Semesta seolah tersenyum ramah, dihari pertama dua orang sahabat melangkahkan kaki dari rumah mereka masing - masing menuju tempat yang mereka sebut dengan "markas". Adalah Levin dan Dimas, dua manusia penggila sastra, pemuja sajak, pengagum keindahan diksi yang biasa disebut dengan puisi. Keduanya memang mahir dalam merangkai kata, tiap bait sajaknya mampu membuat orang ingin mengenal lebih jauh apa itu sastra. Kental dengan unsur kemanusiaan, berpadu dengan cara memaknai kehidupan. Sayangnya dunia belum tahu kalau ada peracik kata handal yang bersama dengan pujangga lainnya dia mampu membuat bahasa dan sastra Indonesia lebih disukai dan banyak yang peminatnya. Dan kisah ini adalah awal mula perjalanan panjang mereka yang mereka sebut dengan berkarya demi sastra.Disebuah perpustakaan yang terlihat baru didirikan, disamping hiruk - pikuk kota berdiri seorang pria dengan tampilan yang berbanding terbalik dengan perpustakaan yang dimasukinya. Pria itu layaknya seorang aktivis yang humanis, dengan berpakaian celana jeans robek - robek, memakai jacket kulit tua, namun rambutnya tetap klimis dan tersibak ke belakang, pria tersebut memasuki perpustakaan yang baru didirikan itu, dengan langkah perlahan, sesampainya didalam dia kaget karena tak ada orang di dalam dan nampaknya dia yang pertama sampai, dan lansung berinisiatif untuk menghubungi seseorang yang barusan membuat janji dengannya untuk bertemu di perpustakaan yang bagaikan surganya para pecinta buku ini, pria yang satu ini bernama Levin. Dia masih menunggu kedatangan sahabatnya Dimas untuk membicarakan kemajuan perpustakaan yang baru mereka dirikan dengan jerih payah mereka berdua, dengan tujuan yang masih sama yaitu menjayakan ilmu sastra.
"Kamu udah nyampe dari tadi disini?" Tanya Dimas dengan tampang tak bersalah.
"Saya nunggu kamu, sudah hampir satu setengah jam yang lalu tuan Dimas." Jawab Levin dengan nada ketusnya.
Dimas tersenyum dan mengakui keslahannya "Ohh ya, maaf bro, jalanan macet, kamu tau sendirikan gimana padatnya kota ini, maaf ya?!!"
Memang persahabatan mereka sering diuji saat menjadi pendiri dari perpustakaan yang mereka sebut dengan "markas" karena tempat ini sudah bagaikan rumah kedua bagi mereka, tempat dimana orang banyak bisa menemukan jati diri, tempat dimana setiap manusia yang datang disana dapat memaknai kebahagiaan walau dalam kesusahan kehidupan. Bersyukurlah.
***
Sajak lara
Aku ingin selamanya begini
Setia dengan sendiri
Bercengkrama dengan kosongnya hati
Tanpa peduli akan ingar-bingar
Peduliku hanya pada hening
Walau yang ku temui hanyalah bising
Biarkan aku disebut derita
Agar orang lain tau artinya bahagia
Bahwa menghargai tak semudah mencaci
Bahwa mencintai tak perlu setelahnya saling membenci
Laraku
Tawamu..,***
Ini sajak, keresahannya Levin, sang pendiam bagi orang yang tak mengenalnya, penuh dengan tingkah konyol bagi siapa yang sudah paham isi hatinya, Dimas misalnya.
Pada beberapa bulan yang lalu, dimas dan Levin merealisasikan ide mereka untuk membuat perpustakaan yang bisa dikujungi setiap kalangan, mulai dari anak - anak sampai orang tua, ide ini bermula dari setiap keresahan mereka dengan minimnya penikmat sastra, jadi visi dan misi utama "Markas" ini adalah untuk menjayakan kembali seni sastra di bumi nusantara. Banyak pengunjung yang senang dengan "Markas" ini, dan setiap hari tak pernah sepi, orang berdatangan ada yang cuma sekedar membaca, ada juga yang meminjam buku, dan dengan begitu pencinta sastra lebih yang tadinya minim menjadi bertambah pesat, dan mereka sangat senang akan bertambahnya minat baca orang-orang disekitar mereka."Gak nyangka ya Vin, akhirnya ide liar kita terealisasi juga!" kata Dimas dengan wajah heran bercampur bangga dengan pencapaian mereka.
"Kamu tahu, apa yang membuat aku bangga dengan pencapaian kita ini adalah akhirnya setiap hobby kita bisa jadi bermanfaat juga bagi orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita
Teen FictionSwastamita! Kau datang dengan keanggunan Sederhana dalam keagungan Mempesona dalam penglihatan Merona dengan kejinggaan Sebentar lalu pergi Sekejap tapi pasti kembali Tak henti dinanti sanubari Tak lekang hingga penghujung hari Bahkan kalimatku hany...