Prolog

30 0 0
                                    

Dia telah lama mati. Bahkan aku hampir melupakan keberadaannya. Hanya saat malam dan kenangan yang tak pasti di saat kuterlelap yang membuatku terkenang akan dia. Matanya yang terkesan tegas namun lembut. Raut mukanya yang tirus dan begitu tampan. Kulitnya yang agak coklat terbakar matahari. Kehadirannya yang selalu menyakinkanku aku aman. Suaranya yang bagaikan seorang tentara menggema selalu dalam lamunanku. Namun tetap ia telah mati.

Aku berdiri menatap ke depan. Hamparan tanah dengan banyak bangunan beton baja dan sesosok makhluk berdiri menatapku. Ya dulu tanah ini yang telah merengutnya. Bukan hanya dia tapi juga mereka. Kutatap lekat muka makhluk itu pralambang suatu agama juga pengetahuan yang tersenyum angkuh kepadaku. Kupandang sekitar dan kutatap lagi makhluk itu. Rasa jengkel menyelimuti hatiku. Apakah kamu begitu sempurna Ganesha hingga bisa memperlakukan kami seperti ini? Namun jika iya mengapa kamu memilihku dibanding jutaan insan lainnya?

Dia terdiam tak mampu berkata apa-apa. Aku tersenyum sambil memasuki pekarangan miliknya.  

Dream From The FutureWhere stories live. Discover now