7. Tanda

179 9 0
                                    

🇻 🇴 🇹 🇪
🇦 🇳 🇩
🇨 🇴 🇲 🇲 🇪 🇳 🇹

●●●

Aku menutup kelopak mataku rapat-rapat setelah menatap sendu pintu kamarku di atas sana. Berharap semuanya kembali normal esok hari.

"Dasha?!"

Pekikan kencang yang berasal dari atas membuatku kembali membuka kelopak mata. Aku refleks berdiri saat suara ricuh yang mengejutkan, seakan memenuhi segala penjuru ruangan.

Itu perbuatan Lay.

Suara ketukan kaki yang cukup menggema makin mendebarkan denyut jantungku. Apakah aku mulai takut dengan Lay? Ah entahlah. Tapi sepertinya begitu?

Di anak tangga terakhir, Lay menghentikan laju kakinya. Dia menatapku dalam-dalam dan kami pun saling beradu tatap. Yang membedakannya hanya aku menatap gugup sisi Lay dari sini. Tanganku juga mulai berkeringat.

"Dasha?" sapanya melembut dan aku hanya tercengang sambil terpekur. Lay melanjutkan langkahnya kemudian menarikku ke dalam dekapannya dengan cepat. "Maafkan aku sayang. Aku ... a-aku tidak bermaksud kasar padamu. Please sayang, maafkan yah?" aku masih tak menjawab dan aku tidak tahu kenapa hanya diam yang kini menjadi jawabanku saat Lay mulai mengusap-usap pelan punggungku. Seperti biasa, dia terus mengecupi helaian rambutku. Kurasa Lay benar-benar menyesal. Berkali-kali ia merapalkan kata maaf saat aku tak kunjung menjawabnya.

Aku meneguk ludah, "Lay ...?"

"Hmm?"

"Kau mau sup?"

"Iya, iya sayang. Aku mau." Aku melihat Lay menatapku sembari tersenyum lega. Lay mencium keningku sebelum ia kembali ke kamar untuk berganti pakaian tidur.

Aku menghela napas. Berusaha untuk menyingkirkan pikiran-pikiran aneh yang selalu bergelantung bebas di otakku. Ku ikat rambutku sambil berjalan ke arah dapur. Tadi siang memang aku baru memasak sup, dan kini aku tinggal memanaskannya saja.

Ku harap ini adalah pertama dan terakhir kalinya Lay bersikap kasar seperti itu. Karena semakin hari, aku merasa sangat khawatir. Feeling ku berkata bila akan ada hal buruk yang merusak hubunganku dengan Lay. Di depan sana, rasanya akan ada gelombang yang begitu besar. Berusaha membuat aku dan Lay terdampar bebas. Dan yang lebih buruknya lagi, mungkin akan menyesatkan kami berdua.

"Wah! baunya harum sekali."

Seruan Lay membuat lamunanku buyar. Aku bergegas mematikan kompor kemudian menuangkan sup buatanku ke mangkuk berukuran medium.

"Gamsahamnida, Nyonya Zhang."

"Nde." Jawabku singkat hampir seperti bisikan. Aku meletakkan sup di atas meja makan kemudian menyodorkannya ke hadapan Lay yang sudah duduk tegap di kursi. "Tanganmu dingin, Lay." Tegurku saat tak sengaja menyentuh punggung tangannya.

"Ahh, benarkah?"

"Kebiasaan pelupamu itu, Lay harus dihilangkan. Udah tau lagi cuaca dingin begini, kau malah tidak bawa syal." Celotehku sembari menyalakan penghangat ruangan kemudian pergi ke dapur demi membuatkan teh hangat untuknya.

"How lucky for me having you in my world." Lay meraih jemariku saat aku kembali ke meja makan dan duduk bersamanya.

"Not today. I know what you mean, Tuan Zhang."

Akhirnya hatiku sedikit menghangat. Perlahan kejadian tak mengenakkan tadi meluap begitu saja. Seakan tak pernah terjadi. Aku menatap Lay yang sedang memakan supnya sambil tersenyum ke arahku.

Dan saat ini aku tidak berhenti berdoa. Berharap kebahagiaan ini akan abadi. Jika perlu hentikan saja waktu ini. Karena aku takut dengan masa depan. Yang entah mendatangkan kejutan apa lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He Is [NOT] Psychopath ≫ ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang