Curhat

833 71 0
                                    

'Kalau boleh, aku mau jadi tempatmu bersandar.'

Alen memainkan rumput dengan kakinya. Gadis itu mencoba untuk mencabut beberapa helai rumput.

Dia tak langsung pulang ke rumah. Setelah izin pulang larut pada Ihsan, Alen langsung mematikan ponselnya.

Alen mengusap air mata yang turun dengan punggung tangannya kasar. Dia benar-benar hancur karena Ginting. Padahal Alen belum tahu Ginting akan menerima rasa suka Mitzi atau enggak. Alen tak kuat mendengarnya.

Alen meremas ujung bajunya. Isakan gadis itu semakin terdengar. Untung saja dia di taman sendiri.

"Alen?" Alen buru-buru mengusap air matanya lagi. Dia mendongak ke sumber suara yang memanggilnya. "Kamu gak apa-apa?"

Tanpa babibu lagi, Alen berhambur ke pelukan seorang pemuda yang hendak duduk di samping gadis ini.

Tangisan Alen pecah seketika. Dia menangis sejadi-jadinya dalam pelukan lelaki yang tak berkutik karena kaget.

"Al? Siapa yang bikin kamu kayak gini?" Dia meregangkan pelukan Alen dan menyatukan bokong dengan kursi panjang itu.

"Jonatan.. hiks.. Ginting.." Jonatan -pemuda tadi- mencoba untuk memahami ucapan Alen.

"Pelan-pelan, Al. Tenangin diri kamu dulu, ya? Tarik napas, buang," Alen menurut ucapan Jonatan. Namun bukan membuat tangisannya berhenti, air mata Alen semakin keluar deras.

"Ginting..." dahi Jonatan mengerut.

"Ginting kenapa?" Alen menangis lagi dengan isakan yang lumayan keras. Aduh, bagaimana nih?

"Aku gak ngerti kenapa semuanya begini."

Jonatan membawa Alen kepelukannya lagi. Lelaki ini membiarkan gadis berambut sebahu itu tenang dalam dekapan hangat Jonatan.

Jonatan mengusap rambut pendek Alen. Dia lalu eratkan pelukannya. Mendengar tangisan Alen mereda, Jonatan mulai membuka suara.

"Kamu sama Ginting ada masalah apa?" Alen tak menjawab. Jonatan memilih membiarkan Alen terus begitu dan menikmati setiap rasa hangat dan desiran lembut di dalam dirinya.

"Aku kecewa sama dia." ucap Alen disela tangisnya. "Aku gak tau kenapa dia harus begini. Kalo Ginting gak nyaman sama aku, tinggal bilang. Jangan ngasih aku harapan buat selalu bertahan."

"Kamu kok bisa tau kalo Ginting gak nyaman?"

"Ginting selalu jalan-jalan berdua sama temennya. Bahkan tadi aku denger dia nyatain perasaan sama Ginting." Alen diam sebentar. "Aku gak mau Ginting pergi, aku masih butuh dia. Aku.."

Jonatan masih mendengarkan, hatinya mendadak remuk mendengar ucapan Alen. Ternyata gadis ini sudah melangkah jauh di depannya.

Alen sudah benar-benar bangkit dan bahagia dengan Ginting. Sedangkan Jonatan, dia masih berada di tempat yang sama. Menunggu Alen membuka kembali hati untuknya.

"Aku gak bakal rela kalo dia pergi dan pilih orang lain sebagai pelabuhannya."

Jonatan masih diam. Hujaman belati kembali menghampirinya. Apakah ini pertanda kalau dia harus melepas Alen? Tapi bagaimana caranya? Jonatan ingin Alen seutuhnya.

"Al? Kamu bahagia sama Ginting?" tanya Jonatan pada Alen. Gadis yang ditanya begitu tak bereaksi apapun dalam pelukan Jonatan. Dia mungkin menikmati pelukan hangat lelaki itu.

"Kalo kamu bahagia sama dia, jangan pikirin yang aneh-aneh, ya? Positif aja terus."

