Di sebuah desa yang indah, subur, dan makmur, hiduplah seorang kepala desa yang sedang berbahagia, menanti kelahiran anak pertamanya.
Pada suatu pagi yang cerah, burung-burung berkicau, padi-padi berdesir, dan bunga-bunga bermekaran, anak yang ditunggu-tunggu oleh sang kepala desa akhirnya lahir. Ia adalah bayi perempuan yang sangat cantik dan montok.
Kepala desa adalah orang yang dermawan dan sangat dihormati oleh warganya. Pagi itu, semua warga turut berbahagia menyambut kelahiran putri kepala desa mereka.
"Bayi ini akan kunamai, Rin." Kata kepala desa dengan senyum lebar di wajahnya. Putri kecilnya di dalam gendongannya, sementara tawa bahagia tak berhenti lolos dari tenggorokannya. Rin kecil sangat imut, montok, dan kulitnya kemerahan.
Desa mereka dikenal sebagai desa apel, karena komoditas utama desa mereka adalah buah apel. Saat Rin lahir, desa mereka sedang panen apel besar-besaran. Maka satu ton apel diberikan kepadanya untuk memberkati kelahirannya. Kemudian kepala desa membagikan apel itu kepada para pengembara, dan desa-desa lain yang dilanda kemiskinan.
Rin adalah anak yang lucu dan pandai. Semua orang menyukainya, dan ayahnya sangat menyayanginya.
Di usia empat tahun, Rin kecil begitu lincah dan nakal. Kulitnya yang kemerahan membuatnya terlihat menggemaskan. Ia senang berlari kesana dan kemari, membuat kekacauan di lumbung padi dan bersembunyi di balik sekeranjang apel yang baru dipanen. Setelah itu, ia akan mencuri sebuah apel, mengikatnya di sehelai benang pancing, dan menggantungkannya di sebatang kayu yang digunakan untuk memancing. Kemudian ia akan membawa kayu itu, lalu menaiki seekor keledai, dan mengangkat kayu pancingnya, dengan begitu, apel yang diikatnya tadi menggantung tepat di depan wajah si keledai. Akhirnya, ia membawa si keledai jalan-jalan.
Rin adalah anak yang manis, sehingga tidak ada seorangpun warga desa yang tega memarahinya.
Bagaimanapun, kepala desa akan marah saat ia mengetahui hal tersebut. Namun, ia tidak benar-benar marah. Sebagai orangtua, ia hanya harus mendisiplinkan anaknya yang berbuat nakal.
Maka, Rin kecil dibawa ayahnya ke kebun apel, karena saat itu, ayahnya sedang membantu warga memanen apel.
Kepala desa membawa keranjang kecil berisi buah apel yang sudah dipanen beserta sebuah keranjang besar kosong dan meletakkannya di hadapan Rin kecil.
"Kalau kamu berhasil menghitung sembilan puluh sembilan buah apel dan memindahkannya ke dalam keranjang yang besar, ayah akan memaafkanmu." ucap kepala desa. Setelah mengatakan itu, ia kembali untuk melanjutkan memanen apel, dan Rin kecil mulai mengerjakan tugasnya.
Tidak lama kemudian, Rin kecil pergi mendatangi ayahnya. Ia menarik ujung pakaian ayahnya dengan tangannya yang mungil. "Ayah, aku sudah selesai memindahkan sembilan puluh sembilan apel ke dalam keranjang besar." katanya.
Kepala desa terkejut. Sebab, ia baru meninggalkan Rin kecil selama lima menit, namun anak empat tahun itu sudah selesai menghitung sembilan puluh sembilan apel dan memindahkannya ke dalam keranjang lain?
Dengan setengah tidak percaya, kepala desa memeriksa hasil pekerjaan Rin kecil, dan ternyata, Rin kecil memang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tepat. Kepala desa pun bertanya padanya.
"Rin, bagaimana kamu menyelesaikannya dengan begitu cepat?"
Rin kecil tersenyum lebar, senyumannya secerah mentari, kemudian ia berkata, "Tugas yang ayah berikan sama sekali tidak sulit. Ayah lupa kalau aku tahu bahwa setiap keranjang kecil berisi seratus buah apel. Jadi, bila ayah menyuruhku memindahkan sembilan puluh sembilan buah apel ke keranjang yang besar, aku tidak perlu repot-repot menghitungnya. Aku pindahkan saja semuanya dan menyisakan satu buah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dongeng Apel Menangis
Fantasy[COMPLETE] Seorang penyihir bertemu dengan gadis yang angkuh dan jahat. Ia pun mengutuk gadis itu menjadi sebuah apel. Konon katanya, dulunya gadis itu adalah gadis yang manis. Setelah berubah menjadi apel, gadis itu menangis, ia hanya bisa menangis...