AKU BENCI!

16 0 0
                                    

Hari-hari kulalui dengan biasa. Tidak ada kejadian aneh. Tidak ada tawuran antar pelajar. Tidak ada sesuatu yang dapat diperjuangkan. Bahkan ini terlalu sempurna bagi seseorang yang cacat bagiku. Satu hal yang mereka pinta adalah memberikan yang terbaik setelah mereka menerimaku. Namun cukup aneh mereka memilihku dibanding manusia lainnya. Padahal manusia-manusia itu lebih sempurna daripada aku.

Kecacatanku dimulai saat aku duduk di bangku kelas satu SMA. Aku salah seorang pembuat onar yang sering dipanggil oleh guru BK. Aku berbuat onar bukan karena aku senang berbuat seperti itu. Aku berbuat onar karena seakan-akan ada daya magnet yang terus menarikku untuk berbuat masalah. Pernah kucoba jadi orang biasa, tapi mendadak sebuah masalah mengenai pembobolan kunci jawaban dan hacking data pribadi orang datang mengatasnamakan namaku. Belum berapa lama aku terseret oleh masalah narkoba yang aku pun tak mengerti mengapa aku bisa terlibat. Namun itu belum seberapa daripada teman-temanku yang memiliki masalah lebih berat.

Kelas dua di tempatku adalah penjurusan. Ada Saintek, Soshum dan Bahasa. Dari ketiga kelas itu, kelas Saintek biasanya terdiri dari kelas anak-anak nakal. Aku, dengan berbagai masalah yang ada, dimasukkan ke kelas Saintek. Walaupun sempat terpikir oleh beberapa guru aku lebih baik dimasukkan ke kelas Bahasa. Mereka yakin aku bisa berubah di kelas itu karena kecintaanku terhadap Sastra Indonesia.

Aku sendiri yang saat itu masih bocah polos dan baru memasuki dunia SMA tertarik dengan seorang kakak kelas. Dia adalah orang yang paling pintar di kelas dua belas IPA. Semua orang mengenalnya. Sejak awal masuk SMA aku dan dia sangatlah dekat. Hampir setiap malam kami berkirim pesan. Kadang hanya saling bertukar kabar. Kadang pula membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan politik di Indonesia. Sungguh aku sangat menyukai orang itu. Bukan hanya secara fisik tapi juga pemikiran orang tersebut.

Semua orang pasti punya sisi kelam. Begitupun dengan dirinya. Walaupun aku sangat terkejut saat beberapa orang mengatakan bahwa dia pernah mencoba bunuh diri karena masalah percintaan. Untungnya gagal. Anehnya hal itu malah membuatku semakin tertarik kepadanya. Aku ingin bisa menjadi seseorang yang begitu dekat dengannya. Aku ingin bisa melindunginya. Aku ingin selalu berada disisinya. Aku ingin menjadi kekasihnya. Karena itu saat ia memintaku masuk IPA, aku memaksakan diriku agar bisa diterima.

Di akhir tahun itu, kulihat nama-nama yang tergantung di papan pengumuman. Kutatap nama-nama anak yang masuk kelas bahasa. Agak sedikit sedih menatap namaku tidak di sana. Barisan nama anak-anak dari kelas IPA adalah yang kedua kutelusuri. Namaku ada di sana. Mukaku memerah. Aku sedikit marah sejujurnya. Namun membayangkan aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya, membuatku merasa tidak apa-apa. Aku semakin berimajinasi ketika setiap malam kami berdua bisa saling bersama.

Dia mengajarkanku segala hal yang ada di otaknya. Mungkin juga ada beberapa saat tertentu kami makan bersama sebelum belajar. Kadang mungkin dia memainkan beberapa lagu keroncong menggunakan ukulele. Aku mungkin ikut bernyanyi bersamanya sebagai waktu penghilang penat dalam aktivitas belajar. Mungkin di malam minggu, kami bisa menonton film tentang kepahlawanan. Terutama film yang paling aku sukai adalah 'Di Balik 98'. Mungkin berjalan keliling kota sambil membicarakan sejarah-sejarah yang pernah terjadi dan mencoba hal-hal baru. Kami pun bisa saling membicarakan tentang buku-buku baru dan lama. Aku bisa mendengar tentang aktivitas perkuliahannya.

Aku melangkah menjauh dari papan pengumuman dan langsung kutekan nomornya di hpku. Semenit dua menit tidak diangkat. Lalu server mengatakan bahwa panggilan sibuk. Itu adalah kabar kedua terakhir tentangnya. Beberapa saat kemudian aku mendengar bahwa dia kuliah di Atmajaya dengan jurusan arsitektur. Dalam berita itu aku mendengar ia sudah memiliki seorang pacar yang satu angkatan dengan dia. Sejujurnya, aku ingin menemuinya kembali dan menagih hutangnya. Namun aku sadar, aku bukan siapa-siapanya lagi.

Bebarapa hari setelah OSKM, kegiatan mulai banyak. Hari di kampus pun mulai sibuk. Mungkin tidak akan sesibuk ini bila aku tidak daftar satupun unit saat OHU. Sayangnya aku mendaftar kira-kira enam unit, yaitu LS, PSM, Infinity, LFM, URPA, dan STEMA. Semakin banyak unit yang aku ikuti, semakin banyak proses kaderisasi yang harus aku ikuti. Tugas unit dan tugas mata kuliah semakin menumpuk. Tidak ada waktu untuk diriku sendiri. Walaupun begitu aku tetap pergi ke pemakaman itu setiap minggu.

Dream From The FutureWhere stories live. Discover now