"Tapi sekarang, setelah semuanya terbukti apa harus aku berpikir positif?"

"Kamu gak perlu nanya atau berpikir ke depan buat hubungan kalian, kamu cuma perlu yakinin diri kamu dan hati kamu. Kalo udah saling gak nyaman, saling membuat beban kenapa harus dipertahankan? Bukannya dengan terus menggenggam kalian hanya ngasih luka buat hati masing-masing, ya?"

"Terus aku harus gimana, Jo. Di satu sisi aku gak mau kehilangan Ginting. Dan di sisi yang lain, aku kecewa."

Jonatan meregangkan pelukan mereka berdua. Lelaki sipit ini kemudian menatap Alen dalam. Ibu jarinya mengusap air mata di pipi gadis itu.

"Sekarang yang perlu kamu lakuin adalah, berhenti nangis, karena aku sakit kalo liat kamu begini." katanya. Alen bisa melihat Jonatan tulus mengucapkan begitu.

Dia pengin menangis lagi, tapi Jonatan sudah memintanya untuk berhenti. Alen melihat Jonatan menunggingkan senyum

Jonatan memakaikan jaket denim yang dia kenakan pada Alen. Alen menatap lelaki yang hanya mengenakan kaos hitam itu lekat.

"Selanjutnya, aku beliin kamu es krim. Biar enakan moodnya."

"Gak usah, Jo. Aku udah sedikit lega sekarang."

Jonatan menggelengkan kepalanya. Tingkah lelaki ini sudah seperti seorang ayah yang menolak permintaan putri kecilnya.

"Aku gak mau kamu pulang ke rumah dengan kondisi begini. Mending, sambil makan es krim, kamu juga perbaikin penampilan kamu. Biar gak dikira diapa-apain sama aku."

Wajah Alen memerah. Dia baru sadar menangis di hadapan siapa. Aduh, penampilannya pasti sangat kacau. Kalau tidak, mana mungkin Jonatan bilang begitu.

"Aku beli es krim dulu. Kamu mau rasa apa? Vanilla atau strawberry?"

"Vanilla."

"Okay, sebentar aku gak akan lama."

Jonatan bangkit dari duduknya. Belum sempat dia berjalan lebih jauh. Alen menahan langkah kaki lelaki itu. Jonatan berbalik.

"Makasih, Jo." Aduh, Jonatan jadi gemas sendiri. Dia pengin deh mencubit kedua pipi Alen.

Jonatan memilih jongkok di hadapan gadis berambut sebahu itu. Dia membawa tatapan Alen pada matanya.

"Kalo kamu butuh tempat buat cerita, aku bakal selalu ada buat kamu, kok. Jangan sungkan, okay?"

Alen mengangguk. Ini Jonatan kok jadi manis begini, ya?

"Al, kalo sampe Ginting macam-macam sama kamu. Aku nggak akan biarin dia hidup. Dan aku serius sama omongan aku."

"Kenapa?"

"Aku sayang sama kamu, jadi kalo ada orang yang berani bikin kamu begini. Aku nggak bakal lepasin dia. Aku bakal kasih perhitungan." Alen terharu mendengarnya.

Kalau saja dulu Jonatan tak membuatnya terluka. Dan dia memang tak punya rasa pada Ginting. Alen mau kok menerima dia lagi.

"Jona, makasih, ya." Jonatan mengacak rambut Alen lembut.

"Enggak, Al. Aku yang makasih karena kamu masih mau percaya sama aku." katanya.

Jonatan bangkit, dia sadar kalau situasi di sana akan membuatnya semakin susah untuk melepaskan Alen.

"Ya udah, aku mau beli dulu es krim. Keburu malem."

Alen mengangguk sekali lagi. Dia biarkan Jonatan pergi meninggalkannya sendiri.

Jonatan menghirup dan membuang napasnya. Entah apa yang dia pikirkan sekarang. Jonatan tak ingin lepas dari Alen. Tapi dia harus bangkit, dia juga pantas bahagia, kan?

'Kenapa kamu selalu bikin aku terpikat, Al?'

~~~

Mine (Anthony Ginting)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang