Sekolah

10 0 0
                                    

Tempat kedua yang selalu aku datangi setiap pagi. Belajar, membaca, menulis, menghitung, menghapal, praktikum dan sebagainya.
Aku bersyukur bisa bersekolah di SMP ini walau jaraknya cukup jauh dari rumah. Setiap pagi aku diantar oleh ayahku yang juga masuk kerja pagi.

Hari ini aku masuk kelas seperti biasa dengan pemandangan sekolah seperti biasa dan senyum seperti biasa.

" Kalian semua mau ikut jurit malam besok di sekolah?" Ujar Ica anak OSIS di kelas kami. Aku duduk di kursiku yang berada di sebelah kanan tembok.

" Gak tahu. Belum izin juga soalnya." Ujar Ratu seraya bermain hp.

" Loh, gak ada yang tertarik buat ikut acara ini ya? Padahal aku udah buat acara ini sama rekan OSIS yang lain dan udah dapet izin sekolah juga." Ica mencoba bertanya pada teman-teman sekelas yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

" Eh yang lainnya pada respon dong? Siapa yang mau ikut jurit malam di sekolah mau didata sekalian sama surat izinnya." Ujar Dinda teman sebangkuku.

" Ani kamu ikut gak?" Tanya Dinda.

" Maaf aku gak diizinin."

" Oh oke. Kamu lagi baca apa?"

" Novel fantasi."

" Seru gak?"

" Seru. Kamu kalo mau pinjam ini aku udah selesai."

" Wah boleh buat literasi."

" Lu berdua tuh Ica lagi ngapain di depan kelas?" Tanya Kevin pada kami. Dia dan beberapa temannya baru datang setelah jam mapel lewat 10 menit.

" Mintain surat izin buat jurit malam besok di sekolah. Lu berdua pada ikut gak tuh?" Tanya Dinda pada Kevin dan Aldi.

" Gak perlu gue punya acara besok bareng temen-temen ya gak Aldi?"

" Yoi. Nongkrong dimana kita nanti?" Tanya Aldi.

" Tempat biasa." Jawab Kevin.

" Kalian harusnya ikut berpartisipasi bukannya malah main." Ujar Dinda

" Lu mending ikut kita nongkrong Din!"

" Ogah!"

" Brakk! Assalamu'alaikum!" Anak perempuan dengan kulit berwarna cokelat datang dengan sobatnya yaitu Dian seraya binggung dengan keadaan kelas.

" Ada apaan nih ribut bener?" Dia bernama Santi.

" Santi lu mau ngumpulin surat izin ortu buat acara jurit malam besok?" Tanya Ica yang tengah menghapus papan tulis.

" Oh kirain ada apaan. Nih udah lengkap dah semuanya coba lu cek!"

" Santi gue lupa lagi bawa suratnya. Anterin gue balik yuk!" Sobatnya Santi yang setia mengikuti kemana pun di sekolah. Namanya Dian. Panjangnya Diana. Hanya Diana.

" Ya Allah Dian, lu tuh nyusahin yee.."

" Ayolah Santi! Rumah gue deket gang belakang sekolah juga."

" Bukan itu masalahnya, tapi capek nih gue habis lari-lari eh taunya suruh baca surat juga pas masuk sama satpam." Di sekolah kami yang telat suruh baca surat Al Qur'an sesuai dengan tingkat hapalan dan kelas juga.

" Eh, ada Bu Endang!" Teriak Anto di depan pintu.

" Ya udah ribut aja! Pada takut emang sama Bu Endang." Ujar Kevin sok. Dia memang memiliki keberanian di atas rata-rata. Sekelas kerap terkena imbas dari situ.

" Woi yang bener kenapa kalo punya mulut tuh dijaga!" Ujar Dinda seraya menjambak rambut Kevin saking kesalnya dengan perilaku anak itu.

" Et dah, nih cewek gue bawel amat dah yak." Ujar Kevin seraya meringis karena jambakan Dinda semakin menjadi.

" Idih ogah banget gue jadi cewek lu! Ngaca ngapa nih kalo kagak ada kaca di rumah!" Tolak Dinda yang ditelan pahit oleh Kevin.

" Udah dong malu tuh diliatin gurunya di depan pintu! Nanti kita kena kasus lagi." Ujarku pelan yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.

" Assalamu'alaikum, Kevin jangan coba-coba berisik di jam mata pelajaran saya!"

Ugh sudah dicap oleh guru yang satu ini kalau biang rusuhnya adalah Kevin. Dan Dinda temanku sudah malas sekali meminta maaf pada guru mata pelajaran karena dia menjabat sebagai wakil ketua kelas.

Hmm.. ini kisahku beberapa tahun yang lalu masih ada beberapa hal yang belum ku ungkap pada kalian

Lanjut dan tetap tunggu ya
Insyallah partnya akan lanjut hingga rasa penasaran kalian......

Si Pendiam AniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang