Pengungkapan

37 3 0
                                    

“Cinta sejati butuh perjuangan, pengorbanan, dan kesetiaan terlebih juga membutuhkan lebih dari kasih sayang, dan kau pemberi seglanya yang ku butuhkan.”

***

Tanpa mempedulikan apapun disore itu Levin melaju dengan vespanya ke rumah Aksara, dilewatinya mentari sore yang menyapu wajahnya juga segala keindahan menjelang swastamita tak dipedulikannya lagi.

Isi kepala Levin hanyalah Aksara, semarah apakah dia? Secemberut apakah wajahnya? Dan bahkan Levin ingin bertanya hal apakah yang membuat dia sampai tak membalas telepon darinya? Karena ia tahu bahwa pemikiran Aksara sudah bukan lagi pemikiran anak remaja yang merajuk hanya karena telepon tak diangkat atau chat tak berbalas dan hal ini menjadi tolak ukur kenapa Aksara marah? Pasti ada hal lain yang lebih dari itu semua yang menjengkelkan hati gadisnya itu.

Ditengah jalan Levin berhenti sejenak, kembali dicek hpnya dan ternyata Aksara telah membaca pesan-pesan yang  ia kirimkan namun belum juga dibalas, dia mengetik pesan selanjutnya untuk Aksara.

“Aku tabah akan banyak hal, juga ikhlas dengan segala hal yang terjadi dan akan terjadi, namun kalau hal itu adalah menghilangnya senyum ceriamu maka aku tak akan rela, secuil pun tidak, tunggu aku nona, senyummu harus terbit lagi tuk semesta.”

Levin melaju Lebih kencang lagi, sementara Aksara berhasil terenyum saat membaca pesan terakhir dari levin “Dasar buaya Yanto” Aksara bergumam.

Belokan terakhir dari rumah Aksara, dan levin melaluinya secepat kilat, pria itu langsung memarkirkan Vespanya dan turun lalu berlari memasuki gerbang yang terbuka dan mengetok pintu rumah Aksara. Dalam tiga ketokan akhirnya ada yang membuka pintu dari dalam Rumah.

“Ehh, mas levin” Ucap mbok sinem dengan logat jawanya.

“Mbok, Aksaranya ada?” Tanya Levin dengan napas terengah-engah.

“Woiyah ada mas, tapi dari tadi belum turun saya mau kasih susu ke kamarnya malah nggak dibukain, lagi dapet kayaknya.” Mbok sinem menjelaskan

Levin menelan ludahnya “Waduh bisa ditelan hidup-hidup akunya ini mah”

“Ditelan siapa mas?”

“Si hulk Mbok”

Levin melanjutkan “Ayah sama bundannya  ada mbok?”

“Wah kalau Tuan lagi susulin nyonya keluar kota ada urusan kerjaan mendadak katanya, palingan nanti balik hari selasa."

“Oh syukur! Aku boleh masuk nggak mbok mau ketemu Aksara”

“Ya boleh dong, masa mas ganteng saya biarin di depan pintu doang, silahkan mas, sekalian bujuk si non biar mau makan, soalnya dia belum makan siang, nanti si non sakit saya pasti bakal dimarahin tuan dan nyonya.”

“Sip mbok bakal saya usahain.”
Levin masuk kerumah mewah tersebut, diiringi mbok sinem dari belakangnya, dan si mbok menunjuk ke atas di lantai dua kamar Aksara mengisyaratkan agar levin segera naik ke atas dan bertemu dengan Aksara. Anak tangga demi anak tangga dilalui levin sambil menelan ludahnya karena ia merasa seperti sedang memasuki kandang singa yang merindukan daging untuk ia santap dan sangat lapar.

Tok tok tok tok” Levin mengetuk pintu Aksara.

Namun pintu itu tiba-tiba terbuka, ternyata tidak terkunci lagi atau Aksara lupa menguncinya, hal ini berbanding terbalik dengan perkataan mbok Sinem. Levin membuka perlahan pintu tersebut kreekkk suara pintu tersebut saat terbuka. Dilihatnya Aksara yang tengah berbaring ke arah  jendela dengan tarikan-tarikan ingus berulang ulang, seperti orang yang sedang menangis tersedu-sedu.

SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang