Sangat banyak sekali spot foto yang bisa kuambil sebagai koleksi jepretan antik yang selama ini aku kumpulkan. Hanya saja keramaian yang membuatku semakin lama semakin jenuh dan hanya ingin duduk berdiam diri menatap keramaian yang terjadi.
Ditemani Dara sahabatku, aku duduk meminum segelas jeruk hangat kesukaanku. Giliranmu, le. Ucap salah satu temanku menunjukku untuk mengikuti salah satu permainan acara.
Aku?. Aku yang selera olahraganya rendahan disuruh jadi kiper futsal?. Lelucon.
Karena tidak ada lagi yang ingin bermain, akhirnya aku ikut serta. Sungguh, andaikan semua manusia sama rasa mungkin semua tau aku sedang berteriak sekencang mungkin hanya karena, aku takut bola.
Kanan kiri depan belakang , aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan saat ini, beruntungnya permainan berpihak padaku dimana team kelasku menguasai lapangan yang artinya bola tidak datang ke arahku.
Semua perhatian beralih pada tingkah anehku yang memang jauh dari penggambaran seorang kiper biasanya. Im not lucky. Sesuatu melambung dan akan segera, tidak, tidak, tuhan, bola mendekat dan. "Hahaha, masa kiper kaya gitu sih". Salah satu dari penonton berteriak di tengah ramainya tawa yang tertuju padaku. Entah makhluk apa yang hinggap ditubuhku dan menyelinap kedalamnya, ditengah keramaian aku berteriak "Ya gapapa lah, setiap manusia punya kemampuan yang berbeda, aku perempuan sedangkan kamu laki-laki". Sungguh, aku memang percaya diri dan cenderung bodoamat tapi tingkah itu telalu bodoh bagiku. Semua orang disana bersorak ria menertawakan apa yang aku katakan tadi. Memang bodoh.Instagram notifikasi di telpon genggamku ramai. Entah apa yang ada, mood ku belum berhasil membuatku mengecek notifikasi yang ada. Aku pulang diantar Beni, dia satu satunya sahabat pria yang bisa melihat celah kesedihan disetiap tawaku. Dia memang terpandang sombong saat belum kenal, nyatanya sungguh dia sangat mengerti apa yang terjadi. Tidak banyak bahkan hanya satu-satunya orang yang mengerti letak kesedihanku ya hanya dia, Beni.
Seperti biasanya, ibu selalu membiarkan Beni berlama-lama dirumah, padahal aku tidak suka Beni ke rumah meskipun dia sahabatku, ya tetap dia laki-laki.Bubur ayam ibu Ani di pagi hari bersama segelas teh panas yang selalu menemaniku, Beni, dan Dara sebelum masuk kelas. Kurang rasanya jika ada pagi tanpa bubur ayam dan teh tawar buatan bu Ani.
"Le, katanya kemaren dapet salam dari anak kelas B". Dara memecahkan ketenangan.
"Dari sekelas maksudnya?". tanyaku tanpa balas tatap.
"Yakali le sekelas, itu si Dika yang wajahnya agak manis, katanya kamu kaya asik".Brstt tanpa sengaja air teh hangat yang ada di mulutku semakin menghangatkan wajah cantik Dara. Jika aku diberikan 1 permintaan di bumi ini, aku meminta Dika salah beri salam, ingin rasanya sedikit menenggelamkan tubuhnya kedalam lumpur mendidih agar aku sedikit tenang dari jutaan omong kosong laki-laki.
"Alleya!".
"Heh Ale!".Entah aku yang salah mendengar ataupun tidak, namaku terpanggil entah oleh siapa. Tak dihiraukan, aku terus berjalan ditemani Beni dan Dara menyusuri banyaknya kakak kelas disekelilingku.
"Sombong banget dia".
"Le, kamu dikatain sombong ra mending kamu coba lihat siapa yang memanggilmu". Dara sedikit membisikan.
