Korteks insular, suatu sirkuit dalam otak yang diciptakan untuk memanusiakan manusia.
Ruang kecil yang mengontrol emosi, menegakkan sisi kemanusian, membentuk persepsi, menciptakan perasaan kasih dan empati.
Muara dari afeksi yang manusia sebut dengan istilah 'cinta'.
(Seminar Nasional Kefarmasian—Gangguan Saraf Pusat)
.
.
.
~♥Sweet Delusion♥~
Tidak ada melodi yang lebih indah dibanding gelak tawa anak-anak ini. Binar matanya ibarat berlian berkilau, menatapku antusias tiap kali bait demi bait dongeng kudendangkan. Tanpa dosa, tanpa prasangka.
Kuperhatikan mimik wajah mereka yang adaptif menyelaraskan irama narasi. Sesekali mereka meringis, tercekat, kadang pula bergidik dan tergelak. Menggemaskan!
Mereka adalah Jun, Noval, Mei dan Risa. Anak-anak panti asuhan yang tiap sore bermain bersamaku. Mengisi hari-hariku yang kini sepi karena resign dari tempat kerja akibat penyakit anemia yang kuderita beberapa bulan yang lalu.
"Kakak, ayo menyanyi!" pekik Jun menangkupkan tangannya di pipiku. Noval tak mau kalah, ia melingkarkan kedua tangannya di leherku, memelukku dari belakang. Mei dan Risa pun masing-masing bersandar manja di sisi kanan dan kiriku.
"Mau menyanyi lagu apa?"
"Naik-naik ke puncak gunung!" seru mereka serempak.
Keempatnya kemudian mengambil posisi duduk teratur di hadapanku.
"Naik ... naik ke puncak gunung, tinggi ... tinggi sekali ...,"
Aku ikut bersenandung sambil bertepuk tangan, memberi irama pada simfoni indah dari mereka yang menyanyi gembira.
Ah, rasanya dua pertiga bebanku ikut menguap bersama harmonisasi menenangkan ini.
Setelahnya lagu tersebut berakhir, Jun, Noval, Mei dan Risa mengajakku bermain bunga terbuka dan bunga tertutup—satu dari sekian permainan anak klasik yang dahulu sangat kugemari.
Risa dan Mei lebih dulu merangkai bunga asoka yang dipetiknya dari pekarangan taman. Menjalinnya menjadi mahkota indah, kemudian disematkan di sela-sela rambutku.
Mereka kemudian saling bergandengan tangan membentuk pola melingkar.
"Ada bunga tertutup, ada bunga terbuka. Datang seorang Putri menari-nari ...,"
Mei dan Risa mengangkat tangannya, memberi ruang bagiku untuk masuk ke dalam lingkaran. Dengan susah payah aku merunduk di antara lengan-lengan mungil itu. Aku menutup mata sembari berputar-putar mengikuti irama dan berhenti pada satu titik.
"Jun?"
"Noval?"
Tidak ada jawaban.
"Mei?"
"Risa?"
Lagi-lagi hanya semilir angin sore yang terdengar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Delusion #YaIndoMentalHealth
Short Story[Cinta Untuk Penderita Mental Illness] a little story about love, truth, faith and hope