebagai julukan seseorang.

"Jadi selamat enemy yang jadi bestfriend gue. Lo bisa keluar rumah sakit besok pagi."

Prilly mengulurkan tangannya. Berniat memberi selamat pada Ali Syarief yang sudah di perbolehkan untuk pulang.

Tapi Ali tanpa di duga malah menarik lengan gadis itu dan memeluknya. Tentu saja Prilly berjengit, kaget akan apa yang dilakukan Ali.

Seorang Ali Syarief memeluknya?

Iya oke memang mereka sudah baikan. Bahkan sekarang menjadi sahabat baik. Tapi untuk ukuran orang seperti Ali. Pelukan ini terlalu aneh untuk gadis itu.

Ali masih memeluk Prilly, dan gadis itu juga tidak ada tanda-tanda menolak atau apapun. Prilly hanya diam dengan tangan yang menggantung bebas.

Pegal.

Tapi tidak cukup berani untuk memeluk balik. Dan untungnya cowok seperti Ali juga memiliki tingkat kepekaan yang tinggi. Ia mengarahkan tangan Prilly untuk memeluknya.

"Comfort me."

Prilly mendelik.

Comfort me?

Dia minta kenyamanan?

Apa yang bisa kulakukan?

Gadis itu bukan tipe cewek yang berengalaman soal hal yang seperti ini. Jadi dengan naluri seorang dokter dan mungkin sedikit jiwa keibuan  Prilly memeluk erat Ali dan mengusap punggung cowok itu.

"Kenapa? Kok lo sedih? Bukannya seneng bakal keluar rumah sakit? Kan bisa ketemu fans fans lo lagi."

Ali mengangguk.

Tapi wajahnya masih tenggelam di ceruk leher Prilly.

"Tapi gue gak bisa ketemu elo."

Usapan tangan  di punggung Ali berhenti. Lalu kenapa jika ia tak bisa bertemu Prilly?

Gadis itu juga bukan seseorang yang penting dihidupnya.

Dalam artian tidak bertemu Prilly untuk beberapa tahun bukan masalah yang besar untuk Ali. Mereka memang menjadi dekat sekarang, tapi tetap saja masih di batas orang asing. Bukan sebuah hubungan yang bisa dikatakan erat.

Seharusnya sih begitu.

Seharusnya.

Tapi kalau sekarang Ali merasakan hal lain bagaimana?

Bagaimana jika ternyata cowok menyebalkan itu sekarang memiliki sebuah perasaan suka yang hinggap di hatinya?

Bagaimana jika sekarang tidak melihat Prilly sedetik pun akan membuatnya rindu?

Bagaimana?

Oke ini cukup berlebihan.

Stop saja sampai disini.

"Ma-maksud lo apa?"

"Gue suka sama lo, Prilly Latuconsina."

[To Be Continue]

Annoying YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang