Hidupku telah berakhir di bulan Juni.Tepat ketika aku mencukur habis jenggotku dan memotong rambut hingga botak menyerupai lampu bohlam yang sering kali menyala berkedip-kedip dari kamarmu. Kini aku tengah menangkap diri sendiri dengan borgol yang ku curi dari saku polisi tempo hari. Memenjarakan diri dalam duka yang mengental, mengeras, dan meruncing.
Kemarin aku sempat mencuri dengar, dunia akan hancur sebentar lagi. Bersamaan dengan sesuatu di dalam diriku yang tinggal menunggu waktu meledak lewat pori-pori. Sebab aku sudah terlampau lelah menambal luka di sana sini.
Bulan lalu hujan darah mengguyur kota dan bau amis menyerbak kemana-mana. Dunia mendadak semakin kacau. Prediksi kiamat yang sering dianggap bualan semata, kini muncul ke permukaan. Mereka saling berdebat sampai bertukar air liur seakan Tuhan baru saja memberikan bocoran ulangan. Itu menjadi momok yang menarik untuk diperbincangkan di semua laman pencarian berita. Bahkan menjadi bahan televisi untuk menaikkan rating. Dari hal konyol sampai tidak masuk akal. Aku pun mendapati beberapa orang sudah bersiap-siap diri membawa koper, barangkali mereka pikir kiamat sama saja dengan pergi piknik.
Sayang sekali, tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi.
Tetapi mungkin hanya aku yang tahu.
Aku tahu sebab mengapa semua ini bisa terjadi.