"Iya Le, se tauku, yang memanggilmu kakak kelas yang ditakuti satu sekolah". Beni menambahkan.
"Ditakuti satu sekolah? Gak mungkin".Sama sekali tidak ada yang bisa membuat keras kepalaku sedikit meleleh, aku memang tidak banyak peduli tentang siapa yang ditakutkan oleh satu sekolah.
Bagiku, kita berpijak di bumi yang sama dengan kebutuhan pokok yang sama, tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang makhluk dibumi.Sesuatu memburuk, di tengah pahitnya kopi di kantin sekolah, seorang laki-laki tampak tinggi kurus itu menghampiriku. Aku pergi.
Berantakan, seseorang yang tadi menghampiriku di kantin mengikutiku sampai aku duduk di pojokan kelas tepat di bangku yang sering aku duduki setiap mata pelajaran berlangsung.
"Apaan si" Ketusku tanpa melihat rupa pengikutku.
"Kamu udah dapet salam Le dari aku?".
"Ga"
"Aku Dika, anak kelas B"
"Ga nanya" aku beranjak pergi meninggalkan makhluk bernama Dika dan mencari Dara yang sejak tadi sama sekali tidak kutemui.Seseorang memintaku untuk mencoba memulai sesuatu yang baru. Dara, dia memintaku untuk sedikit merasakan apa itu cinta. Aku tidak ingin, bahkan sangat tidak ingin. Aku tahu cinta tidak semenarik itu,mungkin. Dara bilang, sampai kapan aku akan seperti ini, terdiam dari banyaknya teriakan manusia tentang cinta di bumi. Sembunyi dibalik semak dari banyaknya manusia yang berlari-lari mengejar cinta sejati.
Laki-laki tinggi kurus itu tidak berhenti mengikutiku bahkan ketika aku beranjak keluar kelas dia senantiasa terus mengikutiku sampai di gerbang sekolah.
"Ada apa?". Aku berbalik dan mengajak makhluk itu bicara.
"Mimpi apa aku semalam?sampai aku bisa diajak bicara oleh seorang Alleya Shafira yang dikenal cuek satu sekolah,hehe".
Demi semesta dan seisinya. Andaikan aku disini sendiri dan seketika manusia bisa tuli. Aku ingin berteriak. Dan andaikan waktu bisa terhenti, aku ingin berlari sekencang mungkin agar ketika waktu kembali berjalan, makhluk itu tidak melihatku lagi.
Niatku untuk sedikit mengikuti permintaan Dara, sahabat terbaiku saat itu juga gugur. Ketika aku ingin mencoba sedikit mengenali hmm Dika mungkin, mood ku hilang. Memang sudah menjadi tradisi bahwa laki-laki memang semembosankan itu, bahwa laki-laki memang semenjijikan itu. Geli.Kali ini aku pulang sendiri,bersama pak Joko dengan angkot andalannya. Untuk sedikit menenangkan dari bumi yang katanya terdiri dari banyaknya cinta, aku memutuskan untuk pulang sendiri, tanpa Beni.
Ditengah lamunanku, aku heran. Seindah apa itu tentang cinta? sampai teman-temanku seperti sedang menari bersama mimpi-mimpi yang membahagiakan tidak terganti. Seindah apa menjatuhkan hati? sampai orang terdekatku sangat menjaga hati untuk kekasih mereka agar tidak beranjak pergi kelain hati. Apa benar cinta yang tumbuh akan abadi? aku tidak percaya. Menurutku, itu hanya ucapan belaka atau bisa dibilang rekayasa. Manusia memang pandai membuat imajinasi terasa nyata hanya dengan beberapa kata.
Sungguh, sedikit ragu dengan manusia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Antara
RomanceAntara senja dan matahari yang ada dihidupku. Antara yang selalu aku tunggu dengan yang selalu ada untukku. Antara hati dan logika yang terus beradu tanpa saling setuju. Juga antara impian dan kenyataan yang tak beriringan dalam satu garis yang meny...