One

11 0 0
                                    

Menurutku kota yang aku tempati tidak terlalu buruk. Banyak orang yang tidak peduli akan keadaan sekitar. Nilai positifnya, keberadaanku juga tidak akan dipedulikan.

Jahat? Sepertinya tidak cocok jika di samakan dengan kehidupanku. Lebih tepatnya, jika tidak ada yang membuat masalah, aku tidak akan berubah menjadi aku yang seharusnya. Membantu dalam hal-hal kecil itu lebih menyenangkan daripada harus membunuh orang tanpa menyentuhnya.

"Good morning Edjei! Time to wake up sis," matahari memang sudah terik menyinari kamarku dari sejam yang lalu. Aku hanya lelah dan mengantuk karena baru pulang jam 4 pagi karena di suruh membantu pondok kemah sana-sini, "I said wake up bitch."

Mataku langsung membuka lebar dan meringis di bibirku, "You kiss my mom with that mouth huh? Menjijikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku langsung membuka lebar dan meringis di bibirku, "You kiss my mom with that mouth huh? Menjijikan."

"Mangkanya bangun dong. Gue udah alus banget banguninnya sampai bukain tirai begini," dia mengeluh lagi dan lagi. Suaranya itu loh. Sok imut. Padahal paling jahanam kelakuannya, "I made some breakfast."

"Gausah sok bule bisa ga sih?"

Ada bantal terbang dari ambang pintu ke arahku, "Bacot lo kutil kuda."

Aku menggerutu di tempat sambil melempar bantal itu ke arah pintu lagi. Tapi percuma, orang itu udah tidak ada.

Lucas, kakakku yang pesona seperti bidadari hati seperti iblis. Akan tetapi, otak seperti sampah. Kuakui, dia gilanya tidak tertandingi. Terkadang malu harus menontonnya bertengkar secara tidak sengaja dengan kaum lainnya lalu berakhir dia yang kalah.

Padahal sudah beberapa turunan penyihir di keluargaku tidak berakhir memalukan. Aku ingin membunuhnya saja.


Aktivitas pagiku ya sekolah. Satu sekolah dengan orang gila tadi. Aku juga satu kelas dengan kaumnya Mark. Kaumnya ya, bukan Marknya. Dia sekelas sama Lucas, soalnya seumuran.

Setelah semua masalah sarapan selesai dan urusan bertengkat dengan kakakku selesai, aku pergi ke sekolah dengan mobil.

Jangan membayangkan aku satu mobil dengan kakakku. Itu tidak akan terjadi. Kota ini cukup berisi dengan orang-orang kaya. Termasuk aku. Jangan berpikir susahnya gimana, nikmatin saja yang ada. Contohnya memakai mobil ini ke sekolah sendiri, meninggalkan kakakku yang harus naik bus.

Tapi kejadian itu berhenti tahun lalu, Ka Lucas mendapat motor ninja hitam yang membuatnya makin sombongnya tingkat dewa. Ayah membelikannya. Tapi tidak apa-apa. Mobil lebih mahal. Semua orang tau itu.

"Hee Jin!" Yuri, dari sudut lorong memanggilku sambil melambaikan nama. Kenapa orang memanggilku dengan nama itu? Karena jika orang memanggil nama panggilanku, bisa gawat.

Aku membuka senyum lebar-lebar, "Yow Yuri."

Tidak beda jauhlah aku dengan kakakku. Bahasanya sok asik. Tapi inilah cara kami berbaur sama manusia normal.

Power CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang